Cerita Bersambungsastra

Cerita Bersambung: Sang Pencari (Part 5)

 

Oleh: Muhammad Said Anwar

5 – Haruskah?

Sebuah beban adalah keniscayaan bagi manusia. Beban, tak selamanya buruk. Sebagaimana kata seorang guru, bahwa seseorang itu, bisa semakin kuat dengan beban itu.

Tahukah anda? Orang yang normal adalah mereka yang belajar dari keadaan dirinya. Sedangkan orang cerdas, adalah mereka yang belajar dari orang lain. Maka adanya beban lalu belajar darinya adalah hal biasa. Yang tak biasa itu, ketika seseorang terlalu larut di dalamnya, sampai ia lupa apa yang seharusnya dilakukan.

Tak lepas dari sosok Faiz yang selalu mengambil pelajaran, tapi tak ada yang membimbingnya hingga ia memutuskan mencari teman. Hematnya, ia sendiri pun merasa sesat karena tak dibimbing. Maka anehlah ketika ada seseorang merasa benar, sedangkan ia sendiri, tanpa pembimbing.

“Haruskah saya mencari teman? Agar ada yang membimbingku? Bukannya guru sudah ada?” Kata Faiz yang baru bangun itu.

“Namun, kenapa banyak guru yang tak membimbingku keluar dari kegelapan ini?” Pikir Faiz.

Faiz masih membatasi fungsi teman. Baginya, teman ya sekedar teman. Tak bisa menjadi pembimbing. Padahal dari siapapun, Faiz bisa mengambil pelajaran. Benda mati sekalipun!

“Faiz! Bangun woi! Ini sudah 07:35! Nanti kamu terlambat” Teriak Rangga, kakak Faiz.

“Iya, tunggu. Saya lagi ngumpulin nyawa” teriak Faiz dari kamarnya.

Di ruang kamar yang berantakan, lagi seperti kapal pecah itu, ia pun beranjak turun dari tempat tidurnya, menuju ke kamar mandi atau yang biasa disebut “ruang ide” guna berwudhu. Rupaya ia lagi telat melaksanakan shalat shubuh.

Setelah wudhu, ia melangkah menuju ke hamparan sajadah. Lalu ia berdiri di atasnya dengan tenang. Terlantunkanlah takbiratul ihram saat ia memulai shalatnya.

Setelah salam, maka berakhirlah shalat shubuhnya. Ia melipat sajadahnya lalu menuju ke ruang makan. Tanpa banyak bicara, ia langsung mempercepat aktivitasnya. Ibu, ayah, dan kakaknya Faiz paham kalau dia itu lagi terburu-buru.

“Hei, jangan tergesa-gesa. Segala ketergesaan, akan berdampak buruk” kata ayah Faiz.

Tanpa banyak pikir, Faiz memperlambat makannya layaknya orang yang tidak tergesa-gesa, karena ungkapan tersebut itu rasional.

Setelah makan, Faiz langsung mandi. Kadang, kalau orang terlalu buru-buru, gak mikir bagaimana dinginnya air, langsung saja tumpah ke badan. Apa boleh buat, jam sudah menunjukkan 07:49.

Di waktu yang sangat sempit itu, ia lupa mengatur buku, sehingga salah bawa buku mata pelajaran yang akan dikaji kisi-kisinya.

Ia memakai baju seragam putih biru itu dengan cepat. Tak ada yang lain yang ia pikir. Pokoknya bagaimana ia sampai ke sekolah tanpa ketahuan seperti kemarin. Jika ia ketahuan, akan kena hukuman.

“Kalau aku tertangkap basah, aku pasti dihukum. Semoga saja sama seperti hari-hari kemarin, aku masuk ke dalam kelas tanpa ada yang tau dan juga jam kosong!” Kata Faiz dalam hatinya, juga dalam keadaan deg-degan.

Sesampainya di sekolah, rupanya ada satpam yang menjaga depan gerbang. Ia berbadan besar dan berperawakan tinggi. 

Oh tidak! Faiz ketahuan!

Maka dihukumlah Faiz dengan hukuman 30 kali push up dan 30 kali shit up. Pasti Faiz sangat lelah. Saat Faiz menuju kelas ada guru depan ruang BK lagi teriak “Hei kamu yang terlambat! Sini!”.

Faiz menduga dirinya akan dihukum lagi. Bayangkan, 30 kali push up dan 30 kali shit up sudah ia lalui! Lalu dihukum lagi?! Malang sekali kau Faiz. Faiz dipanggil masuk ke ruang BK.

