Ilustrasi Santri Tidak Berakhlak (Gambar: Gramho.com) |
Wawasan, Kairo- “Misalnya santri itu berakhlak mulia, kalau ada lulusan pondok pesantren yang akhlaknya tidak baik, kita lihat dulu apakah tidak baik itu faktor ketidaksengajaan atau faktor yang disengaja, kalalau ketidaksengajaan artinya khilaf, kalau itu (maka) bisa kita maafkan. Tapi kalau kemudian itu dengan sengaja, maka itu sudah tak layak lagi disebut santri, karena sudah menyimpang dari ciri dari santri itu sendiri” ungkap Lukman Hakim Saifuddin ketika menjawab pertanyaan dari salah satu hadirin Webinar Hari Santri Nasional PPIDK Timtengka.
Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama periode 2014-2019 sekaligus pembicara dalam webinar ini menjelaskan, bahwa hilangnya nilai-nilai itu adalah sesuatu yang tak terelakkan dan tak terhindarkan. Menurut Lukman, faktor dari penyimpangan ini bisa sangat kompleks dan harus dilihat satu persatu, seperti dari lingkungan. “Kita bisa sangat disiplin jika kita berada di lingkungan yang disiplin, sebaliknya, kita bisa larut menjadi tidak berdisiplin ketika lingkungan kita seperti itu.”
Selain menjelaskan bahwa tentang alumni pondok, Lukman juga berpendapat bahwa santri bukan hanya kaum muslimin yang berkesempatan mengenyam pendidikan di pondok-pondok pesantren,tetapi diperluas lagi secara umum yaitu mereka yang mendalami ilmu keislaman, memahami, menghayati dan mengamalkan sehingga berdampak pada perilakunya yang mencerminkan esensi dari ajaran islam itu sendiri dan mampu menebarkan rahmat bagi sesamanya.
Lukman Hakim Saifuddin (Gambar: Tribunnews.com) |
Webinar Hari Santri Nasional yang diadakan oleh PPIDK Timtengka dengan tema ‘Peran Santri di Era Revolusi Industri 4.0 Menuju Indonesia Golden Generation 2045’ ini dilaksanakan pada hari Jumat (23/10) secara daring di platform zoom dan youtube. Webinar ini mengupas tentang peran santri strategis dalam membangun bangsa dan negara, selain itu juga membahas peran santri dalam kemandirian ekonomi perbaikan moral bangsa. (Ibnu Hajar)