MasisirOpini

Sunan Bonang; Dakwah Melalui Media Musik

 
Oleh: Risqa Fadhila
Raden
Maulana Makdum Ibrahim atau yang dikenal dengan Sunan Bonang, merupakan putra
dari Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila. Sunan Bonang dilahirkan pada tahun 1465
Masehi, beliau juga merupakan cucu dari Syekh Maulana Malik Ibrahim yang jika
di teruskan akan bertemu dengan silsilah Nabi Muhammad Saw. 
Disebutkan
dari berbagai literatur, sejak kecil Sunan Bonang telah dibekali ajaran agama
Islam oleh ayahnya dengan tekun dan disiplin. Ketika beranjak remaja beliau
pergi ke Negeri Pasai untuk menuntut ilmu agama kepada Syekh Maulana Ishaq.
Beliau juga belajar kepada para ulama besar yang banyak menetap di sana.
Seperti ulama ahli tasawuf yang berasal dari Baghdad, Mesir, Arab, dan Iran.
Sepulangnya
dari Negeri Pasai, beliau diperintahkan oleh ayahnya untuk melakukan dakwah di
daerah Tuban, Jawa Timur. Beliau kemudian mendirikan pondok pesantren sebagai
pusat dakwah dan menyebarkan agama Islam melalui penyesuaian adat Jawa. Sebagai
wali Allah Swt, Sunan Bonang banyak dianugerahi ilmu yang tinggi sehingga tidak
heran banyak santri beliau yang datang dari berbagai penjuru Nusantara. 
  
Sunan
Bonang merupakan salah satu dari sembilan wali atau lebih dikenal dengan
istilah walisongo yang berperan penting dalam menyiarkan Islam di
Indonesia. Sebelum Islam sampai di Indonesia masyarakat banyak menganut ajaran
Hindu dan Budha. Untuk itu, selain dengan mendirikan pesantren, beliau juga 
mengenalkan Islam dengan pendekatan unik yang bersifat lebih kepada akulturasi
budaya. Seperti pertunjukan wayang dan memainkan gamelan atau alat musik bonang,
inilah yang mendasari pemberian gelar ‘Sunan Bonang’ kepada beliau. Beliau
memiliki cipta rasa seni yang tinggi dalam  pentas pewayangan. Bagaimana
tidak, beliau adalah sosok dalang yang piawai dalam menarik dan membius
penonton. Aransemen yang dimainkan terdapat nuansa zikir. Lagu yang diciptakan
untuk mengiringi pertunjukan wayang diisi dengan pesan-pesan agama Islam yang dapat
membangkitkan kecintaan pada kehidupan transendental bagi yang mendengarnya.
Masyarakat pun  menerima dakwah beliau dengan senang hati tanpa perlu
dipaksa. Setelah berhasil menarik simpati mereka, maka tinggal menyampaikan
dakwah secara mendalam. Begitulah metode  beliau yang dijalankan dengan
penuh kesabaran demi membentangkan agama Allah.  
Selain
itu, Sunan Bonang juga banyak mengubah karya  sastra berbentuk tembang dan
suluk. Salah satu karya beliau yang legendaris adalah tembang Tombo Ati yaitu
obat hati atau penyembuh jiwa yang masih dilantunkan hingga sekarang. Sedangkan
di antara suluk atau primbon Sunan Bonang yang terkenal adalah suluk wujil, di
dalam syairnya terdapat dua makna, yang pertama yaitu peralihan agama Hindu
menjadi agama Islam dan yang kedua menjelaskan perenungan ilmu sufi, yaitu ilmu
yang mempelajari konsep ketuhanan dan perbendaharaan yang dimiliki-Nya.
Beberapa karya suluk beliau disimpan rapi di perpustakaan Laiden, Belanda.
Sunan Bonang juga menulis sebuah kitab yang mencakup ilmu tasawuf yang berjudul
Tanbiih al-Ghaafiliin. Maka tidak heran jika beliau dikenal dan
dihormati oleh banyak orang. 
Menurut
beberapa sumber, atas izin Allah Swt Sunan Bonang pernah menaklukkan seorang
pemimpin perampok beserta anak buahnya dengan menggunakan tembang dan gending.
Ketika gending ditabuh mereka tidak bisa berkutik hingga akhirnya mereka
mengaku kalah kemudian bertaubat dan  menjadi murid beliau.
Pada
tahun 1525 Masehi, di usianya yang ke-60 tahun Sunan Bonang kembali
keharibaan-Nya setelah puluhan tahun mengabdikan diri berdakwah dengan strategi
yang unik. Berita tentang kematian beliau dengan cepat tersebar di seluruh
tanah Jawa. Para murid beliau yang berasal dari berbagai penjuru berdatangan
untuk melakukan penghormatan terakhir. Beliau dimakamkan di sebelah barat
Masjid Agung Tuban. Semangat dan jasa Sunang Bonang dikenang sepanjang masa. 
Banyak
hikmah yang bisa diambil dari perjalanan hidup Sunan Bonang. Diantaranya bahwa
ada banyak cara untuk menyiarkan agama Islam yang mudah diterima oleh
masyarakat tanpa paksaan, cacian dan makian. Berdakwah dengan mengetahui
situasi dan kondisi dalam suatu daerah sangat membantu untuk menarik perhatian
utamanya di zaman milenial ini. Tentu tidak keluar dari koridor Islam.

Artikel Terkait