Al-AzharEsaiFeatureMasisirMesir

Membuat Petani Menjadi Seorang Ulama, Sebuah Pengaruh Besar Sosok Ulama Tafsir Abad ke-20

Wawasan, Mesir—Beliau adalah Imam Mutawalli al-Sya’rawi. Semasa kecilnya, beliau sangat gemar bercocok tanam.
Bagaimana tidak, orang tua dari sosok ulama kelahiran 16 April 1911 M ini memiliki
lahan pertanian yang cukup luas. Ditambah lagi beliau dilahirkan di sebuah desa
yang memiliki pemandangan nan indah dengan dihiasi sebuah lahan pertanian dan
beberapa kebun jeruk, lemon, dan anggur. Desa ini terletak di Distrik Mith
Ghamr, Provinsi Daqahlia, yaitu desa Daqadus, desa yang juga terkenal dengan corak
religiusnya yang sangat kental. Desa tersebut terdapat banyak masjid dan
tempat-tempat ziarah maqam Waliullah. Hal ini menjadi support system
bagi sosok Imam Mutawalli al-Sya’rawi yang dikenal cerdas sejak kecil hingga
mampu menjadi sosok ulama besar yang dikagumi oleh banyak orang.

 

             Hingga muncullah harapan besar dari
sang ayah kepadanya untuk menyekolahkannya di Al-Azhar. Awalnya, beliau masih
meminta kepada ayahnya untuk mengurungkan niatnya tersebut. Karena ia sudah
memastikan setelah hafalan
Alqurannya
selesai, ia ingin menjadi pekerja sawah saja. Bahkan ia sengaja meminta kepada
ayahya untuk membelikan buku yang jumlahnya cukup banyak. Belum puas dengan
itu, ia memang tidak mau meninggalkan kampung halaman dan teman-teman sebayanya
yang suatu saat akan membuatnya rindu. Hal ini juga pernah disampaikan oleh Dr.
Usamah al-Azhariy pada sebuah acara di CBC (Capital Broadcasting Center), jaringan
televisi satelit di Mesir. Akan tetapi, akal-akalan Mutawalli a
l-Sya’rawi muda ini tidak membuat tekad sang
ayah menjadi hilang. Justru dengan tekad dan kedermawanannya, sang ayah
membelikan semua apa yang ia inginkan, bahkan lebih dari itu, seperti imamah
Al-Azhar, kakula (jubah
Al-Azhar), dan sepatu. Sang ayah mengabulkan semua permintaan anaknya agar ia
bisa melanjutkan pendidikannya di sana.

            

             Sudah menjadi kebiasan bagi
sebagian orang ketika mengidolakan sesuatu, misalkan artis, pasti ia akan
mengabadikan foto idolanya tersebut di kehidupannya. Misalnya, saya memiliki
teman perempuan yang sangat mengidolakan artis Korea, yaitu Lee Min Ho dengan
alasan karena ia memiliki wajah yang sangat ganteng. Di mana-mana pasti Lee Min
Ho. Saya pernah meminjam gadgetnya, eh wallpapernya juga itu lagi. Semua story
media sosialnya
baik itu
Facebook, Instagram, ataupun WhatsApp
sudah
jangan ditanyakan lagi
, pasti
tentang Lee Min Ho dengan emoticon love-nya itu. Dia sangat fanatik terhadap
artis pemeran Gu Jun-pyo dalam serial drama Korea yang berjudul “Boys Over
Flowers
” pada tahun 2009 itu. Begitulah sosok Imam Mutawalli a
l-Sya’rawi yang saya dapati di lingkungan
penduduk Mesir
, negeri kelahirannya. Akan
sering kita saksikan di microbus (angkutan umum) dan kios-kios kecil
, sebuah potret wajah beliau. Berangkat dari hal tersebut, saya menarik sebuah pemahaman
bahwa penduduk Mesir juga pasti memiliki alasan tersendiri kenapa begitu
mengabadikan sosok Imam Mutawalli
al-Sya’rawi.
Tapi, apa?

