Oleh: Muhammad Alim Nur
Universitas Al-Azhar (Gambar: dok Wawasan) |
Beberapa hari belakangan, Mahasiswa
Indonesia di Mesir (Masisir) digegerkan dengan diluncurkannya Surat
Rekomendasi dari PPMI Mesir yang menekan tingkat kuantitas Calon
Mahasiswa Baru (Camaba) ke Mesir dan regulasi keberangkatan
mereka. Banyak pihak yang setuju dengan itu, tetapi tak sedikit juga yang
menolak. Alasan tidak setujunya, orang ingin belajar kok dilarang. But
it’s okay, itu jika ditinjau dari segi akademis. Tapi bagaimana dengan
dampak sosial yang akan timbul?
Di sinilah
saya melihat ada fenomena yang
sangat dilematis yang akan
dihadapi oleh Camaba, salah
satunya adalah susahnya ijroat
(administrasi pendaftaran) di
kuliah. Lah, kok bisa ijroat di kuliah susah? Begini, pengurusan
administrasi di Universitas Al-Azhar itu masih terbilang sangat manual. Dengan
banyaknya jumlah Camaba asal Indonesia tahun ini, ditambah lagi kedatangan
mereka yang sangat mendekati waktu ujian, bukanlah hal yang tidak wajar ketika
proses ijroat susah.
Lantas,
bagaimana nasib Camaba 2022 perihal problematik yang saat ini sedang mereka
hadapi tersebut? Apakah ada yang keliru dari regulasi keberangkatan,
sehingga membuat mereka sangat terlambat datang ke Mesir, dan menyulitkan
proses administrasi pendaftaran?
Haruskah Camaba Ijroat Tahun Depan?
Sudah
kita ketahui bersama, bahwa setiap tahun proses ijroat itu selalu
dihadapkan dengan kenyataan ‘harus antre’, dan rata-rata yang mengalami hal
tersebut adalah Camaba. Meskipun saat ini sistem pembayarannya sudah diperbarui
oleh pihak syuun, saya tidak mungkin menafikan ‘harus antre’ itu.
Hal
ini menjadi masalah serius yang terjadi selama bertahun-tahun. Meskipun
kemarin, proses ijroat sudah dipermudah oleh pihak syuun, tetap
saja realitas yang terjadi masih banyak Camaba yang tidak sempat mengikuti
ujian.
Banyak
faktornya: datang ke Mesir sehari sebelum ujian, sehingga ijroat pun tak
sempat; sudah melakukan ijroat, tapi karena roqm julus (No.
Identitas Mahasiswa) belum keluar pada hari ujian, akhirnya dia tidak bisa
mengikuti ujian; ada juga yang lebih memilih untuk tidak ijroat,
dikarenakan waktu yang tersedia semepet ini.
Apakah
Camabanya salah? Tentu tidak. Coba bayangkan, Anda dihadapkan dengan keadaan
yang benar-benar baru, di negeri asing yang baru dimasuki, belum lagi pusing
dengan banyak hal, seperti beli perlengkapan buat musim dingin, harus
mempersiapkan diri belajar untuk mengikuti ujian, lalu harus melakukan proses ijroat
dalam waktu sesingkat itu? Hanya beberapa orang saja mungkin yang mentalnya
kuat bisa menghadapi hal tersebut.
Selain
itu, banyak juga dari para senior yang waktu belajarnya tertunda dikarenakan
harus mengurus dan membantu semua urusan teman-teman Camaba. It’s okay,
tidak masalah menurut saya, itu bisa kita jadikan wasilah kelulusan buat ujian.
Tapi lagi-lagi hemat saya, pihak yang bertanggungjawab terhadap ini harusnya
lebih profesional lagi dalam memperhatikan hal-hal detail seperti ini. Jangan
sampai gara-gara ‘mereka’, banyak pihak yang dirugikan.
(Gambar: hipwee.com) |
Fenomena
Aneh; Ada Pihak Tak Bertanggungjawab
Ahad kemarin, beberapa Camaba meminta istimarah tahlil dam (Formulir
Tes Darah) di Syu’un Tullab (Kantor Administrasi). Ironisnya, pihak Syu’un enggan untuk memberikan
formulir tersebut karena nama
mereka tidak ada dalam daftar Camaba
Al-Azhar yang dikirimkan oleh pihak Pusat Studi Islam dan
Bahasa Arab (Pusiba). Syaratnya harus tertulis najih (lulus) dan ada tanda bukti bahwa yang bersangkutan telah menempuh pendidikan Darul
Lugah (Kelas Bahasa) di Pusiba.
