e-WawasanOm-Kota

Suku “Kaili” dalam Goresan Sejarah

                                             
Sulawesi, pulau ketiga terbesar di Indonesia, di dalamnya
terdapat beberapa suku daerah yang tergabung dalam 6 provinsi. Kaili adalah
salah satu suku besar yang terdapat di pulau Celebes ini. Selain Kaili, ada beberapa suku yang menghuni Provinsi
Sulawesi Tengah, seperti Dampelas,
Kulawi, Pamona dan masih banyak lagi. 

Sebagian besar
dari mereka sudah memeluk agama Islam, terutama yang menetap di daerah pantai,
sedangkan mereka yang tinggal di daerah pedalaman menganut agama Kristen atau
kepercayaan nenek moyang. Mereka mengakui bahwa mereka berasal dari satu nenek
moyang yang disebut Tomanuru,
yaitu orang yang menjelma dari suatu tumbuh-tumbuhan tertentu yang merupakan
titisan/jelmaan dari seorang dewa.

Di samping
penduduk asli, di Sulawesi Tengah juga terdapat suku bangsa pendatang, seperti
orang
Bugis dari selatan
serta orang G
orontalo dan Minahasa dari sebelah utara. Bahkan ada
sebuah catatan sejarah yang menyatakan, bahwa raja-raja dari sulawesi selatan
(seperti Bone, Gowa, dan Luwu) pernah lama berkuasa di Sulawesi Tengah,
sehingga sampai dewasa ini masih terlihat adanya peninggalan-peninggalan unsur
budaya yang memiliki ciri-ciri Bugis-Makassar, seperti bentuk rumah, adat istiadat,
perkawinan, tata cara bertani, sistem kekerabatan, sistem mata pencaharian
hidup, dan sebagainya.

Hubungan
dengan suku-suku bangsa yang berasal dari sulawesi selatan membawa pengaruh
pula dalam hal agama, dalam hal ini agama Islam yang menjadi agama mayoritas
penduduk sulawesi tengah. 

Bukti sejarah menyatakan bahwa masuknya agama Islam
ke Sulawesi Tengah berasal dari daerah Minangkabau melalui Makassar, yang
dibawa oleh seorang mubalig pada saat sedang berdagang. Diperkirakan masuknya
agama Islam ke Sulawesi Tengah pada abad XVII, yang mana saat itu penduduk
setempat masih memeluk kepercayaan nenek moyang yaitu
animisme dan dinamisme.

Orang
Kaili pada masa lalu mengenal beberapa lapisan sosial, seperti golongan raja
dan turunannya (madika), golongan bangsawan (to guru nukapa), golongan orang
kebanyakan (to dea), golongan budak (batua). Selain itu mereka juga memandang
tinggi golongan sosial berdasarkan keberanian (katamang galaia), keahlian
(kavalia), kekayaan (kasugia), kedudukan (kadudua) dan usia (tetua).

Di masyarakat
Sulawesi Tengah dikenal adanya sistem kepemimpinan formal, dan informal.
Kepemimpinan formal dalam desa di daerah Sulawesi Tengah dikepalai oleh seorang
kepala desa. Kepala desa ini dalam menjalankan tugas-tugasnya dibantu oleh sekretaris
desa, kepala urusan-urusan dan kepala dusun. Kemudian kepemimpinan secara
informal diketuai oleh kepala adat dan anggota adat lainnya (tokoh-tokoh adat),
pemuka-pemuka agama (para ulama, imam dan pembantu-pembantunya), dan
organisisasi sosial kemasyarakatan seperti organisasi pemuda, organisasi
wanita, dan sebagainya.

Meskipun
masyarakat Sulawesi Tengah mendapat banyak pengaruh kebudayaan dari luar, namun
pendidikan moral dan agama masih terus dilaksanakan baik di dalam maupun di
luar lingkungan keluarga. Demikian pula walaupun masyarakat Sulawesi Tengah
menerima banyak pembaharuan dari unsur-unsur kebudayaan luar, namun secara
keseluruhan mereka dapat mempertahankan ketradisionalan dalam unsur-unsur
kebudayaan yang dimiliki.

Nilai hidup
suku kaili
 merupakan realisasi
kebersamaan mereka dalam menghadapi suatu kerja, yang manifestasinya dapat
terlihat dalam segala aktivitas hidup sehari-hari, seperti bantu-membantu dalam
suatu pekerjaan besar yang membutuhkan banyak tenaga kerja, memberi pertolongan
kepada keluarga yang sedang dirundung musibah, serta kegiatan-kegiatan lainnya
yang akan lebih cepat terselesaikan jika dikerjakan bersama-sama.

Demikian pula
dalam masyarakat dikembangkan dengan sopan santun dalam hubungan kekerabatan,
misalnya bagaimana harus bersikap, berkata-kata dan bertindak terhadap orang
tua atau mereka yang lebih tua usianya dalam kehidupan sehari-hari. Pada
umumnya mereka yang tergolong muda harus bersikap sopan dan hormat kepada
golongan yang lebih tua usianya, serta mereka yang berasal dari golongan yang
lebih tinggi status sosial dan kedudukannya dalam masyarakat. Sebaliknya,
golongan tua harus dapat bersikap hati-hati dalam memberikan contoh yang baik
untuk diteladani oleh para generasi muda.

Sumber; Wawasan
Oleh; Aan tajamu

Artikel Terkait