Oleh: Defri Cahyo Husain, Dewan Pimpinan MPA PPMI Mesir periode 2022/2023
Baru-baru ini kita dihebohkan dengan berita di beberapa media Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) terkait raibnya sejumlah EGP. 40.000,00. Dana Abadi dari brankas PPMI Mesir. Hal ini menjadi sorotan publik karena banyaknya kerancuan dan inkonsistensi yang keluar dari mulut Bendahara Umum (Bendum) PPMI Mesir ketika memberikan keterangan pada Sidang Laporan Kerja Semester (LKS) PPMI Mesir, Selasa (20/2/2024) lalu.
Melansir dari media Wawasankksmesir.com, ketika ditanya ke manakah sejumlah Dana Abadi yang raib itu, Bendum PPMI Mesir malah memberikan 3 tanggapan yang memancing naluri skeptis saya: Pertama, dana tersebut dipakai untuk memperbaiki komputer PPMI Mesir yang sudah tua. Kedua, terselip dan luput dari perhitungan Tim Verifikatur (padahal Tim Verifikatur yang didukung pengakuan Depim MPA dan BPA meyakinkan bahwa uang tersebut benar-benar tidak ada secara fisik di dalam brankas). Terakhir, uangnya dicampurkan dengan Dana Operasional Kepanitiaan Orientasi Mahasiswa Baru (Ormaba) PPMI Mesir dan disimpan di dalam lemari pribadinya.
Berdasarkan hal tersebut, membuat saya semakin bertanya-tanya, ke manakah sebenarnya sejumlah uang Dana Abadi itu? Apakah benar tercampur dengan uang kepanitiaan Ormaba PPMI 2024, atau justru ada kemungkinan lain; penggelapan dana misalnya? Jika ternyata benar kemungkinan lain itu, apakah cukup konsekuensinya hanya sebuah permintaan maaf dari pihak terkait?
Angin Tak Dapat Ditangkap, Asap Tak Dapat Digenggam
Dari jawaban terakhir Bendum tersebut, saya ingin mengajak pembaca untuk sama-sama mengaktifkan akal sehat dengan membuat sebuah silogisme di kepala. Bendum mengatakan bahwa sebesar 40 ribu L.E. Dana Abadi tercampur dengan uang operasional kepanitiaan Ormaba. Diksi “tercampur” di situ dapat kita katakan, memang sudah ada uang operasional kepanitiaan Ormaba tersendiri, lalu ditambah/dicampurlah dengan uang dana abadi tersebut. Berarti, ada lebih dari 40 ribu L.E. uang terpakai untuk Ormaba kala itu, ‘kan?
Kemudian, ditilik dari waktu, Bendum menyampaikan pernyataan tersebut pada Sidang LKS yang terjadi sebelum terlaksananya Ormaba PPMI Mesir 2024, sehingga logika kita akan menangkap bahwa uang itu tentu terpakai pada pra-Ormaba, karena tidak mungkin terpakai pada acara yang belum mulai. Konklusinya, lebih dari 40 ribu L.E. dihabiskan untuk ‘pra-Ormaba’ PPMI Mesir, yang notabenenya harusnya tidak menghabiskan uang yang begitu banyak. Lantas, apakah akal anda dapat menerima pernyataan seperti itu? Saya akan lebih memercayainya sebagai lelucon jika seandainya Bendum kala itu sedang melakukan stand up comedy.
Berangkat dari kecurigaan itu—tentu ini hanya sebatas dugaan yang bisa jadi benar dan bisa jadi salah, hak Anda untuk sependapat atau tidak—saya pun mulai menelusuri dan mencari berbagai informasi melalui relasi yang saya punya. Setelah beberapa lama pencarian, saya akhirnya mendapatkan data yang bisa dikatakan informasi A1 dari beberapa orang teman dalam beberapa tongkrongan.
Dari informasi yang saya dapatkan, dikatakan bahwa malam sebelum terlaksananya Sidang LKS, pihak Majelis Permusyawaratan Anggota (MPA) dan Badan Perwakilan Anggota (BPA) PPMI Mesir sudah mendesak Bendum untuk mengakui ke mana uang 40 ribu itu dialokasikan. Setelah melalui beberapa kali interogasi, akhirnya dia mengakui bahwa uang tersebut dipakai untuk keperluan pribadinya. Kaget, ‘kan? Saya pun demikian.
Coba bayangkan, uang sebanyak itu diambil dari Dana Abadi milik Masisir yang tidak boleh dipakai untuk kegiatan operasional dengan alasan apa pun, malah dipakai untuk kepentingan pribadi. Kejadian ironis seperti ini sudah dapat kita kategorikan sebagai tindakan Penggelapan Dana, jika seandainya memang seperti itulah yang terjadi.
Tidak cukup sampai di situ, beberapa teman saya tersebut menambahkan, pada awal-awal kepengurusan Dewan Pengurus (DP) PPMI Mesir telah terjadi juga kejanggalan berupa sebesar EGP. 50.000,00. uang PPMI Mesir keluar tanpa adanya kwitansi. Bendum pun katanya tidak tahu ke mana saja uang tersebut berlabuh. Lantas, ke mana lagi uang itu kalau Bendum yang mengeluarkannya saja tidak tahu? Masa saya harus mencurigai hantu Wisma Nusantara bernama Ajeng sebagai pencurinya?