 

Poster Imam Mutawalli al-Sya’rawi di Sebuah Bus (Gambar: dok. Wawasan)

 

             Akhirnya,
muncullah sebuah pertanyaan dalam benak saya, “Siapa sebenarnya beliau?
Kenapa orang Mesir sampai seperti itu mengabadikannya?”
Bahkan bukan hanya
sebatas foto saja,  ceramah-ceramah
beliau pun sering kali saya dengar sekilas melalui radio penduduk setempat,
atau ketika naik taksi. Hingga memasuki awal tahun 2022, saya menyempatkan diri
untuk mengunjungi pameran buku yang diselenggarakan di distrik Tajammu Khamis.
Salah satu stan yang saya kunjungi adalah
stan Al-Azhar. Namun, secara tiba-tiba saya mendapatkan satu buku
berwarna hijau tua yang seakan memberikan kado spesial dalam menjawab rasa
penasaran saya selama ini. Buku tersebut ditulis oleh Prof. Dr. Muhammad Rajab
al-Bayoumi, salah satu anggota Islamic Researches Complex Al-Azhar
University
yang membahas tentang sosok Imam Mutawalli Asy-Sya’rawi, mulai
dari awal kelahirannya, kesitimewaanya, perjalanan hidup dan dakwahnya, hingga
pemikiran-pemikiran beliau. Penulis buku tersebut juga menyampaikan pada bagian
pengantar bukunya bahwa salah satu alasan menulis buku tentang Imam Mutawalli
Asy-Sya’rawi adalah karena banyaknya pertanyaan-pertanyaan dari mahasiswa
Universtias Al-Azhar terkait metode penafsirannya, retorika dakwahnya, dan
bagaimna posisi beliau terhadap permasalahan-permasalahan kontemporer. Dengan
buku tersebut, saya mendapatkan banyak manfaat dalam menjawab rasa penasaran
saya selama ini.

 

             Tapi setelah saya pikir-pikir,
kenapa saya tidak mencoba menanyakan langsung kepada penduduk Mesir saja terkait
sosok Imam Mutawalli asy-Sya’rawi itu sendiri. Rasanya akan berbeda jika saya
mengetahui sesuatu itu secara langsung dengan tidak langsung. Akhirnya, terniatlah
saya untuk melakukan wawancara santai. Keesokan harinya, saya langsung terjun
ke lapangan dengan penuh harap semoga rencana saya hari i
tu, Sabtu (13 Februari 2022) bisa
berjalan dengan lancar.

 

Potret Wajah Beliau Bersama Orang-Orang Penting di Mesir (Gambar: dok. Wawasan)

 

             Orang pertama yang saya wawancarai
adalah seorang laki-laki tua yang berprofesi sebagai tukang sapu di nafaq atau
terowongan penghubung antara masjid Al-Azhar dengan masjid Sayidina Husain.
Beliau sangat ramah, sangat gembira ketika saya memulai perbincangan pagi itu.
Dengan pertanyaan yang telah saya siapkan, saya mencoba menanyakan bagaimana menurutnya
tentang Imam Mutawalli Asy-Sya’rawi.

 

             “Imam Muhammad Mutawalli
Asy-Sya’rawi, beliau dijuluki sebagai Khawaatirul Qur’an, beliau menafsirkan
huruf per huruf dan beliau menyampaikan dengan cara yang mudah. Ketika bulan Ramadan
tiba tepatnya setiap sebelum berbuka, ceramah beliau pasti disiarkan di
berbagai kanal televisi dan radio. Beliau membacakan sebuah hadis lalu
menjelaskannya. Dan setelah berbuka puasa, disiarkan lagi. Pertanyaan yang
bagus. Kamu bisa menanyakan kepada siapa pun, pasti mereka tahu siapa beliau.
Beliau tidak terkenal di Mesir saja, tapi hingga seluruh dunia, itu yang perlu
kamu tahu,” jawabnya.

 

             Orang selanjutnya bernama Ammu
Zein, pemilik kios kecil dekat rumah saya. Dengan pertanyaan yang sama, saya
menanyakan kepadanya tentang bagaimana pandangannya tentang Imam Mutawalli a
l-Sya’rawi.

