sastra

DIMANA KKS-KU DI MALAM ITU





Terharu, demikan  yang pertama kurasakan ketika hadir di acara PPMI AWARD malam itu. Lirik nasyid Brother yang mengiringi setiap langkah wisudawan menuju panggung wisuda tiba-tiba mengingatkanku dengan kenangan ketika saya pertama kali tiba di negeri ini. Wajah ceria bercampur haru begitu jelas terlukis diwajah tiap wisudawan. Rasa bangga pun menyelimuti  mereka, apa yang dirasakan jiwa-jiwa muda dan penuh semangat itu seakan menantangku dan mengajakku untuk semakin giat berkompetisi. 

Kesan indah kembali terbayang begitu jelas, suasana yang mengesankan itu seakan berkata padaku, kapan saya bisa seperti mereka?, mungkinkah perjalanan studi ini dapat berjalan mulus dan mengalir indah bersama cantik dan damainya sungai Nil. Ataukah harus kandas dan berhenti mengalir, ataukah mungkin semangat-semangat membara itu harus kering seperti keringnya sungai kecil di kampungku saat kemarau datang.
Acara demi acara berganti hingga tibalah saat pengumuman mahasiswa terbaik dan organisasi terbaik. 

Sebelum master of ceremony yang memimpin acara dengan dwi bahasa mempersilahkan tim penilai tampil ke depan  saya pun spontan merasakan rasa bangga yang besar. Sebagai seorang anak Indonesia yang besar dalam pelukan darah Sulawesi sangatlah wajar dan memang pantas bagiku untuk berbangga. 

Sejak zaman  sebelum penjajahan,zaman penjajahan dan setelah kemerdekaan kiprah dan peran orang Sulawesi tidak dapat dihilangkan begitu saja dari dinamika dan percaturan zaman. Nama-nama orang Sulawesi yang pernah mencatat sejarah gemilang dan menorehkan kenangan yang harum hadir menari dalam memoriku. Orang-orang yang pernah lahir sebagai pahlawan dan terukir namanya dengan tinta emas membekas dalam benakku. Ingatanku lansung tertuju kepada para pembuat peradaban dan perubah sejarah yang lahir dan besar dalam belaian dan cinta negeri anging mammiri.
Nama-nama seperti syaikh Yusuf Taj Al-khalwati Al-Makassari datang dalam benakku. Seorang tokoh besar yang diusir dari negerinya oleh kaum penjajah namun membangun peradaban besar di negeri ujung Afrika. Hingga ada sebuah daerah di Afrika Selatan yang bernama kampung Makassar. Penduduk kampung tersebut merupakan murid dan keturunan dari ulama besar yang dinobatkan sebagai pahlawan nasional ini. Nama pahlawan ini begutu besar membuat banyak orang memilih menjadikannya sebagai bahan penelitian. 

Manusia seperti Dr.Quraish Shihab tokoh besar asal sulawesi yang merupakan doktor pertama dari Asia di Al-Azhar semakin mebuatku bangga jadi anak Celebes. Nama Dr. Alwi Shihab juga turut memperbesar rasa gembiraku sebagai seorang putra sulawesi.
Dr.Nur Samad Kamba seorang putra Sulawesi yang pernah menjabat sebagai Atdikbud di KBRI Mesir membuatku bertambah bangga, Dr. Khuzaimah seorang ibu yang berhasil menjadi ahli usul Fikhi di Nusantara turut membuat saya berbesar kepala. 

Syarifuddin Abdullah sang founding father TEROBOSAN yang sangat diakui kepiawaiannya menulis oleh masisir turut memberiku sugesti yang tidak  kecil. Limra Zainuddin sang presiden PPMI yang berhasil melahirkan banyak inovasi dan terobosan semasa pemerintahannya dengan ketegasan dan  watak khas kesulawesiannya berhasil mematahkan sekelompok kaum yang mencoba mencemari pemikiran masisr.

Lagi-lagi  semua itu membuatku tak mampu menyembunyikan rasa bangga sebagai seorang putra butta pinisi. Saya juga masih teringat ekspresi takjub dan sangat kagum dari seorang sahabat yang bersuku sunda, ketika kusebutkan nama-nama orang sulawesi yang berhasil menembus keras dan sengitnya persaingan di kancah politik dan karir tingkat nasional dan internasional.

Selanjutnya yang tak kalah pentinganya dan harus disebutkan sebagai rasa senang yang tak putus dan tak habis karena ternyata kekeluargaankulah yang  memiliki mahasiswa program pasca sarjana terbanyak dan diakui.
Namun, entah mengapa rasa bangga itu tiba-tiba luntur secara perlahan seiring dengan pengumuman nama-nama mahasiswa dan organisasi terbaik Mesir di malam yang diadakan setahun sekali itu. Setiap kali ada nama di sebutkan tak kudengar sepotong nama pun yang dapat membuatku tersenyum bangga, justru ada seonggok rasa minder yang merasuk menembus hingga sumsumku. Lebih sedih lagi karena  setelah diumumkan nama-nama kekeluargaan terbaik ternyata kekeluargaanku menempati urutan akademis yang jauh dari harapan.

Ada apa sebenarnya? Mengapa bisa demikian? Apa yang menyebabkan KKS yang begitu besar tidak mampu menjadi kekeluargaan terbaik dalam bidang akademis? Bukankah KKS yang seperti kata seorang kawan hebat-hebat, pintar-pintar dan cerdas-cerdas? Lalu mengapa bisa seperti itu? Pertanyaan-pertanyaan ini butuh sebuah jawaban dari kita semua, bagaimanapun juga kebesaran nama KKS perlu dijaga agar tetap lestari dan semua itu harus dibuktikan dengan usaha melejitkan prestasi serta kualitas individu dan organisasi yang profesional.
Akhirnya penulis ingin mengutarakan bahwa kadang saya merasa risih ketika seorang teman bertanya tentang kekelurgaan saya. Mungkin karena sering mendengar pernyataan negatif tentang kekeluargaanku ini. Imej buruk terhadap KKS kita ini hanya dapat dihapus dengan menunjukkan prestasi dan keaktifan diberbagai aktifitas. Sikap inklusif dan apatis harus segera dihapus dan dibuang karena bagaimanapun juga kita hidup di situasi yang heterogen dan penuh kemajemukan.  Wallahu a’alam.
Sumber; Wawasan                 
Oleh; Ahsanur Ahmad

Artikel Terkait