DKKMIntifMasisir

Ramai Pemeriksaan Iqamah, Ditangkap atau Bayar EGP 965, Mahasiswa Indonesia Tak Punya Pilihan

 

Ilustrasi gambar (Gambar: dok. Wawasan)

Wawasan, Kairo— Akhir-akhir ini, Mahasiswa
Indonesia di Mesir (Masisir) digegerkan oleh berita penangkapan Mahasiswa oleh
kepolisian Mesir. Menurut keterangan Dewan Keamanan dan Ketertiban Mahasiswa
(DKKM) setelah melakukan komunikasi dengan pihak kepolisian, motif utama dalam
penangkapan tersebut adalah murni dilatarbelakangi sebagai pemeriksaan izin
tinggal (iqamah) wafidin dan wafidat (pelajar asing).

 

Setelah dua tahun
terakhir tidak digencarkan sebab pandemi, pemeriksaan iqamah kembali digencarkan
mulai pada 22 Februari 2023 kemarin hingga adanya penangkapan secara resmi.
Mengenai kapan berakhirnya razia pemeriksaan
iqamah ini pun masih tidak jelas.

 

Ramainya
pemeriksaan yang terjadi menimbulkan merebaknya kembali isu perihal izin
tinggal di kalangan Masisir. Terkait harga yang semakin mahal dari tahun ke
tahun, serta kemampuan dari Masisir untuk memenuhi tuntutan harga iqamah itu
sendiri.

 

1. Kronologi Awal Razia, Ada Mahasiswa Indonesia
yang Ditahan

 

“Pengecekan pada hari
Rabu dan hari Sabtu ini, dua-duanya pengecekan benar-benar masif pada titik
tertentu. Contoh pada Rabu, 22 Februari kemarin langsung berhenti di daerah
Musallas dimulai dari jam tiga siang sampai mereka mutar dengan beberapa jalur
dari Suq Madrasah, balik lagi ke Musallas, lanjut lagi ke daerah Vodavone,” ungkap
Muhammad Abdurrahman Awangga selaku Komandan 2 DKKM.

 

Dijelaskan pula
bahwa pada awal razia, yaitu Rabu 22 Februari 2023, ada 19 Mahasiswa yang
tertangkap diakibatkan izin tinggal di Mesir sudah kadaluarsa, dan ada 11 orang
yang berhasil dibebaskan. Lalu pada razia kedua
, Sabtu, 25 Februari 2023 kembali ditangkap 7 orang mahasiswa Indonesia.

 

Adapun langkah
yang telah dilakukan PPMI Mesir terkait masalah ini adalah melakukan Standar
Operasional Prosedur (SOP) yakni menghubungi KBRI Kairo terkait perlindungan
warga Indonesia yang terjaring razia, kemudian melakukan koordinasi khusus
dengan aman wathoni (pihak keamanan), mengumpulkan keterangan
dari kejadian perkara, memberikan imbauan informasi, dan mengumpulkan berkas
korban.


Awangga juga
menuturkan “Adanya kesulitan dalam mengumpulkan berkas korban sebagai bukti
izin tinggal atau adanya qoid (bukti terikat dengan instansi) dengan
universitas sendiri, jika menarik ulur kesulitan pengumpulan berkas ini adalah
karena korban belum mengurus masa perpanjangan izin tinggal.”

 

2. Harga Pengurusan Iqamah, dari EGP 95 sampai EGP
965.

 

Muhammad Adli
Ihsan, selaku Mandub KKS periode 2019-2020 menjelaskan bahwa pada tahun 2019,
izin tinggal alias iqamah saat itu masih berupa cap di paspor. Biaya
administrasinya pun terbilang masih murah. Untuk
pelajar Daurah Lughah (DL) hanya seharga 85 Pound dengan masa aktif 3 bulan.
Sedangkan
mahasiswa itu 95 Pound dengan
masa aktif 1 tahun.

 

Adli juga
menuturkan
, dulu kepengurusan iqamah masih disebut
dengan Viktif sebelum berganti nama jadi Intif. Pertengahan tahun 2019, biaya
administrasi iqamah naik dikarenakan Viktif yang awalnya bermarkas di
Konsuler, pindah ke Bawwabat karena beberapa alasan. Hal ini menyebabkan biaya
administrasi naik dikarenakan pihak pengurus harus membayar sewa rumah.

 

”Jadi yang
dulunya DL hanya membayar 85 Pound, menjadi 120 Pound. Yang kuliah dulunya 95
Pound menjadi 160 Pound.” Ungkap          Adli.