 

             “Sebelum saya menjawabnya,
bershalawatlah kepada Nabi Muhammad SAW terlebih dahulu. Imam Sya’rawi
merupakan ulama besar, pemikir, dan dia juga merupakan seorang mujaddid
(pembaharu). Ini adalah sesuatu yang unik. Tidak semua orang bisa mendapatkan
keistimewaan seperti beliau. Hal yang perlu kamu ketahui bahwa ia memiliki
kediaman di samping masjid Sayidina Husain. Jika hari Kamis, beliau akan datang
dari kampungnya dan menginap di tempat tersebut. Keesokan harinya, ia akan
membawakan khotbah di masjid Sayidina Husain.”

 

Makam Imam Mutawalli al-Sya’rawi (Gambar: dok. Wawasan)

 

             Kemudian orang selanjutnya, ada seorang ibu-ibu penjual bahan campuran di
pinggir jalan, seperti tisu, masker, dan kaos kaki. Saya kembali menanyakan
pertanyaan yang sama sesuai dengan apa yang telah saya tanyakan dengan
orang-orang sebelumnya. Dengan nada terkesima mendengar pertanyaan saya, ia
menjawab:

“Haaa Imam
a
l-Sya’rawi. Beliau adalah orang yang
sangat mulia. ‘Syuf hagah gamilah, law inta bitisma’ khutbahtul imam,
satafhamu fil aql wa tahfadzu fil qalb’
(red—perhatikan maklumat
indah ini bahwa kalau kamu mendengarkan khotbah Imam al-Sya’rawi, maka kamu
akan memahaminya dengan akal dan akan tersimpan dalam hati). Inilah alasannya
kenapa beliau menafsirkan Al
quran
dengan cara pelan, agar yang mendengarkan bisa ia cerna lewat akal agar mampu tersimpan
di dalam hatinya. Kalau kamu suka dengan beliau, saya doakan kamu seperti
beliau juga,” tuturnya. Dia adalah Ammah Muhammad.

 

             Begitulah sosok Imam Mutawalli asy-Sya’rawi
di sisi penduduk Mesir yang sempat saya temui. Dengan jawaban yang kurang lebih
hampir sama dari setiap orang, memberikan sebuah kesimpulan bahwa beliau
betul-betul menjadi murabbi kepada penduduk Mesir, khususnya, dan kepada
seluruh umat pada umumnya, dengan cahaya Alquran melalui penafsirannya yang
dapat dipahami dengan mudah oleh seluruh elemen dari berbagai tingkatan sosial.

 

Kitab yang Membahas Tentang Beliau (Gambar: dok. Wawasan)

 

             Sebelum saya mengakhiri tulisan
ini, saya ingin menghadirkan sebuah kisah yang termaktub dalam buku yang saya
pinang di Cairo International Book Fair tentang Imam Mutawalli a
l-Sya’rawi. Dalam buku tersebut menceritakan, pernah suatu ketika sang penulis buku berkunjung
ke suatu desa. Ia mendengarkan percakapan orang awam yang tidak bisa membaca
dan menulis sedang mengkritik seorang intelektual, karena ia berkata kepada
saudaranya (si awam) itu:

تعال
مع «ما مَعك» لنفطر جميعا في رمضان.

“Ayo, siapa pun yang bersamamu, ajak saja kita berbuka puasa
bersama.”

Berkatalah seorang tuna netra itu kepada intelektual tersebut:

إن
الشيخ الشعراوي يقول: إن «ما» لغير العاقل ويكررها دائما، و «من» للعاقل، فقل: يا
شيخ، تعال مع من معك.

“Bahwasanya Syaikh Sya’rawi pernah berkata: Kata maa itu untuk sesuatu yang tidak berakal dan beliau
mengulangnya beberapa kali. Dan man itu  sesuatu yang berakal.”

Tercenganglah
intelektual itu mendengarkan penjelasan dari seorang tuna netra. Bagaimana
bisa ia mengetahui ilmu sintaksis Arab (nahwu) sedangkan dia tidak pandai
membaca dan menulis. Atau ini adalah pengaruh Imam asy-Sya’rawi!?
Teman
tuna netra itu hanya tertawa lalu berkata:

الشيخ
الشعراوي جعل الفلاحين علماء

“Syekh Mutawalli al-Sya’rawi telah menjadikan seorang petani sebagai ulama.”

 

      

 

Artikel Terkait