EsaiOpini

Tauhid Versus Pandemi

{Oleh: A. Rahmat Hidayat (Mahasiswa IAT semester VII)}

Ilustrasi (Gambar: source JawaPos.com)

 

Pandemi COVID-19 yang saat ini melanda dunia, tak terkecuali negara Indonesia. Kemunculan virus ini datang dengan cepat dan berada di luar prediksi para ilmuan. Selain itu, virus yang disebutkan oleh para ilmuan muncul pada 2019 ini juga membuat kepanikan di berbagai belahan dunia. Mulai dari kepanikan akan terpapar virus, hingga hal-hal yang bersifat dampak ektern dari virus itu sendiri seperti hilangnya pekerjaan, dampak psikis hingga kelaparan.

 

Kekhawatiran akan tertapar virus ini membuat pemerintah negara-negara dibelahan dunia mengambil tindakan. Mulai dari lock down (penutupan aktivitas keluar masuk daerah atau negara), pemeriksaan ketat terhadap WNA, pembatasan aktivitas luar ruangan dan sebagainya. Hal ini diupayakan guna menekan angka kematian akibat paparan virus.

 

Kemunculan Covid-19 secara tiba-tiba yang membuat kepanikan dimana-mana merupakan kehendak Allah Swt. Dimana ketika Sang Maha Kuasa berkehendak maka sesuatu apapun akan tercipta. Hal ini dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah/2: 117

بَدِيعُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ وَإِذَا قَضَىٰٓ أَمۡرا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ

Terjemahnya

Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: “Jadilah!” Lalu jadilah ia.

 

 

Keyakinan akan sifat Allah yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta tertuang dalam Tauhid. Secara spesifik, tauhid terbagi menjadi tiga, yaitu tauhid rububiyyah, ilahiyyah dan asma’ wa sifat. Dimana sifat Allah Yang Maha Pencipta merupakan bagian dari tauhid rububiyyah.

 

Tauhid rububiyyah adalah keyakinan dalam mengesakan Allah dalam hal perbuatan-perbuatan-Nya, seperti menciptakan, memberi rezeki, mengatur segala urusan, menghidupkan, mematikan dan sebagainya. Keyakinan tersebut menjadi yang paling utama dibandingkan tauhid uluhiyyah dan asma’ wa sifat kendati sama-sama wajib. (QS. Al-Baqarah/2: 258), Ayat tersebut mengisahkan perdebatan antara Nabi Ibrahim dengan Raja Namrud. Namun, jika ditelaah lebuh lanjut, maka secara tersirat ayat ini juga memberikan pemahaman tauhid rububiyyah. Hal tersebut ditemukan dalam kalimat pembelaan Khalilullah terhadap sifat-sifat ke�-Maha Kuasaan Allah dalam perbuatan-Nya.

 

Ketauhidan yang diyakini oleh umat Islam merupakan pondasi atau tameng dalam menghadapi sifat-sifat syirik. Dalam tauhid rububiyyah sendiri terdapat aspek-aspek yang harus diterapkan dalam kehidupan. Hal tersebut sangatlah urgen guna mengatasi permasalahan-permasalahan keimanan yang kian kompleks ditengah wabah yang masih bergejolak.

 

Pandemi COVID-19 masih melanda negara-negara diberbagai belahan dunia. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah guna meminimalisir korban akibat terpapar virus. Mulai dari penutupan akses suatu wilayah, menyeru masyarakat mematuhi protokol Kesehatan hingga melakukan vaksinasi. Akan tetapi, tanda-tanda berakhirnya pandemic masih belum terlihat.

 

Kepanikan masyarakat saat ini bukan hanya akibat adanya virus berbahaya, akan tetapi kebutuhan ekonomi juga sulit dipenuhi akibat dibatasinya aktifitas luar ruangan. Pemerintah telah berupaya mencukupi kebutuhan masyarakat dengan menyalurkan berbagai bantuan. Begitun kaum dermawan dari berbagai instansi atau lembaga juga melakukan hal yang sama. Akan tetapi, semua itu masih tetap tidak mampu menolong semua masyarakat yang di PHK, kehilangan usaha dan masyarakat miskin.

