Al-AzharKhutbah Azhar

Terjemah Khutbah Jumat Syekh Abbas Syawman di Masjid Al-Azhar

 

Syekh Abbas Syawman (Gambar: almasryalyoum.com)

Jumat, (26/3/2021).

Segala puji bagi Allah yang telah berfirman:

قَدۡ
نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجۡهِكَ فِي ٱلسَّمَآءِۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبۡلَةٗ
تَرۡضَىٰهَاۚ فَوَلِّ وَجۡهَكَ شَطۡرَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِۚ وَحَيۡثُ مَا
كُنتُمۡ فَوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ شَطۡرَهُۥۗ وَإِنَّ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ
لَيَعۡلَمُونَ أَنَّهُ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّهِمۡۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا
يَعۡمَلُونَ ١٤٤ [سورة البقرة,١٤٤]

Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke
langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil
haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya
orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang
mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya;
dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”
[Al-Baqarah: 144]

Dahulu Nabi
Muhammad Saw. sangat mencintai Mekah dan Kabah yang mulia, kemudian Allah tambahkan
kemuliaannya, dan ketika Nabi melaksanakan shalat di sisi kanan Kabah menghadap
utara, yaitu ke arah kiblat para nabi sebelumnya,  Masjidilaksa di Palestina. Setelah ia hijrah
ke Madinah Munawwarah ia diperintahkan menghadap ke kiblat para nabi tersebut,
namun ia sangat rindu dengan Kabah dan sangat menanti kedatangan hari di mana
Allah memerintahkannya menghadap Kabah, sampai kemudian Allah mengabulkan
keinginannya yang berharga, agar menjadi kiblat bagi seluruh muslimin.

Pemindahan
kiblat tersebut dirayakan oleh umat muslim pada bulan Syaban, walaupun ulama
berbeda pendapat kapan pastinya peristiwa tersebut, sebagian ulama berpendapat
bahwa peristiwa tersebut terjadi di bulan Rajab, sebagian lagi pada bulan
Muharram pada tahun yang sama, sebagiannya lagi pada pertengahan bulan Syaban.
Namun bagaimanapun perbedaan mereka, ulama bersepakat bahwa peristiwa tersebut
benar-benar terjadi, bagaimana tidak, hal tersebut tertera di dalam Al-Quran.

Allah menguji
hamba-hamba-Nya yang beriman dengan cobaan yang berat, tak ada yang mampu
bertahan akan cobaan itu kecuali orang-orang yang memiliki iman yang tertana
m kuat dalam
hatinya. Allah menguji Nabi Muhammad Saw. dengan peristiwa Isra Miraj,
orang-orang yang beriman menerimanya dan orang-orang munafik keluar dari Islam
karena lemahnya iman mereka, karena membandingkan peristiwa tersebut dengan
perjalanan mereka, “Bagaimana mungkin Rasulullah Saw. mampu memotong jarak
tersebut antara Mekah dan Syam kemudian naik ke Sidrah Muntaha dan
kembali pada malam yang sama.”

Mereka mengingkarinya hingga keluar dari Islam. Orang
musyrik kemudian mencela Nabi dan risalahnya, dan berterus terang kepada
sahabatnya yang membenarkan semua perkataannya yaitu Sayyidina Abu Bakar
As-Shiddiq, mereka berkata: “Tidakkah kau lihat apa yang sahabatmu katakan?”
Sayyidina Abu Bakar bertanya: “Apa yang ia katakan?” Orang musyrik kemudian
membalas: “Sahabatmu berkata bahwa ia berperjalanan ke masjidilaksa kemudian
kembali di malam yang sama.” Sayyidina Abu Bakar membalas: “Jika ia berkata
demikian maka benarlah demikian.”

Begitulah orang beriman
yang sesungguhnya, iman
nya berakar kuat, sementara yang imannya lemah maka mereka keluar dari Islam. Kemudian terjadilah peristwa
pemindahan kiblat. Hal yang sama, iman para sahabat diuji, ketika Rasulullah Saw.
shalat, kemudian berpindah kiblat, orang-orang yang beriman juga ikut berpindah
kiblat secara spontan, bahkan mereka yang jaraknya jauh dari Rasulullah Saw.
saat sampai kepada mereka kabar tersebut maka mereka merubah arah ke kiblat
yang baru.