Belum lagi, sebagaimana yang diwartakan media Wawasankksmesir.com, laporan keuangan PPMI Mesir yang dilaporkan pada sidang tersebut terbilang cacat dan berantakan. Bagaimana tidak, dari sekitar 260 catatan pengeluaran, hanya 60 nota yang sah menurut tim verifikatur. Bagaimana publik akan percaya jika hal mendasar seperti laporan keuangan saja tidak akurat seperti itu?
Meskipun semua yang saya kemukakan itu masih sebatas informasi dan klaim sepihak, saya tetap meyakini pepatah yang mengatakan, angin tak dapat ditangkap, asap tak dapat digenggam. Rahasia itu tidak selamanya dapat disembunyikan, suatu waktu akan terbuka pula. Kita hanya perlu menunggu keterangan resmi dari pihak BPA PPMI Mesir yang katanya sedang melakukan investigasi mengenai hal ini sejak berakhirnya sidang LKS kemarin hingga … entahlah kapan investigasinya akan berakhir.
PPMI Mesir Akan Seperti Tubuh yang Mati?
Dalam beberapa keterangan di media, Bendum memohon maaf dan menyatakan siap mengganti apa pun yang tidak sesuai dari laporan Dana Abadi itu. Membaca hal itu, saya jadi ingin membuat sebuah ilustrasi di kepala: jika seandainya—saya lagi-lagi pakai kata “seandainya”—uang tersebut memang sengaja dipakai untuk kepentingan pribadi, apakah cukup hanya dengan permohonan maaf dan penggantian uang?
Saya rasa kita semua akan sepakat, bahwa menggunakan uang milik bersama untuk kepentingan pribadi orang yang diberi amanah untuk memegang dana tersebut adalah tindak pidana penggelapan dana. Sebagaimana tindak pidana lainnya, hukuman bagi pelaku penggelapan dana pun sudah diatur dalam undang-undang kita di Indonesia.
Seperti yang termaktub dalam pasal 374 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), “Penggelapan yang dilakukan oleh seseorang ketika memegang barang tersebut karena berhubungan dengan pekerjaannya, jabatannya, atau karena ia mendapatkan upah berupa uang ketika memegang barang, dihukum penjara dengan jangka waktu maksimal lima tahun.” (Bunyi Pasal KUHP Tentang Penggelapan dan Hukumannya, tirto.id, diakses 6 Maret 2024)
Mengingat tindakan pidana tersebut telah diatur pada pasal 374 KUHP, maka sudah jelas bahwa proses hukum terhadap pelaku tidak dapat dihentikan, sekalipun pihak-pihak terkait sudah membuat perdamaian. Sebab kasus ini termasuk ke dalam delik biasa, bukan delik aduan, di mana pelaku wajib untuk tetap diproses oleh pihak berwajib. (Pengertian Penggelapan Dana: Hukum dan Contoh Kasusnya, gramedia.com, diakses 6 Maret 2024)
Berangkat dari keterangan itu, saya menilai bahwa kasus seperti ini jangan dianggap sepele. Saya khawatir jika seandainya benar telah terjadi tindak pidana penggelapan dana di tubuh PPMI Mesir, nantinya hanya diselesaikan dengan ‘perjanjian bawah meja’ atau penyelesaian secara kekeluargaan oleh pihak-pihak terkait. Tolonglah, ini bukan seperti pelanggaran etika kasus-kasus asusila yang biasanya diselesaikan diam-diam.
Itulah mengapa saya menuliskan keresahan ini, sebelum keluar keputusan hasil investigasi BPA PPMI Mesir nanti yang entah akan seperti apa isinya, saya ingin menegaskan, SEMUA pelaku tindakan penggelapan dana, SIAPA PUN ITU, jika terbukti melakukannya, harus diusut tuntas dan DIPIDANAKAN! Beberapa pelanggar etika kasus-kasus asusila saja—notabenenya hanya menyangkut perseorangan—sampai dipulangkan ke tanah air, masa kasus berat yang menyangkut kepentingan umum hanya diselesaikan dengan damai? Yang benar aje, rugi dong.
Saya berani mengatakan, PPMI Mesir akan seperti tubuh yang mati jika seandainya tidak memidanakan pelaku penggelapan dana, apalagi organisasi induk ini sudah resmi tercatat di bawah Kemenkumham RI. Layaknya tubuh yang sudah mati, jasadnya ada tapi semuanya tidak dapat berfungsi. Orang-orang hanya akan melihatnya sebagai jenazah, bukan organisasi lagi, karena tidak mengindahkan asas dan tujuan organisasi yang telah tertera dalam AD/ART PPMI Mesir.
Lagi-lagi saya tegaskan, khususnya kepada pihak-pihak yang menangani, tolong jangan sepelekan kasus seperti ini. Kalau terbukti melakukan penggelapan dana apa pun, siapa pun itu, pidanakan! Kalau dirasa sulit, paling tidak pulangkan saja ke Indonesia. Namun, tetap penyelesaiannya harus terbuka secara publik karena ini menyangkut kepentingan umum. Publik harus tahu apa dan bagaimana nanti proses konsekuensinya. Wallahua’lam bi al-Shawwab.