Punggawa KKS 2021-2022 (Gambar: dok. Wawasan) |
Menjadi Punggawa KKS tentunya bukanlah sebuah
tugas yang mudah, bertanggung jawab dan menjadi ujung tombak dari 800 lebih
orang pastinya menuntut banyak perjuangan serta pengorbanan, Wawasan pun
mencoba merangkum hal tersebut dalam wawancara eksklusif bersama Muhammad
Syahran Hidayat, Punggawa KKS 2021-2022, Kabinet Kurang Satu Kurang Kamu perihal
suka-dukanya dalam menakhodai Sang Pinisi untuk berlayar di Negeri Kinanah selama
setahun.
1. Apa yang dulunya memotivasi Anda untuk menjadi Punggawa?
Setelah melalui pemikiran dan pertimbangan
yang panjang, saya yang waktu itu masih di Persatuan Pelajar Mahasiswa
Indonesia (PPMI) Mesir merasa bahwa saya punya ide, tentang bagaimana menjadi
KKS di tengah-tengah orang non-KKS.
Dan saya merasa harus mempertahankan citra
yang selama ini ada begitu, bahwa KKS itu disegani, KKS itu berwibawa, KKS itu
punya karakter, dan berarti saya harus punya visi ke depannya, dan niat baik
itulah yang kasih kembali saya ke Baruga, mencalonkan diri jadi Punggawa
Karena saya berpikir ada yang saya bawa
begitu, bahwa KKS itu harus kuat di kaderisasi, kesejahteraan sosial, dan
kesehatan segala macam, kemudian relasi, yang memang berkembang tapi saya
merasa bisa lebih berkembang lagi.
Dan ketika bisa masuk ke KKS dan
merealisasikan semua itu, secara tidak langsung itu menjadi kebahagiaan
tersendiri begitu. Jadi mungkin sederhananya yah, niat yang baik.
2. Apa suka-duka selama menjabat jadi Punggawa?
Nah yang lucu itu, waktu itu saya terpilih 18 Juli, belum ada saya pikir yang lain selain istirahat, istirahat, istirahat. Waktu saya bangun, baru saya pikir, setelah ini apa? jadi saya telepon dulu orang tuaku, dan baru teringat bahwa saat itu sudah mau lebaran.
Baru saya cek makanan-makanan di freezer segala macam, ternyata tidak ada apa-apa, dan kupikir masa kekeluargaan lain open house semua baru di KKS tidak. dan akhirnya itu saya pinjam motornya PPMI untuk keliling cari daging, ketemu penasehat-penasehat bilang tabe’ ini Pak, saya mau bikin open house tapi saya tidak mau kasih keluar uang terlalu banyak dari KKS. dan akhirnya itu hari yang saya beli pakai uang itu ayam, dagingnya itu saya cari sampai-sampai ikut penyembelihan kekeluargaan lain. Saya datang sapa-sapa, terus kalau sudah mulai pemotongan saya ikut saja tahan kakinya, alhamdulillah, setelah itu dapat lagi lima kilo.
Sudah itu saya kembali, ketemu lagi anak-anak yang kebetulan lagi nongkrong-nongkrong di Baruga, saya taruh saja baru lanjut lagi mencari. mereka bertanya “Mau ke mana lagi?” saya bilang “Mau lagi cari daging,”. Akhirnya terkumpul, itupun daging ada sapi, kambing, dan lain-lain dicampur semua jadi satu, lain-lain rasanya. tapi kan yang penting makan orang toh.
Itu hari dihias Baruga segala macam, dan yang panitia hari itu siapa-siapa yang nongkrong di Baruga, yang lagi santai-santai itu saya suruh pergi masak, karena kalau saya urus semua segala macam ini saya bisa terbengkalai dalam pencarian daging. Saya ditanya kriteria pemasak bagaimana yang saya mau, saya bilang terserah, yang penting ada daging, ada lombok-lomboknya, ada nasinya, dan akhirnya ramai sekali itu open house, padahal tidak ada panitia, tidak ada juga jelas, tapi alhamdulillah jadi, untung ada vespa biru PPMI.
Jadi, kalau suka duka pasti ada, apalagi berjalan satu tahun, dan yang kita kelola itu ada sekitar 800-an warga, dan mau tidak mau bahkan di rumah berisi 6 orang pun pasti ada suka-dukanya, apalagi ini rumah besar begitu, rumah untuk 800 orang.
