Nama Mukhlis Latasi sudah tidak asing lagi bagi Masisir yang aktif dalam bidang nasyid dan tilawah, karena prestasi yang ditorehkan dibidang nasyid dan tilawah sudah sulit dihitung. Nama lengkapnya Mukhlis bin Suniman Latasi yang akrab dipanggil Mukhlis, ia lahir pada tanggal 23 April 1992 di Sebatik – Kalimantan Utara. Kedua orang tuanya merupakan asli Sulawesi,
bapaknya dari Kaili – Sulawesi Tengah, dan ibunya dari Manado – Sulawesi Utara.
Ibunya merupakan seorang guru dan bapaknya seorang pendakwah. Ia merupakan anak
pertama dari 4 saudara dan saudarinya yaitu Mu’min, Muslim, Nurhikmah dan
Muslimah.
Masa Kecilnya
Suara emasnya memang sudah muncul dari dulu, ketika ia masih
kanak-kanak, ia suka ikut bernyanyi ketika mendengar lagu Hadad Alwi melalui
kaset yang sering didengarkan bapaknya. Kemudian bapaknya mengetahui bahwa
Mukhlis memiliki bakat bernyanyi, sehingga bapaknya membeli microphone karaoke
untuk Mukhlis kecil.
Suara yang merupakan mauhibah dari Tuhan selalu ia latih pada
saat itu, hingga piala-piala yang didapatkan dari lomba azan memenuhi
lemarinya. Kemudian pada saat kelas 5 SD ia mulai mengikuti lomba tilawah, ia
pun juga sering juara.
Al-Khairaat Tulen
Pak Suniman (Bapak Mukhlis) merantau di Sebatik – Kalimantan
Utara karena diamanahkan oleh pengasuh Pesantren Al-Khairaat Pusat Palu untuk
mengabdi dan berdakwah di Sebatik. Awalnya di daerah sana masih sedikit
sekolah-sekolah, bahkan sekolah Islam pun belum ada, sehingga pak Suniman
mencari kayu-kayu di hutan lalu membangun Madrasah Ibtidaiyyah (MI) Al-Khairaat
Sebatik yang merupakan cabang dari Al-Khairaat Palu.
Mukhlis merupakan salah-satu dari alumni MI Al-Khairaat yang
dibangun oleh jerih payah bapaknya sendiri. Dikarenakan di Sebatik belum ada
pondok pesantren tingkat SMP, ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di
MTs Al-Khairaat Tanjung Selor – Kalimantan Utara.
Setelah tamat MTs, ia sangat bercita-cita melanjutkan
studinya di Negara Yaman, sehingga ia mengikuti tes untuk kesana. Ternyata
Mukhlis dinyatakan lulus, akan tetapi ia tidak dapat pergi ke Negeri Para Habib
tersebut dikarenakan umurnya belum mencukupi dan orang tuanya belum
mengizinkan, hingga ia melanjutkan studinya di MA Al-Khairaat Tanjung Selor.
Dilema antara Yaman atau Mesir
Ketika tamat dari Madrasah Aliyah, Mukhlis masih memiliki
keinginan yang besar untuk ke Yaman. Pimpinan Pondoknya, Habib Muthahhar
Al-Jufri sangat merekomendasikannya untuk ke Yaman. Namun setelah Habib
Muthahhar mengobrol dengan salah-satu senior Himpunan Keluarga Mahasiswa
Al-Khairaat (HIKMAT) Mesir, Habib Muthahhar tiba-tiba merekomendasikan Mukhlis
untuk ke Mesir dan menyuruhnya untuk ikut tes di Banjarmasin, dan Mukhlis menaatinya
walaupun belum ada ketertarikan untuk ke Mesir waktu itu.
Mukhlis dan kedua temannya di pesantren pun mengikuti tes
seleksi ke Mesir tahun 2009 yang diadakan di Banjarmasin. Namun ketika
pengumumannya terbit, Mukhlis lulus seleksi tetapi kedua temannya belum
mendapat kejelasan, jadi ia memutuskan menunggu temannya untuk mengurus lagi.
