Penulis: Muhammad Tri Satriawan | Editor: Akmal Sulaeman
Syekh Ali Jum’ah merupakan salah satu ulama, mursyid, dan juga pembaharu abad ini dalam dunia Islam yang lebih dikenal dengan istilah Mujaddid (Pembaharu). Beliau telah mendapatkan berbagai pengakuan tentang keilmuan dan juga akhlaknya baik dari guru-guru ataupun murid-muridnya.
Wajarlah jika beliau diabadikan dalam tinta emas oleh semua pihak yang tahu akan kisahnya juga pembaca yang haus akan perjalanan hidup beliau dan ingin mengambil manfaat serta pelajaran darinya.
Kali ini kita akan menyelisik pribadi beliau dari belia hingga sekarang. Dalam hal ini kami telah melakukan sesi wawancara bersama Ustaz Bahtiar Nawir, Lc., Dipl. yang merupakan murid langsung dari Syekh Ali Jum’ah.
Biografi Syekh Ali Jumah
Dalam sesi wawancara, narasumber memulai pembicaraanya dengan menceritakan perjalanan hidup Syekh Ali Jum’ah dari masa kecil hingga masa remajanya. Dan ternyata terdapat banyak kepingan informasi yang mampu menambah khazanah pengetahuan pembaca dalam mengenal beliau.
- Masa Kecil Beliau
Syekh Ali Jum’ah dilahirkan di sebuah perkampungan indah nan asri di wilayah Mesir, tepatnya, di Bani Suef pada tanggal 3 Maret 1952. Walaupun lahir di perkampungan, beliau tergolong orang berada. Ini dibuktikan oleh ayahnya Jum’ah Muhammad Abdul Wahab bekerja sebagai pengacara di sana.
Orang tua beliau sangat peduli pada pendidikan sang anak dan berkeinginan agar anaknya menjadi intelek yang paham agama. Terbukti bahwa sang ayah membawa keluarganya pindah dari kampung halaman menuju kota metropolitan, Kairo. Sang ayah berkeyakinan bahwa ketika orang tinggal di kota akan mendapatkan nilai positif yang bisa menjadikannya sebagai seorang yang intelek berperadaban.
Syekh Ali Jum’ah kecil sangat gemar membaca buku. Beliau kerap kali mengalokasikan sebagian besar uang sakunya untuk membeli buku. Tatkala hal tersebut diketahui oleh orang tuanya, mereka pun akan menambahkan uang sakunya dua kali lipat.
Syekh Ali Jum’ah tidak mengenyam pendidikan di Al-Azhar dari kecil. Akan tetapi, beliau bersekolah di sekolah negeri yang ada di kota Kairo. Orang tuanya sangat berkeinginan agar beliau menjadi seseorang yang berintelektual.
- Masa Remaja Beliau
Hobi membaca Syekh Ali Jum’ah berlanjut hingga remaja. Melalui penuturan muridnya, beliau menggunakan waktunya untuk membaca minimal delapan jam sehari. Buku-buku yang sudah dibaca diperoleh dengan cara rajin ke perpustakaan dan toko buku.
Syekh Ali Jum’ah menyelesaikan pendidikan formalnya di luar Al-Azhar. Beliau menyelesaikan Strata Satunya di Universitas Ain Syams fakultas ekonomi. Setelah itu, beliau mengambil double degree di Universitas Al-Azhar hingga berhasil mencapai gelar doktoral.
Latar pendidikan yang bukan di lingkungan Al-Azhar tidak menjadikan semangat beliau turun, justru membuatnya semakin tersulut untuk menaklukkannya. Bermodalkan hobi membacanya dan sokongan dari orang tua dalam bentuk moral dan materil beliau membeli semua buku yang dicetak oleh lembaga Al-Azhar mulai dari Ibtidai (sekolah dasar) hingga tsanawiy (sekolah menengah atas).
Syekh Ali Jum’ah dikaruniai oleh Allah kecerdasan yang di atas rata-rata. Hal ini dibuktikan oleh cepatnya daya serap informasi beliau dari buku yang telah dibacanya. Judul buku yang beliau baca tidak hanya sekadar yang satu jilid saja, melainkan satu judul buku yang lebih dari satu jilid.