 

Usaha-usaha yang telah disebutkan diatas tergolong ikhtiar. Dalam islam sendiri, usaha manusia haruslah dibarengi dengan tawakkal (doa) kepada Sang Maha Pencipta. Kekuatan tawakkal pun juga harus beriringan dengan ketauhidan yang kukuh hanya kepada Allah SWT semata. Hal ini disebutkan dalam QS. Ali Imran/3: 159. Ayat tersebut menjelaskan tentang kecintaan Allah SWT kepada orang yang bertawakkal kepada-Nya. Akan tetapi, sebelum menyerahkan urusan kepada Allah dalam ayat ini dijelaskan pula perintah untuk melakukan berbagai hal yang merupakan implementasi dari tauhid rububiyyah. Hal-hal yang dimaksud adalah berlemah lembut, memaafkan dan bermusyawarah yang merupakan wujud hakiki dari nilai-nilai tauhid. Dan menurut penulis nilai yang terkandung di dalam tauhid rububiyyah  antara lain; (1).Keyakinan atas Ciptaan Allah. (2). Nilai kedua yakni Allah Yang Maha Mengatur Segala Urusan. (3). Nilai ketiga Keyakinan akan Hikmah Dibalik Penciptaan Allah

 

Ø Antara Tauhid dalam lingkaran Pandemi

Berdasarkan beberapa nilai-nilai tauhid rububiyyah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis merumuskan beberapa terapan (implementasi) dari hal tersebut, yaitu sebagai berikut.

 

1. Ikhtiar Menghadapi Pandemi Harus Diperketat

Sebelum menyerahkan diri sepenuhnya urusan atau keputusan kepada Allah Swt, ikhtiar merupakan hal yang harus dilakukan terlebih dahulu. Diantara usaha yang dapat dilakukan guna mencegah penyebaran COVID-19 adalah dengan mengikuti anjuran pemerintah untuk mematuhi protokol kesehatan berikut.

a. memakai masker,  d. memakai hand sanitizer,

b. menjaga jarak dari orang lain, e. mencuci tangan, dan

c. mencuci tangan, f. melakukan vaksinasi.

 

2. Keyakinan Terhadap Rezeki yang Tidak Terhalang oleh Wabah

 Keyakinan bahwa Allah Yang Maha Pemberi Rezeki juga merupakan bagian inti dari tauhid rububiyyah. Rezeki merupakan hal yang telah Allah atur bahkan sebelum manusia diciptakan. Oleh karena itu, kekhawatiran akan terhalangnya rezeki akibat wabah dan aktivitas yang dibatsi perlu dihilangkan. Jikalau pekerjaan satu hilang akibat wabah, keyakinan akan adanya sumber rezeki dijalan atau arah yang lain merupakan salah satu wujud dari nilai tauhid rububiyyah.

3. Tawakkal Terhadap Kondisi yang Berada dalam Ranah Ketuhanan

Segenap ikhtiar yang telah dilakukan oleh manusia pada akhirnya akan berakhir sia-sia apabila Allah tidak menghendaki pandemi berakhir. Oleh karena itu, tawakkal kepada-Nya merupakan jalan yang dapat ‘mempermulus’ ikhtiar manusia. Dengan giat dan menambah dzikir kepada-Nya keniscayaan akan berakhirnya pandemi dapat lebih memungkinkan.

 

4. Optimisme akan Hikmah Dibalik Pandemi

Seperti yang telah dijelaskan dibagian sebelumnya, ciptaan Allah tidak ada yang sia-sia. Bahkan kehadiran COVID-19 tak sepenuhnya menjadikan setiap orang menjadi kesusahan. Diantara contoh konkretnya adalah sebagai berikut.

a. Pemanfaatan teknologi yang lebih tereksplor, dimana kini belajar ataupun bekerja dapat dilakukan dari rumah.

b. Kesempatan orang tua untuk mendapatkan amal jariyah yang kini dituntut untuk membimbing dan mengajari anak sendiri.

c. Bimbingan kepala keluarga kini dapat lebih intens terhadap anak-anaknya sebagai sisi positif dari work from home (bekerja dari rumah).

d. Kemudahan siswa maupun mahasiswa dalam melakukan dua hal dalam waktu bersamaan, yaitu sekolah atau kuliah dari rumah dan membantu pekerjaan orang tua.

 

Selain beberapa hikmah yang dapat dirasakan secara langsung saat ini, kemungkinan hikmah besar lainnya akan terungkap di masa yang akan datang. Oleh karena itu, implementasi nilai-nilai tauhid rububiyyah sangat penting dalam menghadapi pandemi guna mencegah kepanikan yang berlebihan. Akan tetapi, ikhtiar dalam menghadapi pandemi juga tak dapat dilupakan karena kedua hal ini harus berjalan beriringan.  

 

Sehingga pada akhirnya situasi pandemi COVID-19 haruslah dihadapi dengan ketauhidan yang terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, suatu ujian atau cobaan tak semata-mata hanya dapat dihadapi dengan usaha manusia. Terdapat aspek-aspek ilahi yang tidak boleh dilupakan. Tawakkal dan ikhtiar harus berdampingan dalam menghadapi suatu masalah.

 

 

Artikel Terkait