OpiniWawasan

Berdakwah Dengan Bekal Ilmu

Berasal dari Negara yangcberpenduduk muslim terbesar didunia kemudian berkelana kenegri arab terbesarcyang otomatis menjadi pusat dunia Islam karna Islam menjadi agama mayoritas penduduk diberbagai negara jazirah arab.

Dua unsur diatas yang menjadikan kita harus dihadapkan dengan berbagai permasalahan keumatan dari berbagai sisi, janganlah kita berbicara politik, ekonomi, sosial dan lain lain, masalah yang remeh temeh saja sudah membuat dahi terus mengkerut bukan disebabkan faktor penuaaan namun karna rasa miris yang sangat membekas. Miris bukan, ketika kebanyakan masjid masjid yang diyakini menjadi tempat suci namun kebersihan toiletnya memprihatinkan?.

Yang menjadi pertanyaan dimana letak ejewantah nilai – nilai agama terhadap peraktik sosial kemasyarakatan dari sisi lingkungan hidup? Padahal masjid adalah tempat dimana Al qur’an dihafalkan, hadist dikaji, kitab kitab karya ulama klasik diajarkan namun ia belum bisa diterjemahkan secara konprehensif didunia nyata.

Dari permasalahan permasalahan yang dihadapi sebenarnya umat ini tak cukup diam banyak pergerakan pergerakan yang dibuat baik yang terlembagakan maupun yang tidak, dan ini dari berbagai
sisi, politik, pendidikan, ekonomi dan lain lain.

Kita patut bersyukur dan perlu mendukung bagi siapa saja yang ingin berjuang atas berbagai maslah ini, namun ada satu hal yang kadang terlupa yaitu sebelum berperang bukanlah kita butuh armada yang cukup? Peralatan perang yang mumpuni? Pahlawan pahlawan yang tangguh? Sebelum kesawah bukankah kita butuh cangkul, parang, bahkan bekal agar kita bisa bekerja dengan baik dan kuat mulai dari pagi sampai matahari senja?

Analogi ini penting karna tak sedikit dari pergerakan yang katanya memperjuangkan Islam mengatasnamakan diri sebagai gerakan dakwah? Dakwah itu tak ada bedanya dengan berperang, bercocok tanam atau kegiatan kegiatan yang lain yang membutuhkan keahlian dan kesiapan yang matang. Apa yang terjadi jikalau berperang  tidak dikomandoi orang sekaliber Khalid bin Walid? Apa yang mau digarap disawah kalau cangkul lupa terbawa?

Yusuf Al Qardhawi dalam bukunya yang berjudul Tsaqafah ad Daiyah (wawasan seorang da’i) juga
menganalogikan berdakwah seperti membayar zakat, kalau harta anda belum mencapai nisab bagaimana anda berzakat? Dengan artian kalau anda tidak mempunyai ilmu apa yang ingin didakwahkan?

Analogi analogi diatas bukanlah untuk mematahkan semangat mereka yang mempunyai niat baik dalam menegakkan kalimatullah diatas muka bumi ini, sama sekali bukan. Namun marilah sedikit mengambil ibrah dari kehidupan bahwa segala sesuatunya butuh perencanaan dan proses yang matang. Ketika berteriak syari’at Islam mari pahami apa sebenarnya syari’at itu sendiri, ketika mendengungkan khilafah mari sama sama mengkaji karya karya ulama terdahulu tentang konsep Negara. Sudahkah kita luangkan waktu yang cukup untuk berproses menuju kematangan pengetahuan, pengetahuan itu?
jangan jangan kita yang mendengungkan khilafah, belum pernah membuka Al Ahkam As Sultaniyah wal Wilayat Ad Diniyah karyanya Imam Al Mawardi? Atau minimal As-siyasah As Syar’iyah punya Ibnu Taimiyah? Sementara para orientalis lebih paham akan itu semua daripada kita?

Pangkal persoalan dari semuanya sebenarnya terletak kepada seberapa rajinkah umat ini menelaah khazanah keilmuan, bukankah peradaban umat terdahulu berbanding lurus dengan geliat keilmuan? Memang itu saja tak cukup tanpa pengamalan tapi bagaimana kita mau beramal kalau tak mempunyai keilmuan yang mumpuni, membaca memang capek, lelah dan malas, duduk dimajlis ilmu memang terkadang ngantuk, namun itu semua merupakan jalan paling jitu memajukan perdadaban umat ini. Jangan sampai kita termasuk dalam kategori adigium ini “man amila amalan biduni ilmin, yufsidu
aktsar mimmaa yushlih” barang siapa yang beramal tanpa disertai dengan ilmu maka ia akan lebih banyak merusak daripada memperbaiki.

Wallahu A’lam.

Oleh: Muhammad Aminuddin

Artikel Terkait