Tak main-main saking banyaknya koleksi buku yang dimiliki oleh Syekh Ali Jum’ah, itu harus dimuat di enam syaqqoh (rumah). Buku yang termuat di dalamnya pun sebanyak 90.000 dan tiap judul yang tercetak lebih dari satu jilid.
Guru-Guru Syekh Ali Jumah
Dalam membentuk pribadi dan karakter dalam diri, seseorang tidak akan lepas dari sentuhan ajaib dari guru. Mereka lah yang berperan aktif dalam menanamkan nilai-nilai yang akan dijadikan tuntunan oleh muridnya dalam menjalani kehidupan. Begitupun dengan sosok Syekh Ali Jum’ah yang tidak terlepas dari peranan sang guru dalam perjalanan hidupnya sehingga jadilah beliau seperti sosok yang kita kenal.
Di antara keberhasilan murid dalam berguru ialah mendapatkan kerelaan dari gurunya. Tentu hal itu juga dirasakan oleh Syekh Ali Jum’ah. Beliau tidak terlepas dari peran para guru-guru yang hebat dan telah berhasil mendidiknya. Di antara banyaknya guru yang berpengaruh dalam hidupnya, Ustaz Bahtiar menyebutkan beberapa nama dari guru Syekh Ali Jum’ah.
- Syekh Abdullah Siddiq Al-Ghumariy
Syekh Abdullah Siddiq Al-Ghumariy adalah sosok yang memiliki andil dalam pembentukan diri Syekh Ali Jum’ah. Beliau berkebangsaan Maroko yang dikenal sebagai Muhaddis (Ahli Hadis) dan keilmuannya sudah mendapatkan pengakuan dari ulama di zamannya.
Banyak dari murid beliau yang menjadikannya sebagai teladan dan mewarisi ilmu darinya, termasuk Syekh Ali Jum’ah. Beliau mewarisi keilmuannya dalam bidang hadis dan tarekat Syadziliyah. Hingga kini pun tarekat tersebut masih eksis dengan nama tarekat Siddiqiyah Syadziliyah, penisbatan kepada Syekh Abdullah Siddiq Al-Ghumariy.
Hubungan guru dan murid antara beliau dan syekh Ali Jum’ah sangat dekat secara zahir dan batin hingga di penghujung hayatnya pada tahun 1992 M. Bahkan menjelang kematiannya pun, Syekh Ali Jum’ah yang berada di sampingnya pada saat-saat terakhir, dan pada saat itu pula Syekh Abdullah Siddiq Al-Ghumary memberikan Ridha kepada muridnya tersebut.
- Syekh Abu Nur Zuhair
Syekh Abu Nur Zuhair dikenal sebagai sosok pakar dalam bidang ilmu usul fikih. Beliau juga berperan dalam membentuk keilmiahan Syekh Ali Jum’ah dalam bidang usul fikih.
Keduanya memiliki hubungan yang sangat dekat laksana orangtua dan anak. Hal ini dikuatkan oleh candaan Syekh Ali Jum’ah kepada Syekh Abu Nur Zuhair yang mengatakan bahwa keringatnya bak usul fikih yang memancar dari dahi beliau. Candaannya tersebut disampaikan karena Syekh Ali Jum’ah memuji kepakarannya dalam ilmu usul fikih.
- Syekh Al-Husaini
Syekh Al-Husaini juga merupakan salah satu sosok yang mengakui keilmuan Syekh Ali Jum’ah. Bahkan dalam satu kesempatan beliau pernah ditanyai tentang top tier ulama Al-Azhar. Beliaupun menjawab ada empat salah satunya termasuk namanya Syekh Ali Jum’ah.
- Syekh Yasin Al-Fadani
Syekh Yasin Al-Fadani merupakan ulama yang terkenal seantero dunia. Dikenal sebagai musnid dunya (pemegang sanad), dalam artian beliau menjadi guru dari berbagai murid di belahan penjuru bumi, termasuk Syekh Ali Jum’ah.