Yang juga paling saya khawatirkan adalah masalah
kesehatan, apalagi yang waktu itu ketika ada anggoti (istilah untuk banat
KKS) yang sakit, dan di situ saya memang tidak bisa tenang sama sekali, karena takut hal-hal yang tidak diinginkan
terjadi. Tapi Alhamdulillah akhirnya sembuh dan itulah sukanya.
Dan setelah itu saya selalu ready untuk
next challenge, apa lagi kasus seperti ini. Karena kita di sini sifatnya seperti
pengganti keluarga , tidak mungkin kita telantarkan teman-teman ketika membutuhkan,
jadi itulah yang memaksa saya untuk terus turun, turun, turun.
3. Menurut Anda, sejauh mana visi yang Anda sebutkan tadi terealisasi
dalam kepengurusan Anda?
Kalau saya kan berfokus pada tiga visi utama
yaitu kaderisasi, intelektual, dan sosial.
Ada beberapa langkah, misalnya dalam sosial
itu ada BTS Shalawatan, yang setiap bulan kita kumpul sama-sama, apa esensinya
itu? Tidak ada, santai saja. Kita cuman mau kasih makan kalian sekali sebulan,
cerita-cerita sambil shalawatan.
Soal intelektual, saya mau intelektualnya KKS
itu yang bersifat eventual begitu. Ketika ada perlombaan atau apa segala macam,
harus diperhitungkan bahwa “Hati-hati” KKS itu bukan cuma sosialnya saja yang
kuat, tapi intelektualnya juga.
Makanya ada kayak Mabadi’ Asyarah dan training
dai profesional itu kemarin, biar teman-teman terpantik. Karena anggota
(istilah banin KKS) itu menurut saya pada dasarnya sudah jago, tapi kita
ini cuman mau memantik begitu.
Kalau kaderisasi itu, dicoba kemarin di K3, kemarin saya tantang
anak kaderisasi, persiapkan tentang bagaimana sebenarnya kita falsafah Bugis
begitu, atau bagaimana sih filsafat kita sebagai orang KKS begitu.
Tapi karena mungkin waktu yang agak minim
begitu, akhirnya kita cuman angkat kerangka berpikir, logika, dan segala macam.
Jadi, kalau soal terealisasi saya pikir sudah 80% lah.
4. Apa latar belakang inisiasi pembentukan BO Takaful dan La Galigo?
Untuk Takaful itu, pemantiknya adalah ketika
saya menjabat sebagai Menteri Sosial di PPMI, dan mau tidak mau dihadapkan
dengan berbagai permasalahan sosial, kesehatan,dan segala macam, apalagi waktu
itu saya menjabat saat sedang covid.
Banyak sekali orang sakit, bahkan naudzubillah
ada yang meninggal di masa saya itu sekitar 2 sampai 3 orang, dan itu yang
bikin saya terpantik, kayak duh, bagaimana ini kalau terjadi di KKS, ada yang
sakit lalu tidak tahu siapa yang mau urus segala macam, tidak ada regulasi yang
tepat, tidak ada SDM yang jelas untuk mempersiapkan masalah orang sakit.
Dan memang masalah kesehatan itu kemarin
diurus oleh Baruga Perpusdok, tapi saya melihat ini Baruga Perpusdok terbentur
dengan kesehatan, jadi saya bilang mending dikhususkan saja, lalu tambahkan
peran yang baru di Takaful ini yaitu kesejahteraan, keamanan, dan kesehatan.
Jadi kita buatkan proseduralnya begitu, nah, itu
orang-orangya saya pilih, saya seleksi, kemudian saya buatkan pelatihan rumah
sakit dan bahasa ammiyah. Mereka juga diberikan simulasi langsung, misalnya
kalau sakit ini apa yang harus mereka bilang segala macam, bagaimana cara
berkomunikasi dengan dokter dan staf rumah sakit, dan saya turun juga langsung
untuk melihat, jadi kalau ada lagi salah baru saya turun untuk meluruskan dan
menjelaskan lagi.
Kalau untuk La Galigo itu awalnya dia itu
memang Badan Otonom, kemudian berpindah menjadi Dewan Pengurus. Nah saya
sekarang, berusaha mengembalikan Laga-ligo sebagai Badan Otonom Kesenian supaya
visinya terjaga begitu, tidak melulu ganti departemen lalu beda lagi arahnya.
Misalnya tahun ini dikaji masalah suku Bugis
dan Makassarnya, tahun depannya kan bisa lagi kaji masalah suku yang lain,
daripada departeme, orangnya beda lagi dan tidak ada tuntutan bahwa harus
begini dan begitu meskipun itu dari Punggawa.
