AMCKeputrianWawasan

Refleksi 43 Tahun Kerukunan Keluarga Sulawesi

Empat
puluh tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk sebuah perjalanan. Empat
puluh tiga tahun juga bukan umur yang sedikit untuk suatu organisasi. Tentu ada
keringat, air mata, dan pikiran yang terus dikucurkan demi keberlangsungan
organisasi tersebut. Semakin kokoh dengan asas solidaritas dan kekeluargaan
yang dijunjung tinggi bersama. Pepatah sekali layar terkembang, pantang
biduk surut ke pantai
menjadi pegangannya.
Saya
pribadi memang belum lama berada di tengah-tengah keluarga ini. Namun, bukan
berarti saya tidak cukup mengenalnya. Jejak digital, berderet piala kejuaraan,
dan piagam penghargaan yang dipajang di rumah kita (baca: Baruga Sulawesi)
menjadi bukti gemilangnya para putra-putri KKS. Risalah Magister dan Doktoral
yang berjejer memenuhi rak buku perpustakaan pun menjadi penguat bahwa KKS
tidak hanya ditakuti di lapangan, tetapi juga disegani di bidang keilmuwan.  Putra-putri KKS juga tidak pernah absen
menjadi motor penggerak dengan ide dan gagasan cemerlang dan inovatif yang
mereka sumbangkan.
Di
kalangan Masisir, beberapa putra KKS sempat menduduki posisi nomer satu pada
zamannya, diantaranya Pak Amin Samad dan Pak Nur Samad Kamba.
Klub AMC,
baik Tim Voli maupun Tim Sepakbola atau Futsal juga tak jarang muncul sebagai
juara di berbagai kejuaraan. Dalam hal musik, grup band KKS juga pernah berjaya
pada masanya.
Di bidang
literasi kepenulisan, ada Pak Syarifuddin Abdullah sebagai pencetus berdirinya
Buletin Terobosan (salah satu media yang ada di Masisir) yang tidak diragukan
kepiawaiannya dalam mengolah kata. Beliau juga yang mendirikan media Wawasan demi
menampung tulisan para anggota KKS yang saat itu terbilang sangat produktif. Walaupun
tulisan-tulisan yang diterbitkan oleh Buletin Baiquni sangat ditunggu-tunggu
oleh para elit KBRI.
Lebih
luas lagi, bisa kita lihat deretan nama-nama putra-putri KKS yang menghiasi
wajah Indonesia. Sebut saja Abi Quraish Shihab, seorang ulama kharismatik  yang telah menelurkan Tafsir al-Misbah.
Beliau menyabet gelar Doktor dari Universitas al-Azhar al-Syarif.  Beliau juga merupakan ketua perkumpulan
pelajar Sulawesi kala itu. Januari silam, beliau dianugerahi Bintang Tanda
Kehormataan Tingkat Pertama bidang ilmu pengetahuan dan seni oleh Pemerintah
Mesir, penghargaan ini juga pernah diberikan kepada Grand Syeikh Muhammad Musthafa
al-Maraghi dan Grand Syeikh Mahmoud Syaltout Rahimahumullah.
Sezaman
dengan beliau, ada Prof. Dr. Huzaemah T. Yanggo, perempuan Indonesia pertama
yang mendapat gelar Doktor di al-Azhar al-Syarif dengan predikat Mumtaz. Beliau
merupakan pakar Usul Fikih yang menduduki salah satu posisi tertinggi di
Majelis Ulama Indonesia dan menjadi rektor di Institut Ilmu Quran, Jakarta.
Mereka
adalah sebagian kecil dari para pahlawan yang menorehkan tinta emas dalam
sejarah KKS. Hati saya bergetar tatkala mendengar rentetan perjalanan kisah
mereka. Apalagi jika mendengar langsung dari lisannya, masyaallah.  Suatu kesyukuran bisa duduk bersisian dengan
Prof. Huzaemah ketika berkunjung ke Baruga Oktober silam. Ada kebanggan
tersendiri menjadi ‘adik kelas’ dari para tokoh berpengaruh ini.
Tentu telah