Membingungkan,
bukan? Padahal katanya daftar
itu dikirim dari Pusiba. Setelah
itu, pihak Syu’un mengarahkan
untuk menanyakannya ke Hay Sadis, Markaz Syekh Zayed. Sesampainya di sana, ternyata kejadian
yang sama terulang kembali, ada beberapa nama yang tidak tertulis di daftar itu.
Anehnya, nama yang tertulis di Syu’un,
tidak tertulis di Markaz Syaikh Zayed, begitu pun sebaliknya. Kok bisa ada dua data yang berbeda? Selepas
itu, para Camaba coba memperlihatkan
sebuah berkas berbentuk PDF yang didapat dari Pusiba, tapi tetap ditolak. Mereka sudah mengontak
gurunya yang ada di Pusiba, nihil! Tidak ada respon katanya.
Ini semakin menarik sekaligus
membingungkan menurut saya. Siapa pihak yang bertanggung jawab atas kejadian ini sebenarnya? Pusiba?
Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA)? Ataukah Kementerian Agama? Tentu
saya sendiri belum bisa menyalahkan salah satu dari instansi ini.
Ada
Sesuatu yang Menyimpang!
Saya tidak mau berspekulasi tentang siapa
yang bertanggung jawab atas keterlambatan Camaba Al-Azhar. Akan tetapi, saya lebih cenderung untuk menyoroti tentang regulasi keberangkatan
mereka ke Mesir. Sejauh ini
saya melihat, jalurnya sudah sedikit menyimpang dari beberapa tahun
sebelumnya. Bagaimana bisa? Mari kita bahas.
Sebelum adanya Pusiba, pemberangkatan camaba
ke Mesir aman-aman saja, tidak pernah ada yang namanya “terlambat ke Mesir”,
apalagi tidak bisa ijroat karena namanya belum turun dari Darul Lugah.
Semua kata itu belum ada, karena dikoordinir oleh Kemenag RI, semuanya satu
komando. Akan tetapi, dua tahun belakangan, jadwal keberangkatan Camaba menjadi tidak tentu.
Tahun sebelumnya, kedatangan Camaba
seminggu sebelum ujian. Beruntung waktu itu ujian sempat ditunda karena Covid-19, jadi ada banyak waktu untuk mempersiapkan ijroat.
Lah, tahun ini? Tiga hari sebelum ujian. Itu mau bikin konten apa mau ujian di Al-Azhar?
Sudah menjadi rahasia umum kalau di balik
semua ini, ada pihak yang
mempunyai kepentingan. Tapi setidaknya, mereka punya hati jika tetap ngotot tidak mau mengubah
regulasinya. Semua ini menjadi keresahan kita bersama dan beberapa elemen
penting Masisir, khususnya PPMI Mesir. Makanya jangan heran jika mereka mengeluarkan Surat Rekomendasi terkait
kedatangan camaba ke Mesir, karena
ini untuk kebaikan mereka.
Apalagi kedatangan para Camaba
tersebut beberapa hari sebelum ujian.
Saya mencoba membayangkan, bagaimana jika kedatangan mereka pas di hari ujian, nanti yang
jemput siapa? Masa iya mereka disuruh naik Uber ke Kekeluargaan, Mediator, ataupun Almamater?
Ya sudah, naik Uber saja, saya lagi ujian.
Mereka sebenarnya tidak meresahkan, tetapi waktu kedatangannyalah yang meresahkan.
Kita juga ingin belajar, Bos! Kasihan kalau rasib (tidak
lulus), tidak selesai tepat waktu,
nikahnya juga tertunda, yang harusnya nikah tahun depan, eh malah dua tahun
kedepan, untung-untung kalau tidak diambil orang. Hehe, tapi bukan itu
yang saya tekankan.
Maksud
saya, jika tetap mempertahankan regulasi
yang bobrok itu, maka saya mengusulkan kepada mediator dan kawan-kawannya agar Camaba setidaknya diberikan bimbingan dan pendalaman muqarrar
(diktat kuliah), jangan taunya
hanya cari tiket murah. Terserah
waktunya kapan, walauapun
hari ujian, yang terpenting adalah kesiapan materi itu. Apalagi sekarang muqarrar sudah bentuk PDF, jadi seharusnya sudah mudah
untuk diakses.
Selain itu, Camaba juga diberikan edukasi
terkait kondisi di Mesir; cuacanya yang tidak menentu, haromi-nya
(pencopet) yang selalu mengincar, dan simsar-nya (Penanggungjawab
gedung) yang selalu meminta bayaran lebih, juga tentang kelebihan dan
kekurangan Darul Lugah di Indonesia dan di Mesir.