Students Dialoge Community (Gambar: Dok. Wawasan) |
Wawasan, Kairo—Khairil Ansyari, Aktivis Sosial Pelajar mengharapkan kepada OIAA (Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar), Kemenag dan Pusiba (Pusat Studi Islam dan Bahasa Arab) agar memperketat seleksi camaba ke Mesir. “Kita berharap adanya sebuah regulasi baru tentang standar pengiriman mahasiswa baru, kalau bisa kita kembali seperti dulu lagi” ungkapnya dalam acara SDC (Student Dialogue Community). Ia menganggap tes seleksi untuk ke Al-Azhar terlalu dipermainkan, hanya karena memiliki uang mereka bisa pergi ke Mesir, dan inilah menurutnya yang membuat hilangnya akhlak azhari dari diri seorang Masisir (Mahasiswa Indonesia di Mesir). “OIAA, Pusiba dan orang-orang yang bertanggungjawab dalam hal ini sebaiknya kalau mau rusak generasi bukan gini caranya” lanjutnya.
Membludaknya mahasiswa Indonesia yang ingin melanjutkan studinya di Mesir menjadi polemik tersendiri bagi beberapa pihak; dalam hal ini OIAA Indonesia sebagai organisasi yang mengurus pemberkasan mahasiswa, PPMI Mesir yang mengayomi Masisir (Mahasiswa Indonesia di Mesir), juga pejabat konsuler yang mengurusi izin tinggal (visa) mahasiswa. Hal ini menjadi salah satu fokus pembicaraan dalam SDC (Student Dialogue Masisir) di Auditorium Wisma Nusantara, Rabu (7/10).
Terhitung sejak 5 tahun terakhir, ada sekitar 20.000 mahasiswa Indonesia di Mesir. Presiden PPMI, Farhan Aziz Wildani dalam hal ini mengungkapkan “Semakin banyak orang, semakin banyak problem yang timbul, yang pada akhirnya berdampak kepada beberapa faktor seperti administrasi, keamanan, dan sosial”.
“Ini menjadi sebab tersendatnya segala macam ijroat sehingga mengalami keterlambatan dan pada akhirnya mempengaruhi dokumen penting terutama dokumen izin tinggal” ungkap Absil Abdul Rahman, sebagai salah satu panelis dalam SDC tersebut. Juga dari segi keamanan dan sosial sebagaimana dikatakan Presiden PPMI bahwa dalam periodenya saja sudah ada 17 kasus sosial dan 4 kasus keamanan yang terjadi. Bahkan menurut data dari DKKM (Dewan Keamanan dan Ketertiban Masisir), ada 33 kasus dalam 2 tahun terakhir ini.
Dari sanalah latar belakang beberapa panelis mengharapkan adanya regulasi dan standarisasi baru dalam penerimaan Camaba, dalam hal ini membatasi mahasiswa baru yang akan datang ke Mesir, seperti mengadakan ujian qabul sebelum ujian tahdid di Pusiba. Namun, Direktur Pusiba (Pusat Studi Bahasa Arab) jakarta menyatakan bahwa jumlah yang bisa diberangkatkan ke Mesir itu tidak dibatasi, “saya siapa mau membatasi orang untuk belajar? Selama mereka dapat sertifikat pengakuan (dari Pusiba) mereka bisa ke Mesir” tuturnya dalam diskusi yang dihubungi melalui daring tersebut.
Hal senada juga disampaikan Presiden PPMI ketika ditanya hal tersebut, “jikalau ini bukan ranah Pusiba, apalagi PPMI Mesir, itu bukan ranah kami (pembatasan Camaba tersebut), bahwasanya ini juga adalah ketentuan Al-Azhar itu sendiri, karena Al-Azhar tidak membatasi kuota”. Namun, Perwakilan OIAA Indonesia di Mesir, Mukhlason Jalaluddin Lc., MM. dalam hal ini setuju dengan adanya standarisasi mahasiswa seperti apa yang berhak belajar ke Mesir. “Terkait dengan pembatasan, ketika tahun 2006 diadakan seleksi oleh kemenag itu banyak menuai kontra karena kemenag dianggap membatasi orang belajar ke Al-Azhar, kemenag mengatakan “kami tidak membatasi jumlahnya, siapapun yang lulus seleksi silahkan berangkat. Artinya yang dibatasi di sini adalah kemampuan akademik dan kemampuan bahasa arabnya” ujar Mukhlason. (Azhar)