e-WawasanOrientasi

KONSISTEN, Why Not?




Dr. Stern  berkata; Setiap percintaan membutuhkan sedikit bumbu cinta sebagai penyedap rasa, supaya percintaan itu tetap hidup. Berangkat dari perkataan diatas, tak ada salahnya penulis menyuguhkan sebuah kisah dalam tulisan ini sebagai bumbu penyedap, agar gairah membaca kita terus hidup. 

Suatu hari, seorang yang sudah mendengar kearifan dan kebijakan Nasruddin benar-benar kesal. Ternyata orang sekelas Nasruddin omongannya sungguh tidak bisa dipegang. Nasruddin menurutnya tidak lebih orang yang suka mencla-mencle alias tidak konsisten. 

Ceritanya berawal ketika orang tersebut bertemu dengan Nasruddin disebuah majelis dan bertanya kepadanya. Berapa umur Anda? Nasruddin menjawab empat puluh tahun. Dua tahun kemudian dia ditanya lagi tentang umurnya. Tanpa sedikit perasaan bersalah dia pun menjawab empat puluh tahun. “Anda ini tidak konsisten” timpal orang itu lalu Nasaruddin berkata; Kalau saya menjawab empat puluh tahun, itu karena saya berusaha menjadi orang konsisten. Tidak berubah-rubah. Sekali empat puluh tahun, ya empat puluh tahun!”Orang itu tentu saja dibuatnya bingung dengan penjelasan Nasruddin.

Konsisten itu tidak mudah berubah-ubah?. Bicara konsistensi dan tidak konsisten memang sulit. Bagi para politisi mungkin istilah konsisiten sama saja dengan tidak konsisten. Artinya, tidak ada yang tidak berubah. Berubah itu sendiri adalah konsistensi dari sikap politisi. Karenanya, orang banyak menilai seorang politisi itu pembohong, munafik,…dan seterusnya. 

Penulis kira, sinyalemen diatas merupakan fenomena yang melanda bumi indonesia dulu dan kini. Tak pelak, virusnya juga sudah mulai merembet di bumi Kinanah ini. Dalam otak mereka ingin selalu mengejar popularitas,oleh karena tidak  pernah puas dengan atribut yang disandangnya. Pun hakekat sebuah konsistensi adalah hal yang biasa untuk mereka permainkan.

Bahkan istilah “konsisten” bagi para politisi sudah manjadi barang yang diperjual-belikan dengan harga murah. Tujuannya untuk mencapai target dan ambisi pribadi. Hatta, nurani sendiripun kerap jadi tumbal kedustaan demi syahwat dan kepentingan duniawi. Naudzu billah…

Mungkin biasa kita mendengar, seorang politisi sering mengatakan hal-hal yang tidak sesungguhnya kepada orang lain, atau dalam artian tidak pernah konsisten terhadap apa yang diucapkan. Mereka sering pura-pura menyanjung dan mengobral janji. Padahal sesungguhnya palsu belaka hanya ingin menyenangkan diri dan orang lain.

Menjadi pertanyaan sekarang, kira-kira dimana nilai konsisten ketika sudah berbicara? Mengapa seseorang begitu mudah tergiur, berubah dan lari dari sikap konsistensi hanya untuk mengejar kepentingan yang bersifat temporer? Penulis paham dan tahu, mengubah pendirian sah saja selama itu baik dan bermanfaat. 

Tapi perlu dipikirkan, berbicara “konsistensi” dalam pengertiannya yang melanggar aturan, merugikan atau sampai mengecewakan saudara sendiri, itulah yang sangat tidak dibenarkan. Maka, belajarlah kita bersikap teguh pendirian (konsisten) atas apa yang telah diucapkan. Diantara kita jangan menganalogikan sesuatu yang tidak logis entah dengan cara bermain halus untuk menarik kembali keputusan atau ucapan yang sudah dikeluarkan, dengan tujuan ingin mengubah kebijakan yang sudah bijak.

Ibarat ludah yang ikhlas kita buang walaupun sudah dicampur dengan madu, gula hatta vetrac sebagai pewarna ditambah lagi juhaena, namun sedikitpun amat jijik kita menjilatnya. Ungkapan inilah menjadi peneman hidup dan bagian dari jiwa KKS. kita tidak akan memungut kembali kata yang sudah terbuang karena tergoda oleh bujuk rayu dan janji. 