5. Apa visi Anda yang tidak sempat teralisasi selama
masa kepengurusan?
Termin satu itu
harusnya saya pulang, karena saya sempat menjalin komunikasi dengan Gubernur
Sulawesi Selatan, Pak Andi Sudirman. Mestinya itu kalau saya pulang itu saya
bisa dapat tanda tangannya, masuk sebagai Dewan Pembina. Hanya saja saat itu
tidak pulang karena berbagai kendala kayak biaya, ujian, sama masalah
berkas-berkas juga segala macam.
Bahkan kemarin juga sempat terjalin komunikasi
dengan Pak Syafruddin yang merupakan Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia
(DMI) dan juga kader dari pak Yusuf Kalla,
tapi belum ada kata iya bahwa saya akan menjadi Dewan Pembinanya KKS. Dan
ini bagus untuk anggota yang nantinya lulus dan sifatnya masih antah-berantah,
setidaknya kita nantinya ada tempat bernaung dan bagus juga untuk karir.
Dan itu sepertinya akan saya realisasikan
setelah menjabat, relasi antara KKS dengan tokoh-tokoh nasional yang juga
adalah orang Sulawesi.
6. Apa momen terbaik Anda selama menjadi Punggawa?
Tentu saja, Ultras KKS.
7. Apa konsep kepemimpinan yang Anda pegang?
Prinsip saya adalah growing together,
jadi tidak boleh hanya ada satu sosok yang akan dipuja-puja oleh masyarakat
ketika berhasil. Kalau ada yang bilang Punggawa tahun ini keren, bukan,
kepengurusan tahun ini yang keren.
Saya lihat dulu sampai mana batas maksimalmu,
kalau sudah tidak mampu berarti saya yang tanggung jawab, saya carikan solusi.
Jadi konsepnya itu leiden is lijden, memimpin adalah melayani.
8. Bagaimana Anda melihat anggota saat ini?
Anggota itu waktu 2016 saya datang, saya saja
yang menganggap diriku sosialis hanya bargaul di KKS terus. Saya terlalu takut
berhadapan dengan yang non-KKS begitu, karena mungkin kekhawatiran kita ketika
berbicara dan sebagainya.
Kan kita terbiasanya di KKS itu sopan santun, mappatabe’
dan lain-lain, jadi agak aneh ketika kita keluar kepada orang yang mungkin
belum paham budaya kita yang begitu.
Dan itu yang saya lihat alasannya jadi kita
kumpulnya cuman sama kita-kita saja, mungkin kita ada teman yang non-KKS satu
dua orang, cuman lebih nyamannya kita di lingkungan sendiri.
Sebenarnya yah, itu baik saja, tapi menurut
saya ini relasi di Mesir sudah nasional dan internasional begitu, jadi sayang
sekali kalau teman kita hanya teman sekampung, tidak ada bukti bahwa kita pernah
berada dalam skala internasional.
Maksud saya kalau suatu saat nanti kita
kembali ke tanah air, masa tidak ada selama 4 tahun di Mesir warga-warga lokal
Mesir begitu yang bisa kita saling sharing, atau mungkin relasi non-KKS
yang nantinya bisa menghubungkan kita ke seluruh penjuru Indonesia, sayang
sekali.
Tapi Alhamdulillah, sekarang saya melihat
anggota sudah mulai meluas sih, dan menurut saya itu baik.
Punggawa 2021-2022 beserta jajarannya (Gambar: dok. Wawasan) |
9. Adakah pesan untuk kepengurusan tahun 2021-2022?
Untuk seluruh DP dan BO, apresiasi serta
kesyukuran saya itu tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, karena sebelum
mengucapkannya saja kata-kataku sudah habis.
Selama setahun itu mereka bekerja sama dengan
kita banyak sekali suka-duka, drama, tenaga, waktu, pikiran, biaya, dan air
matanya keluar untuk mengabdi pada KKS.
Dan tidak ada yang bisa saya berikan kepada
mereka, jadi saya berharap semoga semua pengurus betul-betul ada manfaat yang
mereka dapat tahun ini, setidaknya bisa menjadi karakter yang lebih kuat ke
depannya, dan juga semoga bisa terus menjaga silaturahmi sesama pengurus.
Semua pengurus saya apresiasi karena tidak
mudah menjalani satu tahun ini tanpa mereka.
Kabinet Kurang Satu Kurang Kamu (Gambar: dok. Baruga KKS) |