Indonesia dewasa ini adalah negara
yang masyhur akan kekayaan budaya serta keindahan alamnya, sudah menjadi
fenomena global bahwa eloknya paras Ibu Pertiwi tidak hanya menjadi keunikan
dan kebanggaan lokal semata, tapi juga mampu memperoleh atensi besar dalam
skala internasional.
Tak hanya itu, Negeri ini pun kaya
akan kisah, perihal napak tilas sejarah yang mengandung cerita tentang perjuangan
serta pengorbanan yang besar demi sebuah kemerdekaan. Perlawanan yang dilakukan
oleh para pahlawan terhadap egoisme penjajahan selain sebagai sebuah perwujudan
tekad dan cinta, juga merupakan alasan kita masih dapat berpijak dengan tenang
dan bangga di atas Tanah Air kita saat ini.
Lalu di antara berbagai nama yang
menopang setiap langkah menuju kemerdekaan itu, muncullah nama Martha Christina
Tiahahu, seorang wanita berusia 17 tahun dengan semangat membara yang ikut
bertempur di sisi Kapitan Pattimura untuk mengusir Belanda keluar dari Maluku,
statusnya yang masih remaja saat berperang dan akhirnya gugur kala itu
membuatnya dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional termuda Republik Indonesia.
1. Sejarah Perjuangan Martha Christina Tiahahu
Martha Crhistina Tiahahu adalah
serpihan kisah perjuangan yang hidup abadi dalam memori kolektif masyarakat
Maluku. Lahir pada 4 Januari 1800, ia tumbuh dalam naungan keluarga Maalesi dan
ditanamkan idealisme dan watak pejuang untuk melindungi warganya dari berbagai
ancaman sejak usia dini.
Ia ikut andil dalam berbagai medan
pertempuran sejak masih sangat muda, di usianya yang menginjak 17 tahun Martha
sudah bergabung dalam perang melawan kolonial Belanda yang dipimpin oleh
Pattimura. Ia bahkan terlibat di beberapa pertempuran seperti pertempuran
Saparua dan penyerangan ke benteng Duurstede, di mana keduanya dapat
dimenangkan dengan gemilang.
Namun, sayangnya di tahun yang sama,
berbarengan dengan ditangkapnya Pattimura, Martha dan ayahnya yang bernama
Paulus Tiahahu, justru harus tertangkap. Pattimura dan Paulus dijatuhi hukuman
mati, sementara Martha dibebaskan. Namun, akibat sudah terlanjur dianggap
berbahaya, ia kembali ditangkap dan diangkut ke kapal Eversten untuk dijadikan
pekerja paksa perkebunan kopi di pulau jawa. Di atas kapal ia melakukan aksi mogok makan yang juga
dianggap sebagai bentuk perlawanan, hingga kondisi kesehatannya memburuk dan
meninggal pada 2 Januari 1818.
Meski terbilang singkat, namun rekam
jejak perjuangan Martha Christina Tiahahu terukir abadi dalam sejarah serta
hati masyarakat Indonesia, khususnya warga Maluku. Sebagai bentuk penghormatan,
setiap tanggal 2 Juni yang ditetapkan sebagai hari Martha Christina Tiatahu,
orang-orang di Maluku meyebarkan kelopak bunga di permukaan Laut Banda dalam
upacara resmi. Patung dirinya setinggi 8 meter pun didirikan di Ambon, berdiri
gagah menghadap teluk Ambon dengan sebatang tombak di tangannya.
2. Kata Mereka Tentang Martha Christina Tiahahu
Dalam Jurnal berjudul “Martha
Christina Tiahahu Pejuang dan Martir Dalam Perang Pattimura (Kilas Balik dan
Implikasinya Bagi Generasi Muda di Era Kekinian)” karya Sem Touwe, Martha
digambarkan sebagai gadis belia pemberani dan mempunyai cita cita besar
mengusir penjajah keluar dari Nusantara, terutama dari daerah Maluku.
Dalam jurnal tersebut, Sem Touwe yang
merupakan Lektor Univesitas Pattimura bahkan menyandingkan Martha dengan Joan
of Arc, seorang pejuang Prancis yang masih berusia 18 tahun saat dipercayakan
untuk membebaskan Prancis dari penjajahan Inggris di Kota Chinon.
Tidak hanya sampai di situ, sepak
terjang Martha juga terekam dalam karya Sejarawan J.A. Pattikaihatu yang
berjudul “Biografi Singkat Tokoh Nasionalis Asal Daerah Maluku” di mana ia
menyebut Martha termasuk pahlawan yang unik, sebab selain seorang wanita, ia
juga terjun dalam medan pertempuran dalam usia yang masih sangat muda.