Untuk itu, banggalah kita menjadi warga KKS yang senantiasa istiqamah dan berpegang teguh terhadap kata yang sudah terucap, kendatipun amat pahit untuk dirasa dan dikenang.

Jadi, kalau ingin mengejar sebuah predikat, kalau ingin mencari popularitas didunia luar, biarlah konsistensi itu menjadi teman sejati disetiap langkah kita. Dalam artian, jangan konsistensi itu menjadi beban berat dalam meniti perjalanan menuju sebuah obsesi yang diimpikan. 

Selanjutnya, saya teringat ungkapan yang sering dilontarkan oleh saudara Abbas yaitu; marilah kita bersihkan KKS tercinta dari rona  dengan berusaha menghilangkan sekat-sekat yang ada didalamnya. Karena kalau sampai sekat menjangkit dikalangan warga KKS yang notabene fungsinya menjadi jurang pemisah, otomatis asas kekompakan, nilai kebersamaan, dan mahligai keharmonisan dalam sebuah tatanan yang kita bina dibumi kinanah ini, akan sirna ditelan oleh air bah sekat itu sendiri.  Pada akhirnya kita ambruk dan hancur karenanya.

Pertanyaannya, bagaimana cara menghilangkan sekat, sementara konsistensi sebagai falsafah hidup tidak diindahkan. Bahkan bagi politisi sendiri rela menggadaikannya demi mengejar ambisi! Ini adalah sebuah dilema, memilih konsisten berarti falsafah kita ditegakkan, tidak konsisten terhadap apa yang diucapkan berarti masa depan untuk menggapai popularitas yang dijanjikan mentok ditengah jalan.

Namun sebagai warga KKS, walau dipertautkan diantara dua alternatif dalam situasi yang sulit, pilihannya akan jatuh kekonsistenan dalam berucap dan bersikap tanpa mengenal pamrih.

Jadi setiap orang, terutama para pemimpin dan anggota yang diberi tugas atau amanah dalam satu lembaga yang ada di Mesir, haruslah bijak serta konsisten dalam bersikap dan bertindak. Tidak mudah berubah pikiran dan pendirian. Bila sudah yakin bahwa pertimbangan itu benar, maka lakukan. Yang pasti, ketika membuat sebuah keputusan telah diikhtiarkan jauh dari kepentingan diri dan kepentingan lain.

Bila menjadi pemimpin atau menjadi staf dalam satu lembaga tidak konsisten dan mudah berubah-ubah pendirian karena kritikan atau kecaman, maka orang-orang yang dipimpin bakal kebingungan. Kenapa begitu? Bagaimana tidak kebingungan, pemimpinnya saja sudah kebingungan lebih dulu. Oleh karena itu, menjadi pemimpin atau staf disatu lembaga perlu konsultasi plus butuh beberapa orang ahli atau penasihat untuk membuat sesuatu kebijakan dan dapat menyelesaikan masalah.

Sebelum mengakhiri tulisan ini, izinkan penulis menyampaikan tiga hal mendasar sebagai urgensi untuk diketahui bersama, yaitu; 

1. Pandai-pandailah kita membaca psikologi anggota dengan pendekatan bahasa qalbu dan ranah perasaan. Supaya interaksi dan jalinan komunikasi diantara sesama warga KKS tetap akur, langgeng dan dinamis.

2. Perlu diketahui bersama bahwa, diantara kita tidak menginginkan adanya konflik internal dan tuntut-menuntut. Yang jelas, ketika berhadapan dengan anggota jangan sama sekali menghidangkan kue cucur (curang campur tipu lalu digoreng) sebagai penahan lapar tapi, cukup dengan suguhan extra J2-K (jelas, jujur dan konsisten) itu sudah lebih dari cukup plus mengeyangkan.

3. Jangan ada jiwa oportunisme dikalangan kita, karena kalau terjadi hal demikian slogan padaidi, padaelo, sipatuo, sipatokkong akan ternodai oleh tangan kita sendiri. Tapi, kalau toh mental ini tetap dipraktekkan dalam komunitas kita maka, berapa ratus anggota akan menjadi korban disebabkan oleh ulah kita sendiri.

Sumber; Wawasan
Oleh; Muhammad Nuzur.

Artikel Terkait