Kegiatan

Pemateri Kharitatul Ulum Ungkap Salah Satu Sebab Paham Radikalisme, Ini Penjelasannya.

 

Pembawaan materi Kharitatul Ulum (Gambar: dok. Wawasan)

 

Wawasan, Kairo— Asrudin Nuddin
AS, sebagai salah satu pemateri dalam acara Kharitatul Ulum yang diadakan di
Baruga KKS pada Kamis (13/10), mengungkapkan bahwa tidak belajar peta keilmuan
sebelum memulai terjun belajar nas-nas agama dapat menyebabkan seseorang
terpapar radikalisme.

 

Tak hanya itu, ia juga
menjelaskan bahwa ada seorang ustaz viral di Tanah Air yang mengomentari buku
karangan ulama Makkah yang masyhur, yakni Syekh Muhammad Alawi al-Maliki yang
berjudul Mafahim Yajib An Tusahhah (Pemahaman-pemahaman yang Wajib
Engkau Benarkan) bahwa dalam kitab tersebut mengandung ajaran kesyirikan.

 

Ia melanjutkan bahwa ustaz yang
viral itu tidak memahami ilmu bahasa sebelum membaca karangan ulama tersebut, sehingga
dengan mudahnya menghukumi beliau musyrik. Inilah salah satu contoh yang
diungkapkan oleh Asrudin.

 

Dalam sesi wawancara itu, ia
mengibaratkan pengetahuan tentang peta keilmuan ini sebagai kompas untuk menuju
ke tempat tujuan.

 

 “Purnama adalah salah satu kebesaran Tuhan, menjadi
santapan bagi para pujangga dan sastrawan, di samping itu ia juga sebagai
kompas, seperti dalam dunia One Piece, untuk menuju Laugh Tale membutuhkan kompas.
Jika di One Piece kompas ini sangat penting, maka kharitatul ulum adalah
kompas yang harus dimiliki oleh sang penuntut ilmu sehingga sampai pada pulau
idaman yang diinginkan, dalam hal ini ilmu maqashid.” ungkapnya.

 

Di tengah wawancara, ia juga
meceritakan ihwal sahabat Nabi. Ketika ayat turun, mereka dapat langsung memahaminya
dengan benar dan tepat. Sangat jauh perbedaannya dengan kita yang hidup di
zaman sekarang, di mana kita harus mempelajari beberapa ilmu wasail dulu
sebelum memahami ayat Alquran dan hadis Nabi. Itu semua karena keadaan para
sahabat dan orang-orang Arab di masa itu yang memiliki dzauq
(keterikatan) yang tinggi dengan ilmu-ilmu wasail, sehingga tak mungkin
meleset dalam memahami  Alquran dan sabda
Nabi.

 

Ia pun mengutarakan betapa
pentingnya penuntut ilmu mengetahui peta keilmuan sebelum mulai belajar, tidak
hanya bagi azhari tapi juga seluruh tullab. Menurutnya, di
Indonesia kesadaran tentang pentingnya peta keilmuan ini masih jarang diketahui
secara mendalam, hanya kulit-kulitnya saja. Maka dari itu, program ini memiliki
urgensitas yang tinggi untuk diadakan, melihat urgensinya dari latar belakang
mahasiswa baru yang berbeda-beda dalam dasar ilmu,  khususnya ilmu agama.

 

Oleh karena itu, Ia berinisiatif
mengadakan pembelajaran tentang peta keilmuan ini di tanah air, lebih tepatnya
di Sulawesi. Bahkan sempat berkomunikasi dengan salah satu pimpinan pondok di
sana tentang hal tersebut, yang kemudian berujung diaminkan. Adapun Inisiatif
ini didasari oleh hasil observasi pribadinya perihal peta keilmuan yang
diajarkan al-Azhar masih sangat minim didalami di Indonesia.

 

Di akhir wawancara, pria yang
sempat menjabat sebagai Koordinator Departemen Pengembangan Intelektual KKS pada
2019 tersebut, memberikan pesan kepada para penuntut ilmu bahwa untuk mendapatkan
buah dari ilmu itu tidak mudah. Harus
dengan suluk dan menempuh jalan yang sulit. Ia juga mengutarakan bahwa
setelah selesai dengan agenda Kharitatul Ulum ini, pengetahuan yang didapatkan
harus diaplikasikan, agar dapat menjadi malakah (intuisi keilmuan) bagi
si penuntut ilmu karena ada sebuah ungkapan yaitu “Practice makes perfect
“ atau praktek akan membuat malakah itu hidup.

Reporter: Muhammad Arsyil

Editor: Ichsan Semma

Artikel Terkait