MasisirPPMIUncategorized

Antara Kuli Beras dan Seorang Presiden; Sebuah Catatan Demokrasi

Oleh: Rahmadi Prima, Mas-mas Alumni Kuli Beras

Mari kita mulai tulisan ini dengan membersamai penulis bernostalgia menjadi kuli beras dua tahun lalu. Kala itu, kurang lebih pukul sembilan pagi di Wisma Nusantara. Seorang pengurus Wisma, piket harian hari itu mengetuk dan membangunkan penulis di kamar pengurus PPMI Mesir. “Prim-Prim, beras dateng,” katanya. Penulis yang setengah sadar mencoba mencerna kalimatnya, beras dateng. Pikiranku langsung tertuju pada satu nama yang nyaris seluruh masisir yang berada di Mesir pada periode 2017 hingga 2021 kala itu mengenalnya, Baba Ragab. Filantropis Mesir yang secara rutin memberikan bantuan bahan pokok berupa beras kepada Masisir secara berkala.

Penulis langsung menuju jendela kamar dan melihat ke parkiran, dan benar. Ada sebuah truk berisi beras yang sudah stand by untuk diturunkan. Segera penulis bangunkan beberapa pengurus yang ada di Wisma untuk segera turun ke bawah. Biasanya satu truk berisi 4 sampai 6 Ton beras, dikirim secara berkala. Terkadang dalam satu hari yang sama, terkadang baru dilanjutkan esok harinya. Tanpa pemberitahuan sebelumnya. Beras, yang hadir dalam hitungan ton itu, diangkut dan dipindahkan ke HO PPMI Mesir oleh setidaknya, atau biasanya hanya oleh 4 hingga 6 pengurus PPMI Mesir yang kebetulan berada di Wisma dibantu oleh beberapa pengurus Wisma Nusantara.

Setidaknya, sepanjang masa bakti penulis terdapat tiga kali pengiriman beras dengan jumlah 14 Ton per-kirimannya. Menurut arsip, dan beberapa kisah turun-temurun, bantuan beras tersebut telah dimulai dari zaman Presiden Pangeran Arsyad, Lc. pada tahun 2017. Berakhir di zaman Presiden Ahsanul Ulil Albab, Lc. yang disebabkan oleh hal-hal yang tidak bisa penulis sebutkan. Sehingga dapat dikatakan, bantuan beras tersebut telah berjalan selama 5 tahun secara berturut-turut.

Selingan, penulis bersama 2 pengurus di suatu hari, pernah menurunkan 3 Ton beras dari truk ke HO. Beberapa waktu setelahnya dikabarkan bahwasannya ternyata beras tersebut bukan untuk mahasiswa Indonesia, melainkan mahasiswa Thailand. Sehingga terpaksa penulis dan teman-teman angkut lagi ke Truk. Namun poinnya adalah, ternyata Baba Ragab tidak hanya memberikan bantuan beras kepada mahasiswa Indonesia, melainkan kepada beberapa persatuan pelajar lain seperti Thailand, Myanmar, Filipina, dan beberapa negara lainnya.

Setidaknya hingga tahun 2020, pengiriman beras kepada PPMI Mesir berlangsung setiap bulannya. Adapun pembagiannya digilir menjadi dua gelombang; Kloter 1; Darrasah dan sekitarnya, dan Kloter 2; Madinah al-Nasr dan sekitarnya. Sepanjang masa tersebut, terdapat beberapa bantuan lain yang tercatat pernah dibagikan seperti; ayam beku, telur, tepung, dan sabun. Setidaknya itu yang diketahui oleh penulis.

PPMI Mesir, setidaknya sepanjang masa bakti di atas, diberikan amanah untuk mendistribusikan bantuan tersebut kepada masisir, baik kepada yang membutuhkan pun kepada yang menginginkan. Secara umum dari tahun ke tahun, program distribusi ini diserahkan kepada Kemenko III yang bergerak di bidang kemasyarakatan. Proses distribusinya, dapat berlangsung satu hingga dua hari. Dalam beberapa kondisi, sebagian beras akan dialokasikan kepada beberapa operasional organisasi; baik PPMI Mesir, Kekeluargaan Nusantara, dan Senat Mahasiswa.

Beras PPMI Mesir

Singkat kata, penulis menyatakan bahwasanya program distribusi beras dari Baba Ragab telah membantu ‘secara langsung’ kehidupan dapur masisir secara umum, keberlangsungan organisasi, dan telah menjadi satu-satunya program PPMI Mesir yang paling dinantikan nyaris oleh seluruh masisir.

Mungkin kisah nostalgia dapat penulis cukupkan, mari menuju hidangan selanjutnya.

Disclaimer, tulisan ini ditujukan penulis untuk menjadi sebuah catatan arsip bagi Masisir secara umum untuk dijadikan dokumentasi dan pembelajaran bersama. Sekaligus penulis ingin memberikan pandangan berimbang atas hal yang terjadi beberapa waktu lalu. Terkait status Presiden PPMI Mesir yang kita semua kenal bersama berkaitan dengan ‘kuli beras’. Meski sebenarnya penulis enggan untuk menulis hal ini sebab merasa cukup atas semua status tanggapan yang diberikan oleh berbagai lini elemen Masisir. Namun, atas beberapa pertimbangan, akan penulis kisahkan.

