ArtikelResensi Bukusastra

Kompleksitas Hidup dalam Novel “Purnama Berkawah di Bumi Kinanah” Karya Adiaramu Lingga Sastra

Penulis: Ryan Saputra | Editor: Asdimansyah M.

Purnama Berkawah di Bumi Kinanah adalah sebuah novel yang menelisik perjalanan batin seorang pemuda bernama Yusuf di tengah gemerlap dan gelombang ujian hidup di negeri asing, Mesir. Penulis dengan lugas dan jujur menghadirkan kisah yang memadukan cinta, perjuangan, dan spiritualitas dengan gaya bertutur yang mendalam. Lewat buku 909 halaman inilah, Adiaramu menorehkan kompleksitas hidup yang terjadi begitu cepat dalam diri si tokoh utama.

Yusuf, seorang mahasiswa pascasarjana di Universitas al-Azhar, merupakan potret anak yang berbakti, yang menanam cita-cita mulia: ingin membahagiakan kedua orang tuanya dengan predikat mumtaz (sangat memuaskan). Namun, langit tidak selamanya cerah. Kehilangan sang ayah yang begitu mendadak menjadi pukulan pertama yang mengguncang hidupnya. Di balik proses menyulam duka dan sepinya, Yusuf tetap menguatkan tekadnya untuk memberikan kebahagiaan bagi ibunya yang kini menjadi satu-satunya pelabuhan hatinya.

Perjalanan Yusuf tidak sekadar berbicara tentang akademik. Kehidupan Yusuf penuh dengan lika-liku ujian, dari benturan hawa nafsu hingga godaan duniawi. Tantangan baru mulai datang tak jauh dari kediaman Yusuf. Ada Shofia, seorang perempuan blasteran Mesir-Inggris yang memiliki cinta diam-diam kepada tetangganya itu. Shofia adalah sosok yang memancarkan pesona intelektual melalui kecintaannya pada sastra, tetapi ia juga menyimpan keraguan dalam dirinya sendiri. Meski kagum pada kesederhanaan dan ketulusan Yusuf, Shofia menyadari bahwa auratnya yang belum tertutup sempurna membuat ia merasa tidak cukup pantas di hadapan Yusuf. Walaupun, pada nyatanya laki-laki itu tidak mempermasalahkannya. Sebab Yusuf paham, itu adalah hak Shofia.

Shofia tidak hanya menjadi pengagum diam-diam, tetapi juga memainkan peran penting sebagai jembatan dalam hidup Yusuf. Ia memperkenalkan Shela, teman asal Rusia yang keras kepala, kepada Yusuf dengan niat mulia: agar Shela mengenal Islam yang penuh kedamaian. Namun, niat baik Shofia tidak berbuah manis. Shela, yang skeptis terhadap Islam, justru menggunakan pertemuan itu untuk menyerang keimanan Yusuf. Dalam dialog yang tajam, Shela menyebut Islam sebagai agama yang menebar teror dan merendahkan perempuan. Yusuf menghadapi tuduhan itu dengan kepala tegak, memilih menjawab dengan kearifan daripada kemarahan, dan mengajarkan kepada Shofia bahwa Islam adalah cahaya yang menyentuh hati, bukan paksaan.

Salah satu momen selanjutnya yang menonjol adalah pertemuannya dengan seorang perempuan rupawan yang ia selamatkan dari pelecehan. Sosok perempuan itu menjadi simbol kepercayaan, saat ia menyerahkan hatinya kepada Allah agar kelak disatukan dengan Yusuf. Tetapi hati Yusuf telah terpaut pada Farhana, gadis bercadar anggun nan cerdas, yang menyimpan luka batin akibat keluarganya yang retak. Di sinilah cinta dan tanggung jawab Yusuf diuji, ketika ia dengan gagah menyelamatkan Farhana dari kekejian ayah tirinya.

Plot semakin menegang ketika kezaliman dunia menghadang mereka. Farhana dan Yusuf menjadi korban intrik seorang Yahudi yang membenci Islam. Ruang gelap menjadi saksi bisu pelanggaran keji terhadap Farhana, sementara Yusuf babak belur hingga terkapar. Dalam keheningan surat Farhana yang penuh kepedihan, ia memohon Yusuf melupakannya, merasa dirinya tak lagi layak untuk dimiliki. Namun, Yusuf adalah lelaki dengan cinta yang teguh. Ia tak gentar mencari Farhana meskipun tubuhnya belum pulih.

Ironi kehidupan yang biasanya menjadikan diri berpaling bahkan berhenti dari perjuangan, justru Yusuf tetap teguh menghidupkan kembali asa yang selalu terpatri dalam dirinya. Ia kembali menghadapkan hatinya kepada tekad awal: menyelesaikan pendidikan dengan gemilang. Dengan dukungan doa sang ibu yang akhirnya ia boyong ke Mesir, Yusuf meraih predikat mumtaz yang menjadi impiannya.

Novel ini tidak hanya menceritakan perjalanan Yusuf, tetapi menggambarkan pergulatan batin manusia melawan takdir dan menggapai cahaya dalam kegelapan. Penulis menggubah konflik demi konflik dengan piawai dan merajut hikmah di setiap lembaran cerita. Kehadiran al-Azhar sebagai latar tidak hanya menjadi simbol intelektualitas, tetapi juga lentera spiritual bagi para tokohnya dan risalah Islam yang menggetarkan hati bagi para pembacanya.

Bahasa yang sastrawi, penuh dengan metafora dan kiasan, menjadikan novel ini lebih dari sekadar bacaan; ia adalah ruang perenungan. Pesan-pesan moral bertebaran di sepanjang cerita, mengajarkan tentang kesetiaan, perjuangan, dan makna sejati dari keberanian. Purnama Berkawah di Bumi Kinanah adalah cermin bagi siapa saja yang tengah berjuang meniti jalan hidup, bahwa meski badai datang menggulung, kesabaran dan keteguhan iman akan selalu menjadi pelita. Sehingga novel ini layak dibaca, direnungkan, dan diabadikan dalam ingatan. Segera miliki bukunya dan selamat membaca!

Artikel Terkait

Beri Komentar