Dari Abdullah
bin Umar Ra. berkata: “Pada saat orang-orang di Quba melaksanakan shalat subuh
datang seorang (sahabat) kemudian ia berkata bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw.
bersabda bahwa ia diberi wahyu berupa Al-Quran dan sungguh ia diperintahkan
untuk menghadap kiblat (Kabah), maka menghadaplah ke kiblat tersebut. Merekapun
berpindah arah sementara rukuk,  maka
para lelaki berpindah ke tempat wanita, dan wanita berpindah ke tempat lelaki,
dan kemudian melan
jutkan shalat mereka,” Beginilah sifat orang beriman.

Adapun
perkataan orang beriman (sebagaimana firman Allah):

إِنَّمَا
كَانَ قَوۡلَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ إِذَا دُعُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ
لِيَحۡكُمَ بَيۡنَهُمۡ أَن يَقُولُواْ سَمِعۡنَا وَأَطَعۡنَاۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ
ٱلۡمُفۡلِحُونَ ٥١ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَخۡشَ ٱللَّهَ
وَيَتَّقۡهِ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَآئِزُونَ ٥٢ [سورة النّور,٥١-٥٢]

Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil
kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka
ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh. Dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung. Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan
rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah
orang-orang yang mendapat kemenangan”
[AnNur: 51-52]

Adapun orang-orang
musyrik kemudian berkata: “Ia kembali ke kiblat kita (Kabah) maka secepatnya ia
akan kembali ke tuhan-tuhan kami, selama Muhammad kembali menghadap Kabah maka
kelak ia akan kembali kepada keyakinan nenek moyang kita.” Orang-orang Yahudi
berkata: “Dia berpaling dari kiblat para Nabi (Masjidilaksa) berarti dia bukan
Nabi, jikalau dia adalah Nabi maka tidaklah ia berpaling dari kiblat para nabi.”

Orang-orang munafik berkata: “kenapa kita shalat menghadap Masjidilaksa, dan  kemudian menghadap kabah? Jika kiblat
yang kedua yang sah, berarti kita pernah berada dalam kebatilan. Jika benar
adanya, bagaiman dengan muslim yang mati saat menghadap Masjidilaksa, dan mereka
tidak mendapati kiblat yang sah, dan jika yang kiblat pertama yang sah berarti
dia sekarang berada dalam kebatilan.” Maka keluarlah mereka dari golongan
orang-orang beriman.

Inilah maksud
Allah
Swt. dari ujian ini, Allah Swt. tidak menerima mereka
yang melaksanakan ibadah secara formal sedangkan iman mereka labil, karena iman
terpaut dalam hati dan dibenarkan oleh amal.
Amal perbuatan
adalah cermin bagi yang ada dan terpatri di dalam sanubari orang-orang beriman.
Mereka mematuhi dan menerima, selama itu telah ditetapkan dan mereka
diperintahkan menghadap kepada
-Nya.

Peristiwa
pemindahan kiblat salah satu ujian dari sekian banyak ujian yang telah dilalui
oleh orang-orang beriman, dan ujian ini tidak hanya diperuntukkan kepada umat
Nabi Muhammad Saw., bahkan semua nabi diuji. Nabi Ibrahim As. mendapat ujian
berat yang bertubi-tubi, dia menua tanpa kehadiran seorang anak, dan ketika ia
mendapatkan anak ia sangat senang akan kehadirannya, akan tetapi ia
diperintahkan meninggalkannya di daerah kering kerontang bersama dengan ibu
anak tersebut, maka ia memenuhi perintah-Nya. Ta
tkala anak tersebut kembali kepadanya di usia remaja, ia
diperintahkan menyembelihnya, maka ia menyegerakan perintah Allah S
wt..

