EsaiMasisir

Ujian Termin Memasuki Tahap Akhir, Pola Tidur Masihkah Sehat?

Penulis: Saladin Ghaza Al Arsyad | Editor: Ilham Pratama

Ujian Termin II Universitas Al-Azhar sudah memasuki tahap akhir. Setelah melalui masa panjang yang cukup berat, para Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) harus tetap fokus hingga hari ujian terakhir. Sayangnya, tidak sedikit dari mereka yang sejak hari pertama ujian terlalu ambisius dalam belajar, sehingga waktu tidur tidak terpenuhi dengan baik. Hal ini berdampak negatif bagi kesehatan Masisir bila terus menerus dilakukan.

Bahkan penulis pernah mendapati Masisir yang hanya tidur dua jam di malam hari ujian. Akibatnya konsentrasi menjadi buyar dan materi yang semalam dipelajari seakan-akan terlupakan kembali. Padahal tidur akan memberikan banyak dampak positif bagi tubuh jika dilakukan dalam durasi dan waktu yang tepat.

Dari sudut pandang kesehatan, sebagaimana dilansir dari situs web Unit Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, waktu tidur yang ideal dibagi ke dalam beberapa kelompok usia. Dan rata-rata usia Masisir berada di rentang 18-40 tahun, memerlukan waktu tidur sekitar 7-8 jam. Orang yang tidur dengan durasi di bawah rentang tersebut cenderung mengalami gejala penyakit akibat tidur yang kurang berkualitas seperti melemahnya daya tahan tubuh, memicu kanker, melonjaknya berat badan, melemahnya fungsi otak, menurunkan kebugaran tubuh, serta kualitas emosi dan mental.

Selain durasi, waktu tidur yang tepat juga turut mendukung kualitas tidur yang sehat untuk tubuh. Begadang sebaiknya dihindari walau untuk belajar atau berolahraga, apalagi untuk aktivitas yang sia-sia. Gunakan waktu malam sebaik mungkin untuk beristirahat.

Ironinya pada kehidupan Maisisir secara umum, tidak jarang kita jumpai orang-orang yang memiliki pola hidup nokturnal, yakni tidur di hari terang dan beraktivitas di hari gelap. Padahal, pola hidup tersebut tidaklah baik bagi kesehatan fisik dan mental.

Dalam suatu acara konferensi pers Tata Laksana Komprehensif Insomnia di Hotel Novotel Mangga Dua Square, Jakarta, Sabtu (1/5/2010), Dr. dr. Nurmiati Amir, Sp. KJ (K) menyatakan bahwa tidur di malam hari adalah suatu regulasi yang teratur dan sudah terpola dengan baik karena beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan dan imunitas hanya muncul dan bekerja saat orang tidur di malam hari saja dan tidak muncul pada siang hari. Sehingga orang yang kurang tidur di malam hari, apalagi yang memiliki pola tidur yang terbalik, nokturnal, akan memiliki gangguan dalam pertumbuhan dan kekebalan tubuhnya.

Adapun dari sudut pandang agama, waktu malam memang Allah ﷻ jadikan sebagai waktu yang tenang untuk beristirahat dan kembali beraktivitas di hari terang untuk mencari penghidupan, termasuk menuntut ilmu dan mencari pengalaman. Allah ﷻ berfirman:

وَجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتًا وَجَعَلْنَا الَّیْلَ لِبَاسًا وَجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًا

“dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat (9), dan Kami jadikan malam sebagai pakaian (10), dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan (11),” QS An Naba (78) ayat 9-11

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa Imam Qatadah, menjelaskan maksud dari “malam sebagai pakaian” adalah “malam sebagai ketenangan”.

Rasulullah ﷺ pernah mencontohkan bagaimana pola tidur yang seharusnya ditiru oleh seluruh kaum muslimin, yakni tidur pada awal malam, setelah isya. Kemudian bangun di akhir malam sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin, Aisyah RA, beliau berkata:

أنّ النبي ﷺ كان ينام أول الليل، ويقوم آخره فيصلي.

Nabi biasa tidur pada awal malam dan bangun pada akhir malam, lalu salat.” (HR Bukhari, no. 1146 dan Muslim, no. 739)

Selain itu, Rasulullah ﷺ juga membenci tidur sebelum isya dan “begadang” yang tidak perlu setelah waktu isya, seperti hanya sekadar mengobrol dan bersenda gurau. Hal ini senada dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Sahabat Abi Barzah RA, beliau berkata:

أنّ رسول الله ﷺ كان يكره النوم قبل العشاء والحديث بعدها

Rasulullah membenci tidur sebelum isya dan obrolan-obrolan setelah isya.” (HR Bukhari, no. 568)

Berdasarkan kedua hadis tersebut, jelas syariat menganjurkan agar setiap muslim segera tidur setelah salat isya dan tidak begadang. Meskipun belajar dan ibadah adalah hal yang tidak sia-sia, tetapi Rasulullah ﷺ menganjurkan kita untuk lebih memperhatikan istirahat sebagaimana yang beliau contohkan.