“Sudah dihukum?” Tanya singkat guru BK.

“Sudah bu!” Ujar Faiz dengan wajah lelah.

Dalam hitungan detik, guru BK itu berkata:

“Coba buka topimu!” Seru guru BK yang galak.

Pas Faiz membuka topinya, keluarlah rambut lurus yang tersisir dengan rapih. Guru BK itupun mendekat ke Faiz lalu rambutnya diukur.

“Bu Mega, tolong ambilkan gunting. Rambut anak ini masih panjang” teriak guru BK.

Diambillah gunting yang ukuran panjangnya sekitar 20-30 cm, besinya yang tajam nan berkilau itupun hadir di hadapan Faiz. Guru BK itu pun mengukur ulang. Ternyata panjang rambut Faiz, setengah genggaman tangan guru BK. 

Dipotonglah rambut itu. Tentu saja beda rasanya rambut dipotong di barbershop dan guru BK. Jika di barbershop itu orang keluar dengan rasa bangga, maka keluar dari ruang BK itu rasanya sangat memalukan!

Model rambut yang rapih tadi, itu seketika hancur. Bagian tengah atas kepala Faiz itu seperti dibotaki. Karena guru BK itu memotong, terlalu dalam.

Saat Faiz mau keluar dari ruang BK, ia dilarang pakai topi. Parahnya lagi, kelas Faiz dan ruang BK itu berjauhan, harus melewati lapangan yang disekitarnya itu ada kelas! Sangat-sangat memalukan.

Ketika Faiz jalan, ada segerombolan siswa di depan kelasnya berkumpul karena kelas kosong, Faiz diteriaki “Woi, Rambut kamu kenapa?”.

Faiz diam saja, ia tetap jalan. Karena kalau ia meladeni mereka, pastinya mereka akan semakin menjadi-jadi.

Sampainya di kelas guru menegur dengan suara yang tegas “Siapa yang suruh kamu masuk?!”.

Faiz diam, karena kebiasaan yang berlaku, orang masuk kelas tanpa harus disuruh masuk.

“Kenapa kamu diam?! Saya bertanya kepada kau Faiz!” Ucap pak guru dengan tegas lagi lantang.

“Tidak ada pak” kata Faiz dengan suara kecil.

“Apa?! Kau bicara itu untuk sekedar bicara atau mau didengar?!” Kata pak guru dengan nada suara semakin meninggi.

“Tidak pak, saya bicara untuk menjelaskan.” Ucap Faiz.

“Keluar! Ini hukuman untuk kau karena terlambat”. Usir pak guru.

Parahnya, pas Faiz menoleh ke belakang, ada tim Razia. Tim Razia ini di bawah kendali wakil pak kepala sekolah, orang-orangnya rata-rata berperawakan tinggi. Faiz mengangkat kepalanya menghadap ke atas. Rupanya, bekas potongan guru BK tadi, terlihat oleh satu kelas.

Memang hari itu adalah hari Razia, hanya Razia hp saja. Rupanya Faiz lupa mengeluarkan hpnya dari kantongnya semalam. Pas digeledah, Faiz ketahuan membawa hp! Maka disitalah sampai ujian nasional selesai.

Malang sekali Faiz, sudah dihukum push up 30 kali, shit up 30 kali, dipotong rambutnya oleh guru BK dengan potongan yang dalam, diusir dari kelas, dan hpnya disita!

Setelah hpnya disita, ia pun duduk menyendiri di depan kelas dengan merasa ia tidak harus menerima hukuman berlipat-lipat ganda. Rasanya ia mau teriak tapi Faiz itu siapa? Ia hanya siswa!

“Apakah ini seimbang?!” Kata Faiz dengan kesal.

Pasalnya, ia memang sudah merasa, wajar kalau sudah mendapatkan hukuman karena keterlambatannya, yaitu hukuman pertama (push up dan shit up 30 kali). Kemudian, mengapa rambut dilarang panjang? Kalau identik dengan watak pemberontak, panjang yang seperti apa? Kemudian, kenapa musti diusir dari kelas jika memang sekolah untuk mendidik? Dan mengapa hp begitu dilarang di sekolah? Padahal hp adalah kelaziman pada era milenial ini?

Siapakah yang menjawab pertanyaan-pertanyaan Faiz ini? Apakah Faiz sudah sepenuhnya benar? Ataukah peraturan yang tak sepenuhnya benar?

Bersambung….

Artikel Terkait