 وَفَدَيۡنَٰهُ بِذِبۡحٍ عَظِيمٖ ١٠٧ [سورة
الصّافّات,١٠٧]

Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang
besar
[AsSaffat: 107]

Dan Nabi
Ismail seorang anak remaja menerima apa yang amat ditakuti
oleh orang dewasa,
ia berkata kepada bapaknya:

…يَٰٓأَبَتِ
ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ ١٠٢
[سورة الصّافّات,١٠٢]

“Hai
bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”
[AsSaffat: 102]

Tak ada orang
lain yang diuji seperti ini, hatinya kokoh tak terguncang, ia keluar dari Mekah,
ia menjadi bapak bagi para nabi. begitupun para Nabi lainnya, kesemuanya
menjalaninya dengan sabar. Mereka diuji dengan sikap ingkar kaumnya, mereka
bersabar dan tidak terburu-buru, maka bertaubatlah wahai orang-orang beriman
agar kalian beruntung!

Saat di bulan
Syaban, banyak orang-orang sekarang ini membahas tentang  perkara-perkara yang tertera dalam sunnah
Nabi S
aw. seperti puasa, maka banyak riwayat yang dinukil oleh
kitab-kitab sunnah. Pada hakikatnya riwayat-riwayat tentang bulan Syaban
merupakan hadis yang di-Dhaif-­kan oleh ulama, akan tetapi hal yang
disepakati bahwa Syaban merupakan salah satu bulan Allah, ada amal dalam bulan
tersebut dianjurkan. Dan riwayat yang paling Shahih tentang bulan Syaban
riwayat dari Sayyidah Aisyah  R
a. dalam Shahih
Muslim:

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ
يَصُومُ  حَتَى نَقُولَ لَا
يُفطِرُوَيُفطِرُ حَتَى نَقُولَ لَا يَصُومُ وَمَا رَأَيتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ استَكمَلَ صِيَامَ شَهرٍ قَطُّ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا
رَأَيتُهُ فِي شَهرٍ أَكثَرَ مِنهُ صِيَامًا فِي شَعبَانَ

“Sudah biasa
Rasulullah Saw. berpuasa beberapa hari, hingga kami mengira bahwa beliau akan
berpuasa terus. Namun beliau juga biasa berbuka beberapa hari hingga kami
mengira bahwa beliau akan berbuka terus, dan aku tidak pernah melihat
Rasulullah Saw. menyempurnakan puasanya sebulan penuh, kecuali Ramadhan. Dan
Aku juga tidak pernah melihat beliau puasa sunnah dalam sebulan yang lebih
banyak ketika bulan Syaban.”

Amal Saleh
dituntut setiap bulannya, dan bulan Syaban adalah saat kita bersiap menghadapi
Ramadhan, anjurannya bertambah banyak agar tidak memberatkan kita dalam ibadah
pada bulan Ramadhan, kita dianjurkan membiasakan diri
beribadah di
masjid-masjid dengan melaksanakan protokol kesehatan sehubung bahaya yang
mengintai. Takkala orang-orang pada bulan Ramadhan memenuhi Masjid, maka sudah
sepatutunya kita membiasakan diri sejak saat ini juga, dan kita memohon kepada
Allah agar Masjid tetap menjadi tempat ibadah pada Ramadhan. Tidak masalah
melaksanakan ibadah di rumah, karena Rahmat Allah pada shalat yaitu selama ia
dilaksanakan, baik di rumah, di jalan maupun di Masjid, shalat tersebut tetap diterima
walaupun shalat wajib.

Marilah kita
memohon kepada Allah Swt. memberkati kita dengan bulan Syaban, dan
mempertemukan kami dengan Ramadhan dan menjadikan kita orang-orang yang
melaksanakan puasa dan shalat sebagaimana seharusnya dilaksanakan, Ya Allah
angkatlah murka-Mu terhadap kami, dan jadikanlah Mesir ini sebagai tempat yang
aman, dan bagi yang menginginkan keburukan terhadap Mesir jadikanlah rencana
mereka sebagai kehancuran bagi mereka Ya Rabbal Alamin, jadikanlah Mesir
negeri yang aman dan menenangkan, sesungguhnya Engkau mampu akan semua
keinginan-Mu, dan Engkaulah yang pantas memjawabnya.

Alih Bahasa:
Dwi Putra Amrah

Artikel Terkait