Adapun akhir malam yang dimaksud adalah sepertiga akhir malam. Hal ini tertulis dalam firman Allah ﷻ:

قُمِ اللَّيْلَ إِلاَّ قَلِيلاً نِصْفَهُ أَوِ انقُصْ مِنْهُ قَلِيلاً

Bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit.” QS. Al Muzzamil (73 (2-3.)

Lebih jelas lagi, disebutkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh sahabat, Abu Hurairah ra, beliau berkata:

يَتَنَزَّلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ ، مَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ ، وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ

“Rabb kita tabaraka wa taala turun setiap malam ke langit dunia hingga tersisa sepertiga malam terakhir, lalu Dia berkata: ‘Siapa yang berdoa pada-Ku, aku akan memperkenankan doanya. Siapa yang meminta pada-Ku, pasti akan Kuberi. Dan siapa yang meminta ampun pada-Ku, pasti akan Kuampuni’.” (HR. Bukhari no. 6321 dan Muslim no. 758).

Kalau kita aplikasikan ke dalam kehidupan Masisir, maka waktu isya di musim panas di Mesir relatif lebih lambat dibandingkan saat musim dingin, yakni sekitar pukul 21.00 WLK (Waktu Lokal Kairo). Maka bisa diasumsikan bahwa pukul 22.00 WLK adalah batas maksimum kita harus sudah tidur, atau bahkan lebih awal lagi. Adapun waktu subuh di musim panas, sekitar pukul 04.30 WLK. Sehingga durasi waktu malam, terhitung dari waktu isya hingga subuh sekitar tujuh jam lebih.

Adapun sepertiga malam terakhir dengan kondisi yang dimaksud adalah interval pukul 02.00 hingga waktu subuh. Paling tidak kita bangun 20-30 menit sebelum subuh untuk salat sunnah qiyamul layl, maka hal tersebut sudah sesuai anjuran agama. Dengan demikian, durasi tidur Masisir yang menerapkan jadwal tidur tersebut sekitar enam jam lebih.

Lantas bagaimana dengan setengah jam hingga satu jam waktu yang kurang dan tidak memenuhi durasi minimal kesehatan, yakni tujuh jam? Maka kekurangan tersebut bisa ditutupi dengan tidur singkat di siang hari.

قيلوا فإنّ الشّياطين لا تقيل

Tidurlah qailulah (tidur siang) karena setan tidaklah mengambil tidur siang.” (HR. Abu Nu’aim dalam Ath-Thibb 1: 12; Akhbar Ashbahan, 1: 195, 353; 2: 69.)

Pertanyaan selanjutnya, berapa lama durasi tidur siang yang menyehatkan dan membugarkan tubuh? Menurut kesehatan, durasi tidur siang yang baik untuk kesehatan adalah sekitar 10-30 menit dan dilakukan di antara pukul 13.00-14.30 siang. Sehingga dengan demikian, kebutuhan tidur para Masisir akan terpenuhi bila mengikuti pola dan jadwal tersebut.

Namun, masalah selanjutnya adalah kerap kali aktivitas Masisir di siang hari cukup padat sehingga tidak memungkinkan mereka untuk rehat sejenak untuk tidur siang. Bahkan seringkali, waktu pagi dijadikan pelampiasan untuk tidur dari waktu subuh hingga zuhur.

Lalu bagaimana kita menghadapi hal tersebut. Mungkin bisa dengan mengurangi aktivitas. Jadi dalam seminggu tetap kita sempatkan untuk tidur siang setidaknya satu atau dua kali. Serta menjadikan malam dengan betul-betul efektif sebagai waktu istirahat utama.

Dan jika kita melihat apa yang terjadi pada beberapa rekan Masisir, maka pola tidur sehat seperti yang telah dijabarkan masih jauh dari apa yang terjadi pada sebagian besar. Maka saya mengajak diri saya sendiri dan teman-teman Masisir agar mulai merubah pola tidur, agar lebih sehat dan efektif.

Hendaknya kita memulai pola tidur sehat dengan bertahap dan memulai dari hal yang mudah. Misalkan, kita bisa memulai dengan mengurangi obrolan tidak penting setelah isya, dan sesegera mungkin langsung tidur. Semoga dengan begitu kita bisa memulai hidup lebih sehat dengan memperbaiki pola tidur kita.

Artikel Terkait

Beri Komentar