Penulis: Afwa Anna Hudiyah | Editor: Ilham Pratama
Tahun demi tahun berlalu, Ramadan sebagai bulan pembawa berkah dan magfirah nampaknya masih menjadi satu-satunya tamu yang selalu dinantikan oleh umat Islam di belahan dunia manapun pada tiap tahunnya. Betapa tidak, keistimewaan dan kenikmatan yang dimiliki bulan ini tak akan pernah dijumpai pada sebelas bulan lainnya, tak terkecuali nikmat beribadah.
Keberadaan Ramadan sendiri yang memiliki peran begitu besar bagi umat muslim, menjadikan setiap negara Islam tentu saja memiliki adat tersendiri dalam menyambut serta meromantisasi bulan tersebut. Begitupun dengan setiap individu muslim juga tak ketinggalan akan hal itu, mereka memiliki ciri khas tersendiri dalam menyambut bulan yang mulia ini.
Secara gender, saya tidak tahu bagaimana kaum lelaki menyambut Ramadan mereka. Namun ketika membicarakan perempuan, kita akan mendapati mereka kejar-kejaran dengan puasa ganti yang mereka tinggalkan di Ramadan tahun sebelumnya. Bener, kan?
Meskipun begitu, kedatangan bulan Ramadan setiap tahun bagi perempuan seakan menjadi lembaran baru bagi mereka—ini bukan masalah pernikahan ya guys. Maksudnya, perempuan akan menjadikan Ramadan di tahun tersebut lebih baik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Gak cuman jago berburu takjil dan baju lebaran, mereka juga akan berlomba-lomba mengisi shaf tarawih di masjid terdekat.
Jangan lupa ya guys, perempuan juga makhluk yang punya daya saing dan optimisme yang tinggi, mereka tidak akan melewatkan kesempatan emas di momentum bulan suci ini.
Selain itu ketika kita amati kembali zaman yang kian berubah ini, ada banyak hal yang semestinya patut disyukuri oleh seorang perempuan. Jika dulunya mereka masih dinaungi payung patriarki, tidak bebas dalam menjalankan ibadah dan aktivitas luar rumah, kini mereka telah bebas mengambil peran di segala lini.
Lalu pada zaman yang serba maju dan trendi ini, hiruk-pikuk kehidupan seorang perempuan yang berprofesi dan meniti karir sana sini akan banyak kita jumpai, ada juga dari mereka yang sibuk mendalami peran sebagai seorang ibu dan istri. Di samping itu, siapa sangka mereka juga tetap dapat meromantisasi ibadah dan amalan Ramadan dengan cara mereka masing-masing.
Meskipun semangat wanita di zaman ini tidak sebanding dengan gejolak semangat seorang sufi wanita, seperti Rabiah Al-Adawiah yang mengabdikan seluruh hidupnya hanya untuk Allah Swt. tanpa mengharap balasan surga, tetapi di era modern saat ini kita akan mendapati Nahid Angha, sebagai contoh seorang sufi perempuan modern asal Iran-Amerika. Beliau dikenal sebagai pendiri salah satu organisasi sufi perempuan dunia, yang ia dedikasikan untuk ceramah, serta publikasi ajaran tasawuf dan sufi di masa lalu dan sekarang, di tengah-tengah kesibukannya sebagai seorang dosen dan istri.
Perlu kita sadari kembali, kodrati perempuan akan selalu memiliki peran ganda yang mereka lakoni, sebagai penggerak utama dalam menjaga keharmonisan keluarga dan tetap produktif dalam berbagai kegiatan baik di rumah maupun luar rumah.
Untuk itu, perempuan yang saat ini telah mengemban amanah sebagai seorang istri, dan selama bulan puasa tetap menjalankan kewajiban agama dan aktivitas rumah. Doktor Hibah Auf salah seorang dosen Jurusan Tafsir banat, Al-Azhar dalam hal ini berpesan bahwa perempuan akan selalu mendapatkan kebebasan beribadah. Sebab kesibukan mereka dalam menyiapkan buka puasa dan sahur juga adalah bentuk ibadah, serta mereka juga akan mendapatkan pahala ganda.
Selanjutnya, bagaimana dengan perempuan yang kerja di luar rumah? Beliau mengingatkan, sesibuk apapun mereka, amalan ringan seperti berzikir, berselawat dan bersedekah adalah alternatif yang bisa dilakukan untuk lebih meromantisasi ibadah ramadan mereka. Duktur Hibah Auf menyarankan, perempuan yang kerja seperti itu juga harusnya bisa mengatur waktu mereka, menyediakan waktu untuk mendekatkan diri pada Allah di sepertiga malam mereka.
Di samping itu, perempuan yang masih di umur-umur gemar main Instagram dan Tiktok, jangan sampai melewati Ramadan tanpa menggandeng pahala—cukup berburu takjil aja yang dikalah sama Nonis, jangan sampai pahala Ramadannya enggak. Pada konteks kali ini, sejatinya Ramadan tidak hanya sebagai wadah beribadah, tapi juga wadah mengasah kemampuan diri dan proses pembentukan karakter. Jika ada yang bilang Ramadan enggak memberikan dampak positif bagi mereka, bisa dibilang mereka yang kurang memaksimalkan momentum Ramadan—kurang meromantisasi. Padahal kan banyak kegiatan produktif yang bisa dikerjakan.
Adapun contohnya seperti mengikuti kajian rutinan, membantu menyajikan sajian berbuka dan sahur, menebar manfaat dan ilmu kepada yang lebih membutuhkan. Hal-hal tersebut dapat dilakukan agar ketika Ramadan usai, bukan cuman pahala yang di-upgrade, tapi otak dan skilnya juga ikut terbaharui.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana dengan perempuan yang sedang berjuang karena hamil, menyusui atau datang bulan apakah mereka enggak bisa ikut meromantisasi Ramadan mereka? Jangan risau jika kalian merasa kurang mengoptimalkan ibadah, karena sejatinya perempuan pasti akan mengalami hal itu. Dan perempuan istimewa akan hal itu. Istirahatlah sebentar dengan menjalankan amalan-amalan ringan seperti zikir, selawat dan sedekah untuk lebih memacu semangat ibadah dan puasa di hari-hari setelahnya. Insha Allah niat menghidupkan Ramadan yang pernah terpatri dalam diri juga sudah dihitung sebagai bentuk ibadah, sebagaimana dalam hadist arbain an-nawawi ke-37:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ -فِيْمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى-، قَالَ: «إِنَّ اللهَ كَتَبَ الحَسَنَاتِ وَالسَّيئَاتِ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ: فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً….»
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hadits yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya Tabaraka wa Ta’ala. Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah menulis kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan kemudian menjelaskannya. Barangsiapa yang berniat melakukan kebaikan lalu tidak mengerjakannya, maka Allah menulis itu di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna.
Sebagai penutup, untuk perempuan yang enggak punya support system Ramadan yang selalu ngingetin sahur dan berbuka, setidaknya tulisan ini bisa menemani dan menjadi hiburan buat perempuan hebat di manapun mereka berada. Agar selalu bersemangat menjalankan ibadahnya, juga sebagai pendorong bagi siapapun untuk lebih peka dalam memahami peran perempuan. Sehingga mereka mampu mengoptimalkan kemampuan dan kesadarannya untuk menghidupkan dan menyemarakkan berbagai aktivitas ibadah bukan hanya di bulan yang penuh dengan ampunan ini, tetapi juga berkelanjutan di bulan-bulan berikutnya. Karena, bukan cuman pasangan yang harus selalu diromantisasi, Ramadan juga butuh itu.