Uncategorized

Sang Pemimpin

Oleh: Jundullah Almudatsir 

Ilustrasi seorang pemimpin (Sumber: finansialku.com)

        Zaman adalah sandaran di
mana
semua kalangan
berlomba untuk menyesuaikan diri tanpa mengerti akibat dan dampak yang
ditimbulkan dari problematika so
sial,
sehingga
dapat menodai makna
dari perkembangan zaman itu sendiri
. Melihat hal tersebut,
pemuda
sebagai garda terdepan harus bisa menggerakkan
roda pemikiran yang
berputar dalam dirinya. Namun, semua itu bisa terjadi tak hanya dengan bermodalkan semangat, akan tetapi harus dibarengi oleh
nilai-nilai moral dan pola pikir yang baik sehingga menuju kepada hakikat dari
kedewasaan. 
Pepatah Arab
mengatakan:
                                                                                                                        

 شبان اليوم رجال الغد

“Pemuda hari ini adalah pemimpin di esok hari.”

Berbicara tentang pemuda tentu tidak lepas dari jiwa kepemimpinan, entah
menjadi seorang pemimpin untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat, bahkan me
njadi pemimpin untuk masa depan bangsa Indonesia. Sejarah telah mencatat, pada
tahun 1942 Jepang menjajah Indonesia
. Mereka
merampas kekayaan alam
, bahkan memperbudak pribumi. Maka saat itulah kobaran semangat para pemuda sangat diuji. Rasa semangat
mereka memperjuangkan tanah air dari generasi ke generasi menimbulkan
kepercayaan dan mentalitas para ka
wula muda,
terutama para santri yang berasaskan
Alquran dan Sunah. Mereka maju melawan kolonialisme Jepang yang sangat
merugikan bangsa tanpa ada rasa takut sedikitpun.

Ketika mereka dijajah, apa
respon yang mereka lakukan?
Apakah mereka takut? Atau bersembunyi dibalik ketakutan
atas penyiksaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh Jepang? Para Kyai dan Ulama lah
yang menjadi saksi akan syahidnya para kawula muda yang semangat memperjuangkan
bangsa Indonesia tanpa mengenal ras, suku, dan budaya. Bersumpah atas nama yang
Mahakuasa untuk mempertahankan bangsa agar terbebas dari
belenggu penjajahan dengan bermodalkan cinta Tanah Air. Bumi menjadi saksi dari
cucuran darah para pejuang yang notabenenya adalah para pemuda yang tak kenal gentar
apalagi takut akan kematian.

                Mungkin kita pernah mendengar
peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945, di mana-mana para pemuda
menjadi tokoh penting dalam terlaksananya hari pembacaan naskah proklamasi
sebagai bukti terlahirnya bangsa Indonesia yang terbebas dari belenggu
penjajahan. Pada waktu itu terjadi sebuah peristiwa yang dipimpin langsung oleh
Chairul Shaleh. Mereka menculik tokoh-tokoh Proklamator seperti Soekarno dan
Moh. Hatta dengan maksud menjauhkan keduanya dari pengaruh Jepang.

Dalam
kurung waktu yang dekat
, Jepang menerima kekalahan tanpa syarat
kepada sekutu pada perang dunia kedua. Awalnya, kekalahan ini ingin dirahasiakan
dari Indonesia. Akan tetapi mengalami kegagalan karena kabar itu didengar oleh
Sutan Syahrir. Kesempatan ini dimanfaatkan Chaerul Shaleh untuk segera
diumumkannya naskah proklamasi, namun ternyata ditolak oleh Soekarno dan Moh.
Hatta karena proklamasi harus melalui sidang PPKI.