Berawal dari status Presiden pada 25 Mei 2023 pukul 15.03 dengan narasi sebagai berikut; “Memang ustaz Ojan yang tiap hari bolak balik rumah sakit emang terbaik. Alhamdulillah GSC lancar. KPR on progress, pendampingan rumah sakit juara juga. Kalau ada yang nanya ‘Menko 3 Ngapain aja?’ tanya balik Jan ‘Zaman antum menko 3 ngapain aja stak???!! Kuli beras?”.

Setidaknya penulis cukup yakin bahwasanya mayoritas pembaca cukup dewasa untuk membaca ‘sarkasme’ dalam kutipan di atas. Hal tersebut diamini dengan banyaknya tanggapan yang menyatakan kekecewaan, kritik keras, dan ungkapan kesedihan atas apa yang ditulis oleh Presiden. Sebab frasa ‘kuli beras’ dirasa merendahkan program distribusi beras yang telah dilakukan bertahun-tahun.

Beberapa tanggapan yang sempat dibaca oleh penulis antara lain berasal dari Menko 3 dari 3 periode sebelumnya; Saudara Syahran, Rahman Hasbi, Luthfan Ilham. Belum lagi beberapa mantan Stakeholder Masisir lainnya seperti Presiden dan Wakil Presiden Demisioner, Sekjen, Gubernur, dan demisioner pengurus PPMI Mesir, khususnya yang berasal dari Kemenko III, dan pengurus demisioner lainnya yang pernah bergabung dalam program distribusi beras. Belum dihitung tanggapan dari Masisir secara luas yang tidak mampu penulis jangkau. Namun setidaknya dapat direpresentasikan secara gamblang oleh Prepsiden Mastoy, Arif Affandy, yang dapat pembaca akses langsung melalui instagram @masisirsotoy.

Dalam kurun waktu dua hari, pada tanggal 27 Mei 2023 Presiden melalui Wawasan merilis sebuah tulisan klarifikasi dengan tajuk Sebuah Kronologi, Perasaan, serta Sudut Pandang di Luar Potongan Screenshot-an. Namun sebelum mengkaji isinya, penulis hendak memberikan apresiasi kepada Presiden atas langkah yang belum pernah dilakukan sebelumnya; yakni memberikan klarifikasi secara resmi kepada publik melalui media massa. Meski untuk beberapa bagian yang kurang mampu penulis tangkap, dan membutuhkan bantuan beberapa teman untuk memberikan tambahan informasi untuk dapat memahami secara utuh atas apa yang disampaikan.

Secara umum penulis ringkas kejadiannya berdasarkan apa yang tersurat; pertama, adanya kritik dan hujatan terhadap DKKM atas kejadian perang atau penyarangan acak oleh orang Sudan di Musallas. Kedua, adanya kritik dan hujatan terhadap kinerja Kemenko III, bahkan secara spesifik terhadap Menko III itu tersendiri.  Ketiga, pelaku penghinaan merupakan demisioner Kemenko III di salah satu periode masa bakti. Keempat, Presiden merasa sakit hati atas kritik dan hujatan dari pelaku. Kelima, Presiden menulis status dengan narasi di atas adalah ditujukan secara khusus terhadap pelaku yang sayangnya ditulis dengan lafaz umum. Tidak berniat menghina Kemenko III dari masa ke masa sebagaimana yang terbaca dari status tersebut. Keenam, Presiden memohon maaf terhadap seluruh pihak yang merasa tersinggung atas status yang dibuat.

Sedangkan secara tersirat penulis setidaknya dapat menangkap beberapa catatan antara lain; pertama, bahwasanya Presiden kurang memahami riwayat program terkait distribusi beras, khususnya bagaimana program ini menjadi sebuah nilai plus yang dapat dibanggakan oleh pengurus di masa bakti sebelum-sebelumnya. Dilihat dari bagaimana diletakkannya frasa ‘kuli beras’ sebagai objek komparasi dengan program-program yang disebutkan. Bahkan dengan penggunaan kata ‘kuli’ itu sendiri sudah terlihat adanya unsur cibiran di dalamnya.

Kedua, adanya ketidakdewasaan emosional dalam menanggapi kritik. Penulis tekankan, kritik adalah keniscayaan. Khususnya bagi pejabat publik. Sebab kritik juga bagian dari demokrasi dan merupakan ekspresi rakyat dalam menegaskan kedaulatannya. Lebih dari itu, cercaan, cibiran, dan hinaan yang menggoreskan luka dalam juga merupakan hal wajar sebagai pejabat publik. Hal yang tidak dapat terhindarkan. Siapapun anda, apapun jabatan anda, bagaimanapun anda bersikap. Disinilah kedewasaan kita diuji.