 

Nominal ini terus
berlaku sampai masuk pertengahan tahun 2020. Di mana iqamah cap di paspor
beralih jadi Iqamah card yang saat itu biayanya mengalami kenaikan
hingga EGP 530 dan berlaku baik bagi DL maupun mahasiswa. Pun
masa aktif
iqamah DL saat itu tetap hanya aktif selama 3 bulan. Biaya tersebut belum termasuk EGP 90 biaya administrasi, yang berarti jumlah total yang harus dibayar saat itu adalah EGP 620 setiap kali mengurus.  

 

Kenaikan kembali
terjadi pada awal munculnya
kuota Ekspres di pertengahan tahun 2021, tepatnya bulan 5. “Bagi yang
mau ambil jalur
Ekspresa dikenakan tambahan biaya
250 Pound, dan itu yang berlaku sampai sekarang
,” lanjutnya.

 

Keunggulan pengurusan
Ekspres
dari Reguler saat itu adalah karena masa jadinya hanya
sampai 1-3 hari. Namun, seiring bertambah dan membludaknya jumlah pengambilan Ekspres
, akhirnya dari 1-3 hari menjadi 2 pekan, yang dulunya tidak dibatasi kuota menjadi dibatasi. Hal
ini menurut Adli
dikarenakan keterbatasan
pekerja dari orang Mesir sendiri yang kewalahan mengurus berkas
Ekspres sebanyak itu.

 

Namun seiring berjalannya waktu, penetapan jumlah
kuota Ekspres untuk pengurusan iqamah justru menjadi lebih banyak daripada
Reguler. Bahkan, menurut data pembagian kuota per tanggal 9 Februari 2022
kemarin adalah 200 Ekspres  dan 50 Reguler, di mana kuota untuk KKS berjumlah 19, dengan perincian 15 Ekspres dan 4 Regular.
Dominasi Ekspres untuk kuota kepengurusan pun berlaku di Kekeluargaan lain.


Data Kuota Ekspres dan Reguler Kekeluargaan per-tanggal 9 Februari 2022 (Gambar: dok. Wawasan)

Hal ini dijelaskan oleh Muhammad Choiril Alfikry
yang merupakan mandub KKS periode 2021-2022. Ia juga menerangkan bahwa ia sudah
mewanti-wanti fenomena melonjaknya Ekspres ini bakal terjadi, bahkan bisa jadi nantinya
kuota Regular dihilangkan.

 

“Kenapa disebut Ekspres yah karena ada Reguler
toh, tapi ketika tidak ada Reguler kenapa disebut Ekspres, memang ini sudah
kita wanti-wanti dari tahun kemarin pas ada Ekspres. Makanya KKS sempat tidak
mau buka, karena jangan sampai Gawazat merasa, eh, banyaknya yang Ekspres,
yaudah deh Reguler kita kurangin, dan akhirnya kan faktanya yang terjadi
sekarang begitu,” jelasnya.    

  

Sampai saat ini biaya pengurusan iqamah
telah menyentuh harga EGP 965 untuk Ekspres (sudah termasuk formulir).     

 

3. Masisir Tak Punya Pilihan

 

“Ada, puncaknya
itu yang pas beralih dari iqamah cap, ke iqamah card,” jelas Adli
saat ditanyai perihal keluhan Masisir terkait kenaikan pengurusan iqamah.

 

Keluhan yang
kerap ia terima adalah terkait harga yang dianggap mahal oleh orang-orang yang
ingin membuat iqamah, serta kartunya yang hanya dipakai sekali
kepengurusan. ia pun mengakui bahwa harga iqamah yang terus mengalami eskalasi
hingga nyaris menyentuh angka seribu ini menjadi sebuah keberatan tersendiri,
khusunya bagi Masisir yang notabene terbiasa dengan biaya hidup murah.

 

Memiliki iqamah tentunya menjadi
sebuah kewajiban bagi mereka yang menuntut ilmu di luar negeri. Namun,
bagaimana jika kewajiban tersebut menuntut biaya yang tidak sedikit, dari
orang-orang yang tidak memiliki banyak? Problematika ini pun seakan menjadi
momok bagi Masisir, terkhusus bagi mereka yang tidak punya dan tidak mampu
membayar. Hingga yang bisa dilakukan hanya menetap di rumah demi keamanan diri,
sesuai dengan yang diimbaukan.

 

Reporter: Anugrah Tri, Annisa Rahmah, Haeril Yusuf

Editor: Ryan Saputra

Artikel Terkait