ArtikelIslamia

Semangat Ibadah Jangan Kayak Tai Ayam, Panasnya Cuma di Awal

Penulis: Asdimansyah M | Editor: Akmal Sulaeman

Memasuki awal bulan Ramadan kita akan melihat pemandangan masjid-masjid yang lebih ramai dari waktu biasanya. Bagaimana tidak, ada begitu banyak keistimewaan yang Tuhan sematkan pada bulan ini. Jadi, wajar saja kalau kita melihat umat Islam begitu semangat berbondong-bondong berburu pahala di bulan Ramadan seperti saat ini.

Hal ini mengingatkan saya pada sebuah meme tahunan yang biasanya muncul di setiap akhir Ramadan. Dan menurut saya cukup relate dengan fenomena sosial ibadah di setiap Ramadan. Di meme itu ada dua foto yang menjelaskan secara sederhana perbedaan gejolak ibadah antara awal dan akhir bulan Ramadan. Di foto pertama memperlihatkan suasana salat tarawih pada awal Ramadan yang penuh jamaah sampai bersaf-saf. Di foto kedua memperlihatkan suasana salat tarawih yang sepi dan hanya tersisa beberapa saf saat hari-hari terakhir Ramadan.

Ada sebuah ungkapan dalam bahasa Bugis yang menurut saya lumayan pas untuk membahasakan kondisi itu, ‘pella pella tai manu’. Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai ‘panas-panas tai ayam’. Saya kurang tau apakah di daerah lain ada ungkapan yang senada dengan itu. Namun karena kebetulan saya dari suku Bugis, ungkapan itu sering saya dengar ketika orang-orang ingin menyinggung semangat yang kerap kali seperti panas tai ayam, panasnya cuma di awal saja.

Jika kita mengintip kenyataan, semangat panas-panas tai ayam ini memang benar adanya, dan kadang juga terjadi pada semangat dalam beribadah. Tentu salah satu penyebabnya adalah karena kita sebagai manusia dikaruniai rasa jenuh. Sehingga ketika melakukan sesuatu yang berulangkali, lambat laun semangat kita bisa jadi semakin menurun. Atau mungkin hal ini ada juga kaitannya dengan keimanan yang memang mempunyai punya sifat yazid wa yanqus (bertambah dan berkurang).

Namun, bukan berarti itu bisa menjadi pemakluman ketika hal demikian terjadi pada diri kita. Justru di situlah letak seni dalam beribadah. Dengan adanya rasa jenuh ataupun turunnya keimanan, bisa semakin menunjukkan keseriusan kita dalam beribadah. Karena kalau kita beribadah hanya pada saat semangat lagi panas-panasnya, yahh… apa istimewanya?

Bukan juga berarti kita harus menurunkan intensitas ibadah kita di awal Ramadan. Hanya saja, kita mungkin perlu sedikit mengatur ritme dalam beribadah. Karena kalau terlalu berlebihan, nanti akhirnya akan kelelahan sendiri. Padahal yang dituntut dalam ibadah adalah bagaimana caranya supaya amalan yang kita lakukan tetap konsisten, bukan yang berlebihan tapi hanya bertahan dalam waktu yang singkat. Seperti yang disebutkan Rasulullah Saw. dalam sebuah hadits:

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ دَخَلَ عَلَيْهَا وَعِنْدَهَا امْرَأَةٌ قَالَ مَنْ هَذِهِ قَالَتْ فُلَانَةُ تَذْكُرُ مِنْ صَلَاتِهَا قَالَ مَهْ عَلَيْكُمْ بِمَا تُطِيقُونَ فَوَاللَّهِ لَا يَمَلُّ اللَّهُ حَتَّى تَمَلُّوا وَكَانَ أَحَبَّ الدِّينِ إِلَيْهِ مَادَاوَمَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ

Artinya: Dari ‘Aisyah RA, bahwasanya Nabi Saw. masuk ke rumahnya dan ketika itu ada seorang perempuan (yang kemudian beranjak setelah Rasulullah Saw. datang). Beliau lalu bertanya: “Siapa perempuan tadi?” ‘Aisyah menjawab: “Fulanah (panggilan tanpa nama untuk perempuan).” ‘Aisyah pun menceritakan tentang salatnya (salat malamnya semalam suntuk tanpa tidur). Beliau lalu bersabda: “Hah, kalian hendaklah beramal dengan yang kalian mampu. Demi Allah, Allah tidak akan bosan sehingga kalian bosan. Agama yang paling dicintai Allah itu adalah yang terus berlangsung diamalkan oleh pengamalnya.” (Shahih Al-Bukhari bab Ahabbud-din ilal-‘Llah Adwamuhu No. 43.)

Jadi, jelas bahwa yang menunjukkan keunggulan suatu ibadah atau amalan adalah kontinuitasnya, bukan yang hanya sekadar panas-panas tai ayam. Dan dalam menjaga kekonsistenan itu tentu ada saja ujian yang akan kita hadapi. Di antaranya adalah rasa jenuh dan keimanan yang naik turun tadi. Adapun cara menghadapinya itu kembali pada diri kita masing-masing, apakah punya kesabaran yang cukup atau tidak.

Dalam tulisan ini pun saya sebenarnya tidak akan membahas tentang kiat-kiat agar bisa konsisten beribadah dari awal sampai akhir Ramadan, ataupun cara mengatasi semangat panas-panas tai ayam tadi. Karena saya sendiri juga masih ragu bisa lolos dari hal itu atau tidak. Pun yang saya bahas di sini hanya sekadar mengingatkan kita kembali bahwa rasa jenuh pasti ada dalam diri setiap orang.

Namun, yang menjadi poin inti adalah bagaimana cara kita menyikapi hal itu. Apakah dengan membiarkan diri kita dikendalikan perasaan atau sebaliknya. Setidaknya kita masih sadar bahwa kendali dalam merespon rasa jenuh itu ada di tangan kita. Imam Al-Ghazali juga pernah mengatakan dalam sebuah nasehatnya, “Nafsu bisa membuat seorang raja menjadi budak. Sedangkan sabar bisa membuat seorang budak menjadi raja’’.

Dalam artian, kita punya pilihan untuk menjadi seorang raja ataupun budak. Dan sebagaimana yang kita ketahui, hal yang baik umumnya didapatkan melalui kesungguhan dan perjuangan. Dengan menyadari hal itu, saya rasa sudah cukup menjadi alaram ketika rasa jenuh mulai menggerogoti semangat kita dalam beribadah.

‘Ala kulli hal, semangat ibadahnya abangkuhh

Artikel Terkait

Beri Komentar