Pihak broker menghubunginya untuk berangkat di tahun itu, akan tetatpi ia
memilih menunggu temannya untuk berangkat bersama. Namun pada tahun 2010,
status kedua temannya masih belum jelas hingga ia memutuskan berangkat.
Ketika ia sampai di Mesir, ia terdaftar di Universitas
Al-Azhar Mansoura (salah satu daerah di Mesir). Tapi karena kecintaannya dengan
masjid Al-Azhar yang terletak di Kairo, ia memutuskan untuk pindah ke
Universitas Al-Azhar Kairo pada tahun keduanya di Mesir. Ketika itu Syekh Ali Jum’ah
masih aktif turun ke masjid Al-Azhar untuk mengisi talaqqi (pengajian).
Jadi setelah shalat subuh, mukhlis langsung naik bis 80 coret dari Al-Hay
Asyir (daerah tempat tinggalnya) ke masjid Al-Azhar, yang ketika itu sewanya
setengah pound Mesir. Selain Syekh Ali Jum’ah, Syekh Amr Al-Wardani dan Syekh Usamah
Al-Azhari juga aktif mengajar di Masjid Al-Azhar, bahkan Habib Umar bin Hafidz
juga diundang ngajar di masjid Al-Azhar pada saat itu, dan di situlah tumbuh
rasa cintanya terhadap Mesir saat itu.
Meraih Banyak Prestasi
Mukhlis tidak henti-hentinya untuk melatih suaranya, bahkan
ia pernah belajar maqamat al-sautiyah pada Ustaz Muhammad Yaseen
Almarashli selama 4 tahun. Hasil tak pernah menghianati usaha, banyak prestasi
yang telah ia raih baik tingkat nasional maupun internasional.
Pada tahun 2011, ia mewakili KKS dan juara 2 dalam lomba
tilawah yang diadakan oleh PPMI Mesir. Tahun 2019, ia juara 1 MTQ International
Antar Pelajar Asing di Mesir. Kemuadian pada tahun 2021, ia berhasil meraih
juara 1 dalam ajang madaah Rasul di salah satu stasiun televisi asal Saudi
Arabia, dimana ia bersaing dengan 183 peserta dari berbagai Negara.
Sosok yang bercita-cita menjadi guru tersebut juga sering
tampil nasyid dan tilawah di stasiun televisi asal Mesir, seperti qanat
al-ula, qanat as-saniah, qanat an-nas. Selain itu, ia juga
sering dipanggil stasiun radio.
Mukhlis Latasi (Gambar: Qanat Iqra’ Al-Fadhaiyyah) |
Aktif Organisasi
Tentunya pada tahun pertama kedatangan, mahasiswa baru sibuk
untuk mencari organisasi-organisasi yang sesuai dengan minatnya. Tidak berbeda
dengan Mukhlis yang mencari organisasi yang sesuai dengan bakatnya dari kecil
yaitu tilawah. Ketika ia mendengar keberadaan Ikatan Persatuan Qori-qoriah
Indonesia (IPQI) Mesir, ia langsung masuk apalagi salah-satu pendiri dari IPQI
Mesir adalah senior KKS (Kerukunan Keluarga Sulawesi) yaitu Ustaz Haras Baco,
selain itu banyak juga anggota KKS yang aktif di IPQI ketika itu.
Beberapa tahun setelah menjadi keluarga dari IPQI Mesir, ia
diamanahkan menjadi Ketua IPQI pada tahun 2013. Selain itu ia juga aktif di
almamaternya yaitu HIKMAT Mesir, bahkan ia juga menjadi ketua HIKMAT Mesir
(2016/2019).
Kegiatan Sehari-hari
Sambil melanjutkan Studi S2nya di Universitas Al-Azhar Kairo,
Mukhlis sekarang juga mengajar baca Al-Quran di Online Learning Qur’an. Sesuai
dengan cita-citanya, ia sangat ingin menjadi seorang guru, karena menurutnya, membentuk
generasi sangat diperlukan zaman ini, sekaligus ingin menjadi orang yang
bermanfaat bagi orang lain. (Arman)