Ada banyak guru yang berperan dalam perjalanan keilmuan Syekh Ali Jum’ah. Diceritakan bahwa suatu ketika beliau telah selesai beribadah di tanah suci dan ingin kembali ke Kairo. Beliau beserta keluarganya tiba di bandara Jeddah untuk menaiki pesawat terakhir. Tiba-tiba beliau ingat bahwa belum pamitan dengan gurunya. Beliau lantas berpesan pada keluarganya untuk tidak meninggalkan tempatnya apapun yang terjadi. Ia keluar bandara dan bergegas menuju rumah gurunya. Setelah sampai di sana, beliau pun dijamu oleh gurunya dengan kurma dan air putih.
Syekh Ali Jum’ah ingin berpamitan kepadanya dan terburu-buru karena keluarganya menunggu di bandara. Akan tetapi, gurunya meminta agar menerima jamuan tersebut. Dengan akhlak beliau yang sangat mulia dan patuh terhadap gurunya, beliau pun mengiyakan pintanya.
Setelah dari jamuan tersebut, beliau kembali ke bandara. Beliau mendapati keluarganya masih ada di sana dan tidak berpindah sedikit pun bahkan setelah pesawat terakhir telah lepas landas. Namun berselang beberapa jam, tiba-tiba ada pesawat yang transit di bandara Jeddah dan ingin ke Kairo. Naiklah Syekh Ali Jum’ah sekeluarga dalam pesawat tersebut dan kembali ke Kairo.
Singkat cerita, Syekh Ali Jum’ah dalam majelis mengenang gurunya tersebut. Beliau pun menceritakan kepada murid-muridnya bahwa kurma yang beliau makan sejak saat itu masih terasa hingga sekarang. Itu lah yang menjadi hasil dari kepatuhan murid kepada gurunya dan akhlak mulia yang dimilikinya.
Pembuka Talaqqi di Masjid Al-Azhar setelah Lama Berhenti
Syekh Ali Jum’ah adalah inisiator untuk dibukanya kembali talaqqi (pengajian) setelah lama terhenti di Masjid Al-Azhar pada tahun 1998. Sebelumnya, masjid Al-Azhar terhenti dari talaqqi karena adanya konflik politik di Mesir.
Di dalam talaqqi, beliau membacakan kitab-kitab turats dan mengaitkannya dengan isu realita yang faktual. Beliau sangat menginginkan muridnya untuk bisa memahami teks-teks turats dan memahami penggunaannya pada realita yang terjadi.
Selain menghidupkan kembali talaqqi di masjid Al-Azhar, beliau juga membangun madrasah dan mengatur manhaj (metode) dalam pembelajaran. Metode inilah yang menjadi dasar para pendahulu dalam belajar sehingga ilmu yang mereka miliki bagai air yang mengalir. Di antara manhaj yang diusung oleh Syekh Ali dalam penyusunan kurikulum madrasahnya adalah:
- Tersambungnya sanad dengan baik secara riwayat, dirayah, dan tazkiyat.
- Perhatian dalam mempelajari ilmu alat
- Penguasaan yang mendalam terkait maqashid syariah
- Penerapan ayat-ayat Al-Qur’an sesuai tempatnya
- Pemuliaan terhadap kedudukan umat Islam.
- Pembawaan semangat dalam penyebaran hidayah.
- Metode penyempurnaan ilmu.
- Pengambilan manfaat dari turats Islam dan terbuka terhadapnya.
Inilah manhaj Al-Azhar yang kemudian dijadikan oleh syekh Ali Jum’ah sebagai manhaj dalam pembangunan madrasahnya.
Berkat keikhlasan beliau dan taufik dari Allah, madrasah ini melahirkan banyak alumni dan terus memiliki murid. Di antara muridnya ada yang sudah bisa berfatwa di negerinya. Selain itu, beliau tidak membedakan muridnya dalam berinteraksi sehingga semua muridnya merasa sangat dicintai oleh syekh.
Di antara muridnya yang berhasil menjadi syekh besar adalah Syekh Usamah Azhary, syekh Majdi Asyur, Syekh Hisyam Kamil, Syekh Yusri Jabr. Kemudian dari tangan muridnya muncul lah beberapa murid yang tersebar di berbagai negara.