MasisirOIAA

Adakan Pertemuan Terbuka dengan Delegasi Masisir, OIAA Pusat Coba Serap Aspirasi Rakyat

 

Delegasi Masisir (Gambar. dok. Wawasan)

Wawasan, Kairo- Organisasi Internasional Alumni
Al-Azhar (OIAA) yang berpusat di Mesir mengadakan pertemuan terbuka bersama
mahasiswa Indonesia di Mesir yang sedang menempuh pendidikan di Universitas
Al-Azhar Kairo. Pertemuan yang dilaksanakan pada hari Senin, (3/10) di gedung The
World Organization for Al-Azhar Graduates, Hayy Sadis ini merupakan bentuk
konsolidasi dan serap aspirasi pihak OIAA yang baru saja dilantik bersama
mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar.

 

Pertemuan yang difokuskan pada penyampaian aspirasi dan keluhan mahasiswa Al-Azhar kepada pihak OIAA, turut dihadiri juga oleh Prof. Dr. Mohamed Hussein Al-Mahrasawi dan Prof. Dr.
Osamah Yasin yang merupakan perwakilan dari OIAA Pusat itu sendiri, serta beberapa perwakilan dari mahasiswa Indonesia, diantaranya PPMI
Mesir, Forsema (Forum Senat Mahasiswa), dan Wihdah. Keluhan-keluhan yang disampaikan dapat berupa regulasi perkuliahan dari berbagai aspek, mulai
dari kegiatan belajar-mengajar, sarana dan prasarana, permasalahan administrasi, dan lainnya.

“Inilah fungsi dari perkumpulan ini (red: OIAA)
ini sebagai tempat silaturahmi antara kita pihak kantor dengan kalian semua
dalam hal apapun, termasuk menyampaikan permasalahan.  Apapun kebetuhan kalian, pasti kami akan
berusaha untuk memenuhinya. Maka di awal pengurusan ini, kami memulai dengan pertemuan
terbuka ini,” ungkap Prof. Al-Mahrasawi, mantan Rektor Universitas Al-Azhar
saat menyampaikan sambutannya.

 

Sebagai perwakilan dari PPMI Mesir, Muhammad
Fikri Mirfaqo, selaku Sekretaris Jenderal PPMI Mesir periode 2022/2023 menyampaikan
aspirasi mahasiswa Al-Azhar secara umum. Beberapa permasalahan yang telah
dirangkum dalam sebuah kertas, disampaikan langsung kepada pihak OIAA pada
pertemuan perdana tersebut.

 

Diantara hal yang dipaparkan adalah terkait adanya
regulasi penggunaan syahadah asliyyah (red: ijazah asli) di jurusan Syariah
Islamiah Banat yang menjadi salah satu persyaratan untuk melanjutkan pendidikan
ke jenjang Dirasat Ulya (red: Magister)  di Universitas Al-Azhar.  Hal tersebut, langsung ditanggapi oleh Prof.
al-Mahrasawi, bahwa syahadah asliyyah itu hanya untuk konsumsi pribadi atau
untuk mendaftar pekerjaan, tapi tidak menjadi persyaratan untuk melanjutkan
pendidikan Magister. Akan tetapi, yang menjadi persyaratannya adalah syahadah
muaqqotah
(red: ijazah sementara) saja.

 

Selanjutnya, Fikri juga menyampaikan perihal
adanya kasus “salah jurusan” yang dialami mahasiswa baru, dimana pada awalnya sang
mahasiswa memilih jurusan Ushuluddin ketika mendaftarkan diri ke universitas,
tapi yang keluar justru nyasar ke jurusan Jurnalistik dan masih ada beberapa
kasus yang serupa.

“Penyebab dari permasalahan ini muncul dari
mahasiswanya sendiri, bukan dari pihak
jami’ah (kampus). Karena data
yang keluar itu berdasarkan apa yang telah diisi oleh tholib (red:
pelajar) itu sendiri. Kemudian, sebab yang lain bisa jadi total nilainya tidak
mencukupi standar jurusan yang dituju,” jelas mantan Rektor Universitas
Al-Azhar tersebut.

 

Kemudian, beralih ke permasalahan selanjutnya
disampaikan oleh Kevin Damara, Lc., Wakil Presiden PPMI Mesir periode 2021/2022
terkait permasalahan yang dialami oleh mahasiswi tingkat akhir tahun kemarin,
dimana ketika mereka ingin mendapatkan ijazah, pihak syuun (red: kantor
administrasi) memberikan persyaratan untuk mengumpulkan semua faturah rusum
(red: bukti pembayaran tahunan) dari tahun pertama hingga tahun akhir.
Mendengar hal itu, Prof. Al-Mahrasawi mengingatkan agar senantiasa untuk
menjaga bukti pembayaran tersebut.


“Bukti pembayaran itu ada dua lembar. Satunya
untuk diserahkan ke pihak syuun dan satunya lagi wajib untuk dijaga. Karena ini
juga menjadi bentuk pembuktian bahwa kamu benar-benar telah membayar,”
terangnya.

 

Sebuah permasalahan juga dilontarkan oleh Hunna
Hayyu Rosyida, Ketua Wihdah PPMI Mesir 2022/2023 dalam mengkases muqarrar
(red: diktat kuliah) online. Menyoal kebijakan tersebut, Prof. Al-Mahrasawi
menyampaikan bahwa itu merupakan ketetapan pemerintah Mesir, bukan dari
Al-Azhar.

“Akan tetapi, ada satu hal penting sebenarnya
yang harus kita garis bawahi, bahwasanya ketika kalian ingin lulus dari kampus
dan menjadi seorang Alim, maka diktat dalam bentuk apapun tidak akan
menjadikanmu sebagai seorang Alim. Itu hanya sebagai penunjang saja.
Selebihnya, kalian harus memiliki perpustakaan pribadi dan memiliki banyak
referensi bacaan,” ungkapanya.

 

Pertemuan yang berlangsung kurang lebih satu
jam, Fikr
i
menyampaikan kesannya terhadap pertemuan perdana ini dengan pihak OIAA.

“Menurut pribadi, terkait kesan pertama sudah
baik. Baik dalam artian sudah ada undangan dan i
ktikad sambutan dimana beliau ingin mendengarkan
beberapa permasalahan. Tapi, otomatis yang perlu kita garis bawahi adalah
adanya mutaba’ah atau follow up. Karena kalau seandainya ini hanya
formalitas saja tanpa ada mutaba’ah, maka dirasa rugi sekali. Maka,
itulah peluang bagi PPMI, Forsema, dan secara keseluruhan mahasiswa Indonesia.
Terkait pertemuan selanjutnya, beliau sudah menyampaikan bahwa ini akan
diadakan secara rutin bulanan,” terangnya kepada kru Wawasan saat menjalani
sesi wawancara.

 

Di akhir pertemuan tersebut, para peserta forum
juga turut meramaikan “Pameran Buku dalam Memperingati Peristiwa 6 Oktober”
yang berlokasi di taman kantor OIAA tersebut (samping gerbang
Fakultas Pertanian
Univeristas Al-Azhar). Pameran yang berlangsung sejak hari Ahad hingga Rabu, banyak menghadirkan buku yang bermacam-macam genre mulai dari sejarah,
bahasa, dan lainnya dimana pameran tersebut menghadirkan potongan harga hingga
50%.

 

Reporter: Ryan Saputra 

 Editor: Fakhrur Riza

 

 

 

Artikel Terkait