e-WawasanHeadlineProfilWawasan

Presiden yang Dibunuh Oleh Pengawalnya Sendiri

Namanya, Jenderal Besar Muhammad Anwar
al-Sadat atau biasa disingkat dengan
Anwar Sadat adalah seorang tentara
dan politikus ternama Mesir. Beliau juga merupakan presiden ketiga Mesir
setelah menggantikan Gamal Abdul Nasser. 

Beliau lahir di Mit Abu al-Kum, sebuah
desa kecil di al-Minufiyah, Mesir.
Ia lahir di tengah keluarga miskin
dengan 12 saudara laki-laki. Ayah beliau asli keturunan Mesir, sementara ibunya
adalah orang Sudan.

Ia menjabat sebagai Presiden
Mesir selama 11 tahun yang akhirnya mati ditembak, terhitung sejak 15 Oktober
1970 hingga 25 Desember 1981. Oleh dunia Barat, ia dikenal sebagai orang yang sangat
berpengaruh di Mesir dan Timur Tengah dalam sejarah modern. Boleh dikatakan,  beliau adalah seorang tokoh yang dulunya
mewakili negara-negara Islam di mata orang barat.

Awalnya ia adalah anggota dan
lulus dari Akademi Militer Kerajaan di Kairo pada tahun 1938 dan ditempatkan langsung
di Korps Isyarat. Ia bergabung dengan Gerakan Perwira Bebas, yang
bertekad untuk membebaskan Mesir dari kekuasaan Britania Raya yang ketika itu
menjajah Mesir. 

Namun Pada Perang Dunia II, ia dipenjarakan oleh pihak Britania
Raya atas usaha-usahanya untuk mendapatkan bantuan dari Kekuatan Poros dalam
mengusir pasukan-pasukan kolonial Britania. Ia ikut serta dalam kudeta 1952
yang menggulingkan Raja Farouk II. Ketika revolusi meletus, ia diperintahkan
mengambil alih jaringan radio dan mengumumkan pecahnya revolusi kepada rakyat
Mesir.

Pada tahun 1964, setelah dia
memegang berbagai jabatan penting dalam pemerintahan Mesir, ia dipilih oleh
Presiden Gamal Abdel Nasser untuk menemaninya menjabat sebagai Wakil Presiden.
Ia menduduki jabatan itu hingga tahun 1966, dan sekali lagi dari tahun 1969
hingga tahun 1970. Setelah Nasser meninggal pada tahun 1970, Anwar Sadat
langsung dilantik menjadi Presiden Mesir.

Pada tahun 1973, Anwar Sadat,
bersama-sama dengan Hafez al-Assad, Syria, memimpin Mesir dalam Perang Yaum
Kippur
melawan Israel, untuk merebut kembali semenanjung Sinai, yang telah
dicaplok oleh Israel ketika krisis Terusan Suez terjadi pada tahun 1956 dan
Perang Enam Hari. Meskipun dalam pertempuran ini, masih diperdebatkan
mana pihak menang ataupun pihak yang kalah, namun Anwar Sadat berhasil menaikan
pamor rakyat Mesir dan Dunia Arab dengan hasil Perjanjian Camp David yang
menetapkan Sinai kembali ke tangan Mesir dan perjanjian damai beberapa tahun
berikutnya.

Perjanjian Damai Camp David
yang diprakarsai oleh Jimmy Carter dan Henry Kissinger memang
mengembalikan wilayah Mesir yang sebelumnya direbut oleh Israel pada perang
1967 yang lalu, namun tidak mengembalikan Dataran Tinggi Golan yang telah
direbut oleh Israel dari Syria pada perang tahun 1967. Meski secara politik,
perang Yaum Kippur atau Perang Ramadhan 1973 itu menguntungkan dunia
Arab, namun masalah Palestina dan Jerusalem terutama Jerusalem Timur yang
direbut Israel pada perang tahun 1967 lalu masih mengganjal, bahkan beberapa
kalangan mengatakan hal itu telah dilupakan oleh mereka. 

Inilah yang memancing
kemarahan kalangan PLO (Palestina Liberation Organisation) yang merupakan
Organisasi Pembebasan Palestina yang dulunya diketuai oleh Yasser Arafat,
sekaligus membuat geram dari kaum fundamentalis dan pergerakan Islam dan
kalangan Palestina serta dunia Arab, terutama setelah kunjungannya ke
Jerussalem atas undangan Manachem Begin, perdana menteri Israel saat itu.

Pada tahun 1977, Jenderal
besar Anwar Sadat mengadakan kunjungan ke Jerusalem atas undangan Perdana
Menteri Israel ke-6, Menachem Begin yang merupakan awal perundingan perdamaian
antara Israel dan Mesir. Pada tahun 1978, terciptalah Perjanjian Damai Camp
David
, yang mana Anwar Sadat dan Menachem Begin menerima Hadiah Nobel
Perdamaian. Bagaimanapun tindakan ini ditentang hebat oleh dunia Arab. Banyak
yang percaya bahwa hanya dengan ancaman militerlah yang dapat memaksa Israel
berunding mengenai Pembebasan Palestina, dan Perjanjian Damai Camp David
menapikan Mesir yang dianggap kekuatan militer di dunia Arab yang signifikan
disamping Syria dan Irak pada saat itu.

Pada bulan September 1981,
Anwar Sadat melakukan tindakan represif dan bahkan bisa dikatakan radikal
kepada organisasi pergerakan Islam yang dianggapnya sebagai fundamentalis,
termasuk kumpulan pelajar, dan organisasi Koptik, yang dianggapnya dapat
mengganggu stabilitas nasional Mesir, dengan mengadakan tindakan penangkapan
dan penahanan yang akhirnya menyebabkan dia dikecam diseluruh dunia atas pelanggaran
HAM dalam tindakannya itu.

Pada tanggal 6 Oktober 1981,
Presiden Anwar Sadat kemudian tewas tertembak dalam sebuah parade militer oleh salah
seorang letnan dan pasukan pribadi Anwar sadat sendiri yang bernama Khaled
Islambuli yang ternyata merupakan salah satu anggota tentara Jihad Islam.
Jihad Islam tersebut merupakan sebuah organisasi muslim Mesir berhaluan
keras yang menentang perjanjian damai Mesir dengan Israel (Camp David). Khaled
Islambuli mengaku telah menembak mati orang yang dikawalnya itu dengan alasan
tak tahan melihat sikap Sang Presiden yang kebarat-baratan dan menghianati
harga diri negara-negara Arab. Setelah kepeninggalannya, 
Anwar Sadat kemudian digantikan
oleh Wakil Presidennya Husni Mubarak.


Sumber: Wawasan
Oleh: Halim*

Artikel Terkait