Ilustrasi Penjara (Sumber: bantenhits.com) |
Wawasan, Kairo— “Untuk Masisir (Mahasiswa Indonesia di Mesir), jangan mudah percaya, tapi untuk tidak ditipu itu susah, karena ini sudah banyak terjadi,” ungkap Korban pembacokan (SH) kepada kru Wawasan, Kamis (3/9).
Setelah persidangan ditangguhkan selama 2 bulan, kasus yang berawal dari pengusiran dan berakhir dengan pembacokan salah satu Masisir ini mendapatkan titik terang. Pelaku pembacokan (RF) berkewarganegaraan Mesir divonis satu tahun penjara.
Selaku perwakilan dari sekretariat almamater IKA Al-Ikhlas Mesir yang diusir, AZ mengungkapkan bahwa ia sempat putus asa kemarin, karena proses pengadilan ditangguhkan selama dua bulan dengan alasan Covid-19, tapi ketika AZ menghubungi pengacara via Whatsapp, pengacara utusan KBRI tersebut berkata “Laqad tamma al-hukmu alalladzi qama biddharbi bilhabsi limuddati sanah (Pelaku telah divonis penjara selama satu tahun)”.
Hal tersebut membuat AZ agak lega.
AZ sebagai salah satu mahasiswa di Universitas al-Azhar Kairo itu sebenarnya kasihan dengan pelaku.
“Satu tahun itu sudah sebanding dengan perkara pembacokan itu, apalagi beliau punya istri dan anak-anak, kami juga kasihan walaupun kami juga tetap emosi,” jelas AZ.
AZ selaku salah satu korban penipuan menghimbau agar Masisir jangan mudah percaya dengan orang lain, meskipun itu sesama orang Indonesia, “Kemarin kami terlalu percaya karena istrinya berkewarganegaraan Indonesia, padahal kadang manusia manis di depan ternyata pahit di belakang,” imbuh AZ.
“Sebenarnya al-dam bi al-dam (darah dibalas dengan darah) tapi sekarang ada hukum dan kita hidup di negara hukum, walau sebenarnya bukan hanya pembacokan, saya dilempar sepeda anak kecil, hampir dikurung dan dipukuli, teman saya (DP) kepalanya dipukul menggunakan pipi pisau, “ tambah AZ.
AZ mengaku bahwa pelaku (RF) mengajak tanazul (mencabut gugatan), tapi AZ mengatakan bahwa itu tergantung SH sebagai korban pembacokan, “Masalah tanazulitu tergantung (SH) selaku korban pembacokan, tapi kalau saya pribadi ditanya (tanazul) itu tidak perlu, lebih baik dipenjara agar memberi efek jera,” ungkap AZ.
Ketika kru Wawasan bertanya kepada SH tentang tanazul, SH berkata bahwa ia ikut keputusan penghuni rumah (yang sudah diusir) itu. “Saya mengikut pada jamaah yang di rumah itu, kalau mereka mau tanazul, yah tanazul, tapi kalau mereka memilih agar pelaku dipenjara, yah tetap dipenjara,” imbuh SH.
“Dulu waktu saya masih baru datang (2015) semua simsar (Penanggung Jawab Gedung) baik-baik, tidak ada penipuan, apalagi kebanyakan Masisir dulu tinggal di daerah Hay Asyir, semenjak kedatangan mahasiswa yang membludak dan kebanyakan tinggal di Darrasah, mulailah simsar-simsar yang tak bertanggungjawab menjadikannya lahan bisnis,” pungkas SH kepada kru Wawasan.
Farhan Aziz Wildani selaku Presiden PPMI sudah merencanakan tindakan yang bisa meminimalisir kejadian-kejadian penipuan oleh pihak Simsar. “Ada sebuah tindakan yang ingin kami berlakukan di Mesir ini, nanti teman-teman yang ingin menyewa rumah harap meminta surat rekomendasi entah itu dari kekeluargaan ataupun dari PPMI untuk meminimalisir kejadian-kejadian seperti yang telah terjadi,” ungkap Farhan.
“Kami juga lagi berusaha masuk ke Parlemen dan Idarah Riayah al-Tullab (Kantor Pengayoman Mahasiswa) untuk melaporkan kejadian-kejadian khususnya yang terkait tentang (tempat) tinggal dari Mahasiswa Indonesia (di Mesir).” tambah Farhan.
(AZ) sangat mengapresiasi semua elemen-elemen yang telah membantu “Presiden PPMI kemarin alhamdulillah sangat membantu, cepat datang pas ada masalah. Pihak KBRI terutama Pak Amin langsung datang untuk menjemput (SH) di sel. Pengacaranya juga alhamdulillah membantu cuma komunikasi pengacaranya saja yang kurang lancar,” ungkap AZ kepada kru Wawasan. (Arman)