Ketidakdewasaan ini dapat penulis lihat dari bagaimana kritik oleh demisioner Kemenko III dari salah satu periode yang disembunyikan ini ditanggapi. Yakni dengan mencibir kembali program di masa baktinya. Padahal sebagai pengurus aktif, tentunya kritik dapat dibalas dengan karya, yang nyata tentunya. Sebagaimana penulis menunggu hasil dari KPR yang sedang dalam proses sebagaimana yang tertulis di status. Di sisi lain, mencampuradukkan sisi emosional negatif dengan profesionalitas dan ditunjukkan secara publik tentu bukan hal baik. Sisi emosional negatif juga merupakan hal yang seharusnya dapat disembunyikan dengan baik oleh pejabat publik.

Hal lain yang perlu menjadi kontemplasi bersama adalah, apakah kritik, cercaan, cibiran yang disampaikan oleh pihak lain itu merupakan murni dari faktor eksternal yang kurang memahami kerja internal pengurus. Atau mungkin ada faktor internal dari Kemenko III itu sendiri, bahkan kebijakan anda sebagai Presiden itu sendirilah yang ternyata membuat jajaran anda ‘terkritik’ dan ‘dilukai/terluka’. Mari merenung bersama.

Ketiga, permohonan maaf yang dirasa terpaksa. Pendapat atau siratan ini dapat diperdebatkan, namun izinkan penulis menyampaikan indikatornya. Namun penulis tetap sisakan ruang percaya atas permintaan maaf yang disampaikan secara tulus dari lubuk hati terdalam. Sebab manusia mana yang tidak luput dari kesalahan bukan. Pun siapa yang paling tahu isi hati seseorang bukan.

Baik, sebagaimana yang penulis sampaikan, pemohonan maaf ini merupakan hal pertama kali dilakukan. Sebab adanya tekanan, tanggapan, dan kritik keras bukan hanya dari ‘masyarakat’ akar rumput. Namun oleh demisioner Stakeholder atau Petinggi Masisir itu sendiri, yang tentunya memiliki massa yang cukup banyak.

Mari kita ‘flashback’ ke beberapa drama sebelumnya yang mana yang bersangkutan hanya berurusan dengan elemen-elemen yang ‘mungkin’ dianggap dibawahnya; panitia, kekeluargaan, dan masisir secara umum.  Atas beberapa hal yang terjadi, belum ada permohonan maaf yang disampaikan sebagaimana permohonan maaf atas drama ‘kuli beras’ ini disampaikan. Atau entah mungkin sudah, tapi diselesaikan sendiri saja. Siapa penulis yang bisa tahu apa yang terjadi di atas bukan.

Keempat, tentang media, defensif, dan ofensif. Pejabat publik dan media merupakan dua hal yang ‘sulit’ terpisahkan. Nyaris akan selalu tersorot. Sayangnya, selama ini Presiden cenderung ‘menghindari’ media sebagaimana pengakuannya. Hal yang mana dapat menjadi media defensif sekaligus ofensif dalam berdinamika dan berpolitik. Sebagaimana kita tahu, bahwasanya media khususnya pers, merupakan satu dari empat pilar demokrasi guna menjaga dan mengawal ‘konstitusi’.

Sehingga banyak hal yang sebenarnya sedari kemarin dapat diselamatkan baik dengan cara defensif maupun ofensif melalui media. Baik memberikan pernyataan sikap, berita acara, maupun siaran pers (Press Release) kepada publik. Sehingga informasi tidak menjadi bola liar yang malah membakar diri sendiri, rekan sendiri, bahkan nama lembaga itu tersendiri.

Namun sebagai pejabat publik tentu harus bijak untuk menentukan informasi mana yang harus disampaikan, bisa disampaikan, dan jangan disampaikan. Pun kapan, kepada siapa, melalui apa, seberapa banyak, dan bagaimana informasi tersebut disampaikan. Sedikit saja salah dalam penyampaian, hal tersebut malah bisa jadi bumerang untuk diri sendiri bukan. Sehingga disinilah kebijaksanaan kita diuji.

Akhiran, atas segala hal yang terjadi tentu akan menjadi ingatan, kenangan, dan pembelajaran. Bagi siapapun yang terlibat, siapapun yang menyaksikan, dan siapapun yang merasakan. Tulisan ini juga hadir sebagai arsip dokumentasi atas kisah yang terjadi. Sebagai sisi lain kronologi, ekspresi atas perasaan, dan sudut pandang di luar potongan kisah yang bertebaran.

Hingga tulisan ini dibuat, Presiden serta jajaran masih memiliki waktu yang cukup untuk menuliskan tinta emas dalam sejarah PPMI Mesir, dengan segala keterbatasannya. Sehingga penulis akan terus mendoakan semoga dengan sisa waktu ini, dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Ingat, antum tidak sendiri. Antum tidak berjuang sendiri. Mari bersatu mari berpadu. Kembali satukan langkah, kembali bersama berkiprah dan berjuang. Sebagaimana pembukaan mars PPMI Mesir,

Bersatu padulah pelajar dan mahasiswa Islam Indonesia

Satukan derap langkah serta kiprah perjuangan, menyongsong masa depan.

Artikel Terkait

Baca Semua Komentar