Penulis: Muhimma Aini Rahayu | Editor: Akmal Sulaeman
Jika kita perhatikan dengan saksama, kampanye Pemilu yang baru saja diselenggarakan tidak lagi sepenuhnya diisi dengan gaya kaku berisi orasi penuh janji manis. Untuk menembus berbagai kalangan masyarakat, tidak cukup jika hanya dengan berbagi sembako gratis, butuh pendekatan khusus dalam media sosial untuk mendapatkan suara dengan jumlah yang fantastis.
Salah satu aplikasi yang paling berpengaruh dalam berkampanye adalah TikTok. Terbukti dari viralnya jogetan salah satu paslon yang berhasil menarik perhatian sebagian orang. Mengetahui pengaruh TikTok, paslon lain tidak mau kalah. Mereka turut gemar melakukan siaran langsung guna berinteraksi dengan khalayak ramai.
Hal itu sah-sah saja dilakukan, mengingat jumlah pengguna TikTok di Indonesia yang sangat besar. Menurut laporan We Are Social dan Hootsuite, jumlah pengguna TikTok di Indonesia berjumlah 106,52 juta orang pada Oktober 2023. Jumlah yang membuat Indonesia menjadi negara dengan pengguna TikTok terbanyak kedua di dunia, di bawah Amerika Serikat dengan 143,4 juta pengguna.
Adapun klasifikasi usia pengguna TikTok di Indonesia berdasarkan data Socialinsider pada bulan Januari-November 2023, sebanyak 41,8% pengguna berusia 18-24 tahun, 38,9% pengguna berusia 25-34 tahun, 12,8% pengguna berusia 35-43 tahun, dan di urutan terakhir 7,8% pengguna berusia 45-55 tahun ke atas.
Adakah yang tidak tertarik dengan aplikasi ini? Aplikasi yang menyajikan video berdurasi pendek yang menghibur, edukatif, lagi kreatif. Kita bisa mengais berbagai macam informasi secara instan dengan durasi mulai 3 detik sampai 10 menit.
Adanya TikTok membuat kita tidak butuh lagi membaca blog yang panjang untuk mendapatkan ulasan film/buku, tidak perlu lagi menonton video belasan menit untuk mendapatkan satu resep makanan yang sedang viral, tidak susah lagi mencari tahu hal yang sedang ramai diperbincangkan dan masih banyak lagi yang bisa kita dapatkan.
Seiring berjalannya waktu, penyajian video berdurasi pendek ini kian menyebar. Mengingat aplikasi-aplikasi lain yang turut meluncurkan fitur serupa, layaknya Instagram, YouTube, Facebook, SnackVideo dan lain-lain.
Dampak Menonton Video Berdurasi Pendek
“Semakin terang cahaya maka semakin gelap bayangannya”.
Memang benar kita banyak dibantu oleh aplikasi-aplikasi yang telah disebutkan di atas. Dengannya kita bisa memberikan dan menerima informasi dengan cepat, setiap pengguna bisa menampilkan kreativitas mereka dalam berbagai hal. Namun yang perlu kita sadari, merebaknya fitur video berdurasi pendek ini juga membawa pengaruh yang tidak selamanya baik, di antaranya:
- Mengurangi kemampuan seseorang untuk fokus
Dilansir dari halodoc, menurut penelitian berjudul “Accelerating Dynamics of Collective Attention” yang dipublikasikan oleh Nature Communications, penggunaan TikTok yang berlebihan dapat menurunkan fokus dan rentang perhatian penggunanya. Hal ini disebabkan kebanyakan video yang disajikan berdurasi pendek sehingga para pengguna tersebut akan sulit merasa fokus jika dihadapkan dgengan video berdurasi panjang.
Hal ini tentu berlaku di aplikasi yang lain, namun TikTok menjadi sedikit berbeda karena sistem For Your Page-nya, yang bisa membuat seseorang menonton banyak video pendek sesuai minat secara konstan.
- Suasana hati yang cepat berubah
Alasan kita membuka media sosial adalah untuk mencari tahu sesuatu. Jika kita berhasil memecahkan keingintahuan kita, terdapat hormon dalam otak yang aktif, yaitu dopamin, hormon yang membuat kita merasa puas dan bahagia.
Mengingat kebahagiaan ini kita dapatkan secara instan, akan ada penurunan kadar hormon secara drastis jika kita lakukan secara terus menerus, yang menjadikan kita bahagia dalam sekejap lantas merasa hampa kemudian.
- Bahaya penggiringan opini
Menonton video pendek cenderung membuat kita cepat menyimpulkan sesuatu. Hal ini tentu berbahaya jika kita tidak memahami konteks video secara mendalam tanpa mencari tahu lebih. Potensi penyebaran hoaks menjadi lebih besar karena maraknya postingan video yang dipotong-potong.
Bijak dalam Menghadapi Populernya Video Pendek
Media sosial boleh saja digunakan sewajarnya dengan menyeimbangkan kegiatan positif di kehidupan nyata. layaknya membaca, menulis journal harian, fokus dalam kegiatan kita sehari-hari, olahraga, dan lain-lain.
Ada baiknya kita mendisiplinkan diri dalam memanfaatkan teknologi yang ada di depan kita. Kita juga perlu menyadari dampak yang dihasilkan di kemudian hari, karena jangan sampai kita merelakan kesehatan dan kesempatan yang kita miliki hanya untuk memenuhi kesenangan sesaat.