menjadi harapan semua orang, agar generasi penerus KKS bisa meniru jejak para
tokoh, bahkan menjadi lebih baik. Namun, pada kenyataannya apa yang diharapkan
belum benar-benar menemui titik terang. Eksistensi KKS di dunia Masisir makin
hari makin pudar. Tim AMC Voli yang biasanya menjadi bintang lapangan, sekarang
harus berlapang dada dengan sering menerima kekalahan. Menjadi inisiator di
Masisir? Mungkin perlu dipertanyakan.
Begitupun
dalam urusan akademis. Sudah jarang kita temui nama KKS muncul di permukaan
dengan capaian prestasinya. Tahun 2018 lalu, KKS hanya mampu menjadi salah satu
nominator Kekelurgaan Terbaik dalam bidang akademis dalam program PPMI Award.
Produksi Doktor juga mengalami penurunan. Bahkan tingkat kegagalan (baca:
rasib) dalam ujian yang kian bertambah.
Sudah
sepantasnya menghadirkan pertanyaan, dimana ruh KKS yang dulu?
Dengan
jumlah warga KKS yang terus bertambah di tiap tahunnya, harusnya lebih banyak
lagi prestasi-prestasi yang diraih oleh KKS. Apakah bertambahnya kuantitas
justru mengurangi kualitas? KKS tidak kehilangan orang cerdas. Juga tidak
kehabisan orang kreatif. KKS menyimpan banyak potensi. 
Saat ini,
yang KKS butuhkan adalah orang-orang yang peka, peduli, dan mampu memanfaatkan
apa yang selama ini kurang diperhatikan. Sebelum nantinya kita kembali
kehilangan sosok-sosok emas yang harus mengabdikan dirinya di Tanah Air, mari
kita serap apa yang ada dalam diri mereka, baik ilmu, semangat, maupun
keberkahan.
Jangan
sungkan untuk mendatangi Ustaz Mahkamah Mahdi, kandidat doktor di Fakultas
Studi Islam dan Bahasa Arab, Universitas al-Azhar spesialisasi Usul Fikih. Nama
beliau tentu sudah tak asing lagi di dunia Masisir. Istri beliau, Ustazah Meyfi
Datunsolang saat ini pun sedang menyelesaikan tesisnya dan menjadi pemateri
tetap di Kajian Fikih Wanita yang rutin diadakan oleh Keputrian KKS.
Untuk
permasalahan akidah ataupun tasawuf, ada Ustaz Andi Ridwan, kandidat doktor
Akidah Filsafat, Universitas al-Azhar. Beberapa senior juga sedang menempuh
jenjang magister di bidang yang sama.
Ingin
memperdalam bahasa Arab, Ustazna Bahtiar Nawir sering mengisi kajian
kitab-kitab penunjang bahasa Arab. Di bidang Tafsir, bisa kita temui Ustaz
Fakhrul Wasil Galib, studi magister beliau tempuh di dua tempat, Universitas
al-Azhar jurusan Tafsir dan Daar al-Ifta.
Putra-putri
KKS juga tidak sedikit yang dianugerahi bakat yang luar biasa, seperti Ustaz
Mukhlis Latasi yang pernah menjuarai MTQ tingkat Internasional. Tentunya masih
banyak lagi yang belum saya sebutkan di sini. Tinggal bagaimana kita bisa
menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya.
Kesadaran
diri adalah hal yang paling dibutuhkan oleh kita hari ini. Baik senior maupun
junior, setiap kita punya peran penting untuk mengembalikan kejayaan KKS, untuk
melahirkan kembali generasi-generasi cemerlang KKS. Tak ragu memberi, tak
sungkan meminta.
Tinta
emas KKS belum habis. Mari kita bersama-sama menggunakannya untuk menulis
sejarah hebat KKS di masa yang  akan
datang. Apa yang kita mulai, harus kita selesaikan. Sekali layar terkembang,
pantang biduk surut ke pantai.
Dirgahayu
Kerkunan Keluarga Sulawesi.
  
Kairo, 18 April 2020.
Oleh: Nurul Intan Azizah Dien

Artikel Terkait