Sejarawan lainnya, Jop Lasamahu
memberikan julukan “Putri Karang Laut Banda” pada Martha, sebagai penggambaran
bahwa ia tak pernah mundur sepetak pun sampai titik darah penghabisan. Jika
dilihat dari sudut pandang refleksi, watak Martha merupakan hal yang saat ini
mempunyai tingkat urgensitas tinggi untuk dimiliki oleh kalangan remaja di zaman
kekinian, khususnya perempuan
3. Relevansi Watak Martha Christina Tiahahu di Zaman Kekinian
Sudah menjadi pandangan umum bahwa
R,A. Kartini merupakan tokoh utama dalam evolusi stigma terhadap perempuan di
Indonesia, kaum hawa yang dulunya di pandang sebagai kaum inferior dan kurang
mendapatkan atensi, kini telah mendapatkan wadah dan ruang untuk ikut andil
dalam setiap aspek kehidupan.
Namun, problematika lainnya justru
muncul dari internal kaum hawa itu sendiri, di mana saat ini, dengan berbagai
jalan dan kesempatan yang terbuka lebar, intensi untuk melangkah keluar dari
zona nyaman justru mengalami kemerosotan. Dilansir dari IDN Times, fenomena ini
disebabkan oleh faktor-faktor implisit seperti takut, was-was. cemas, serta
malas, dengan rendahnya tingkat self esteem pada remaja, khususnya kaum
hawa dianggap sebagai pemicu.
Lalu apa itu self esteem? Menurut
Sari Dewi Setyorini, seorang psikolog yang saat ini bekerja sebagai assistant
manager di PT. Pasona HR Indonesia, self esteem adalah perasaan
seseorang atas harga diri dan juga kepercayaan akan nilai dirinya sendiri, sederhananya
adalah seberapa besar kamu menghargai dan mencintai diri sendiri. Sebab rendahnya
presentase self esteem kaum hawa sendiri tak jauh dari status sebagai
wanita di tengah masyarakat zaman sekarang, yang secara tidak langsung menuntut
kita untuk tampil sempurna dan ideal di hadapan publik, mulai dari berat badan,
cara bersikap, dan sebagainya.
Masalahnya, dengan begitu banyaknya
tuntutan yang tak mampu dan tak mungkin kita capai semuanya, tingkat self
esteem terhadap diri sendiri secara berangsur bisa mengalami penurunan,
perasaan bahwa diri ini tidak berharga kian bertambah seiring dengan banyaknya
tuntutan yang tidak mampu kita penuhi. Menyebabkan hilangnya gairah serta
munculnya cemas yang berlebihan perihal apa yang akan terjadi saat kita mencoba
melangkah, kita akhirnya memilih jalan yang lebih mudah, berpaling, kembali
masuk ke rumah, menutup pintu dan diri rapat-rapat dari dunia.
Fenomena tersebut sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sari, di mana hasil dari penelitian tersebut
memvonis 8 dari 10 remaja Indonesia memiliki self esteem yang rendah.
Sari menyebutkan hal itu terjadi akibat adanya tekanan tinggi dari lingkungan
yang membentuk suatu tuntutan kondisi ideal.
Dalam hal inilah watak dari seorang
Marta Christina Tiahahu diperlukan, hasil refleksi atas Martha yang memegang teguh idealisme pejuang
yang melindungi warga dan tanahnya, bisa diimplementasikan dalam diri setiap
remaja di era ini dengan konsep yang lebih sederhana.
Ketangguhan Martha bisa menjadi
inspirasi bagi kaum hawa masa kini, di mana saat ini yang menjadi penjajah
secara stuasional adalah tuntutan publik yang dititikberatkan pada perempuan. Ketangguhan
untuk tidak membiarkan diri sendiri terjajah dan tetap mementingkan kemerdekaan
dan kenyamanan diri sendiri tanpa memedulikan berbagai keharusan yang ditujukan
pada mereka.
Dengan mengaplikasikan watak pejuang
remaja ini, kita dapat lebih bebas dalam berkreasi terhadap hidup dan diri
kita, terus mencoba dan mempelajari hal-hal baru yang menarik, berkembang
setiap harinya, dan menikmati menjadi diri sendiri tanpa harus terbebani oleh
konsep manusia ideal.
Tidak hanya itu, sifatnya yang pantang menyerah dan tegas juga dapat
dijadikan indikator bagi para kaum hawa terkait bagaimana mereka membangun
karakter di tengah masyarakat, agar dapat menjadi sosok yang diperhitungkan
dalam setiap sektor yang mereka masuki, serta kembali menegaskan posisi kaum
hawa dalam hierarki gender dan sosial saat ini, yang meski implisit, tetap nyata adanya.
4. Kesimpulan
Adalah tugas anak-anak bangsa untuk
menjamin kesejahteraan dan kestabilan Negeri ini di masa depan, dan sudah
saatnya kaum hawa untuk lebih banyak ambil bagian dalam prosesnya. Martha Christina
Tiahahu adalah salah satu contoh yang sudah ikut andil dan namanya tercantum
dalam sejarah, tapi bukan hanya sekadar histori, ia juga mewariskan sesuatu
yang tak kalah penting bagi bangsa, yaitu teladan bagi setiap generasi Merah
Putih yang akan datang. Namun, perihal warisan itu ingin diberdayakan atau
dibiarkan usang, itu tergantung kepada kita.
Oleh: Aisyah Bannu