Ketegangan
dikarenakan proklamasi ini terus berlanjut, sampai muncul kawula muda bernama
Shodanco Singgih dengan tegas menyerukan agar proklamasi harus segera di
realisasikan. Mendengar desakan ini, Soekarno akhirnya menyetujuinya dan segera
menyusun naskah yang akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945
. Pada dasarnya, perbedaan ini terjadi antara golongan tua dan golongan muda
menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia

Jauh
sebelum peristiwa Rengasdengklok, kita bisa melihat kembali pencapaian emas
dari para pemuda sebelum kemerdekaan diresmikan. Pada tanggal 15 November 1925,
diadakanlah Kongres Pemuda I yang merupakan titik awal dari bersatunya para
pemuda Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Ide ini diselenggarakan oleh Persatuan
Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPPI),
sebuah
organisasi yang mencakup seluruh
pelajar Indonesia. Pada tanggal 28 Oktober 1928, diadakan Kongres Pemuda II, tokoh
yang sangat berperan dalam rapat ini adalah Mohamad Yamin, yang membuat intisari
dari hasil keputusan rapat hingga lahirlah sumpah yang kita kenal dengan “Sumpah
Pemuda” dalam ejaan yang telah disempurnakan, yang berbunyi:

Kami
putra dan putri
Indonesia, mengaku bertumpah darah
yang satu, tanah air Indonesia.

Kami
putra dan putri
Indonesia, mengaku berbangsa yang
satu, bangsa Indonesia.

Kami
putra dan putri
Indonesia, menjunjung
bahasa persatuan, b
a
hasa
Indonesia.

Pemuda adalah fase di mana
seseorang sedang dalam gejolak semangat yang berkobar dalam dirinya
. Akan tetapi,
kebanyakan dari mereka tidak menempatkan semangat itu pada tempatnya. Apakah
mereka lupa akan perjuangan para pendahulu mereka? Tentu tidak
. Mungkin kurangnya pendidikan dan doktrin yang keras dari para orang tua
dan yang paling penting adalah mereka melupakan norma norma agama tentang
pergaulan antar sesama.

 Banyak dari kita, ketika melihat
pergaulan dari pemuda zaman milenial ini, tidak tergerak hatinya untuk saling
menasihati dan menegur dalam hal-hal yang seperti ini
. Bahkan mirisnya, yang
terjadi
adalah kebanyakan para pemuda diperbudak oleh hawa nafsu
yang sangat bertolak belakang dengan
Alquran dan hadis-hadis Nabi. Terlalu
mengidolakan artis
Korea bahkan sampai rela menghabiskan
uang untuk memenuhi keinginanan jasmani dan rohani
, seperti
mengikuti gaya hidup dan sebagainya.

Kita adalah
bangsa Indonesia, maka selayaknya kita melestarikan budaya kita. Bukan bersikukuh
memperjuangkan budaya barat yang melegalkan alkohol, hubungan sesama jenis atau
dikenal dengan LGBT. Kita adalah pemuda yang menjadi pondasi untuk generasi di
masa akan datang.

Para pemuda
jaman sekarang mungkin bertanya-tanya,
dari tahun
1945 katanya merdeka, tapi kenapa sekarang berbeda. Dahulu, melawan penjajah
banyak yang tumpah darah, kini malah oknum negara sendiri yang menjajah. Mereka
yang susah payah berjuang kalah dengan yang “ber-uang”. Ataukah mungkin para
pejabat yang punya ruang sehingga banyak rakyat kecil yang dibuang, yang sudah
bekerja keras dan selalu berdoa setiap malam, bisa dikalahkan dengan koneksi
bahkan jalur orang dalam?
Sadar atau tidak, kita telah
membenarkan drama politik yang telah rusak oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab

Wahai
para pemuda yang sekarang diam melihat kemungkaran dan kerusakan di tanah airmu
yang dalam hatimu engkau cinta, dan engkau banggakan!!! Bangkitlah dan lawan
kez
aliman dan kelicikan orang-orang yang ingin memecah
belah kita
. Tumbuhkan lagi kerja sama dan
persatuan seperti para pendahulu, karena rakyat
Indonesia
membutuhkan pemuda pemuda seperti kalian
. Bangunlah
dari sifat apatis dan egois dan tanamkan jiwa nasionalisme
serta patriotisme untuk menuju Indonesia yang bersatu.

Artikel Terkait