EsaiKegiatanOpini

Jangan Maknai Kaderisasi KKS seperti Ormaba Biasa!

Ketika disebutkan Orientasi Mahasiswa Baru (Ormaba), apa yang sekiranya
terlintas di benak kita? Pekan perkenalan mahasiswa? Ajang silaturahmi para
adik-adik Maba? Tentu tak jauh dari makna itu. Kata Ormaba ini sudah masyhur di
kalangan Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir), karena PPMI Mesir sebagai
organisasi induk serta banyak Kekeluargaan Nusantara dan Afiliasi Masisir
lainnya juga menggunakan kata ini.

 

 

Meskipun begitu, saya menemukan satu hal menarik yang ada di kekeluargaan
saya sendiri, yaitu Kerukunan Keluarga Sulawesi (KKS) Mesir, yang membedakannya
dengan instansi Masisir yang lain. Sejak dulu waktu masih Maba, saya sering
bertanya-tanya, mengapa di KKS Mesir menggunakan diksi “Kaderisasi” dalam
agenda wajib tahunan anggotanya ketika masih Maba, dibanding melekatkan diksi
“Orientasi” sebagaimana umumnya di kalangan Masisir?

 

 

Hal itu membuat saya ingin terus terjun di kepanitiaan Ormaba setiap
tahunnya, baik itu di kekeluargaan saya maupun di PPMI Mesir, untuk mencari
jawaban dari pertanyaan di atas. Setelah penjelajahan itu, saya akhirnya sampai
pada satu kesimpulan mengapa diksi tersebut dilekatkan dalam
ritual Forum Kaderisasi Anggota (Fokat) KKS Mesir. Meskipun sebenarnya, makna
filosofis dari penamaan itu jauh lebih mendalam dibanding silogisme dangkal
yang saya temukan.

 

 

Sebelum masuk ke situ, perlu kita pahami dulu perbedaan konsep dari dua
diksi yang saya kemukakan di atas, yaitu Kaderisasi dan Orientasi. Menurut
KBBI, orientasi adalah peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dsb)
yang tepat dan benar. Sedangkan menurut Cascio dalam Sedarmoyanti (2010:114)
adalah pengakraban dan penyesuaian dengan situasi atau lingkungan tertentu.

 

 

Sedang kaderisasi sendiri dalam KBBI diartikan sebagai sebuah proses, cara,
perbuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader. Dalam arti lain, ia
adalah proses penanaman nilai-nilai kepada seseorang untuk menghasilkan profil
tertentu sesuai yang diinginkan. (Kaderisasi dan Orientasi, Khoirina F,
medium.com, diakses pada 14 Februari 2022)

 

 

Dari penjabaran teoretis di atas, sudah sangat jelas sebenarnya bahwa
orientasi dan kaderisasi itu adalah dua hal yang berbeda. Secara konseptual,
orientasi hanya berfokus pada perkenalan dan penunjuk arah. Artinya, dalam
istilah ini Maba hanya diberikan bekal tentang apa yang harus mereka lakukan
kedepannya. Berbeda dengan kaderisasi yang lebih mementingkan penanaman moral
dalam individu para Maba, yang saya sebut dengan
alat pembentukan karakter.

 

 

Mungkin
sempat terlintas di pikiran Anda ketika saya menyebutkan istilah pembentukan
karakter
, itu berarti negatif seperti realitas perpoloncoan yang terjadi di Indonesia.
Kita semua tentu tahu, di Masisir sama sekali tidak ada praktek tersebut yang sebetulnya
tidak mendidik. Jadi tentu bukan itu yang saya maksud.

 

 

Saya akan
sedikit menjelaskan hal itu dengan metode silogisme. Menurut Bung Hatta
(1902-1980 M), Kaderisasi sama artinya dengan pendidikan, dan menurut Plato (427-347
SM), Pendidikan adalah alat untuk pembentukan karakter. Itulah mengapa di atas
saya menyimpulkan bahwa kaderisasi itu adalah alat pembentukan karakter. Jadi
memang pembentukan karakter yang saya maksud tidak ada hubungannya dengan
perpoloncoan, melainkan bermakna pendidikan.

 

 

Lantas, bagaimana
sebenarnya proses karakter itu bisa terbentuk dalam individu setiap orang yang
dikader? Setidaknya, ia akan melewati tiga tahap. Pertama, Learning
to Know
. Sesuai namanya, ini adalah tahap awal, dimana para anggota
diberikan pengetahuan tentang nilai-nilai etik yang dianut dalam organisasi
yang melakukan pengaderan.

 

Fokat 2021 (Gambar: dok. Wawasan)

 

 

Kebanyakan
Ormaba di Masisir menurut saya hanya berhenti di tahap ini, yaitu hanya sekadar
pemberian materi dan maklumat. Berbeda dengan Fokat KKS Mesir yang saya lihat
justru melangkah hingga ke tahap berikutnya.

 

 

Kedua,
Moral Feeling. Dalam tahap ini, para anggota seperti dipancing emosinya
untuk melekatkan dalam jiwa, nilai-nilai etik yang telah mereka pelajari di
tahap pertama. Ketiga, Learning to Do. Bahasa sederhananya adalah
praktik. Jadi dalam tahap ini, para kader dituntut mengamalkan nilai-nilai etik
tersebut.

 

 

Menarik,
‘kan? Fokat yang selama ini kita pahami sama dengan Ormaba di PPMI Mesir, yaitu
hanya sebagai ajang perkenalan Maba, justru memiliki makna filosofis mendalam yang
lebih dari itu. Sungguh bijak menurut saya, senior-senior kita yang memilih
diksi “Kaderisasi” untuk dilekatkan dalam ritual pembentukan karakter anggota
KKS Mesir yang masih baru.

 

 

Bahkan
sebenarnya t
idak hanya sampai di
s
itu, dari segi praktek sendiri
terlihat jelas perbedaannya;
orientasi hanya bersifat
sementara, sebagaimana di atas ia diartikan penyesuaian
terhadap
situasi dan kondisi baru
, dan hal itu tidak
membutuhkan waktu yang lama. Sedangkan kaderisasi bersifat sepanjang para kader
masih menjadi anggota, bahkan diharapkan sampai ia telah selesai menjalani
keanggotaan
, nilai-nilai etik yang dibentuk dalam
individunya itu terus melekat.

 

 

Inilah
yang membedakan Fokat KKS Mesir dengan Ormaba lainnya dalam pandangan saya.
Tidak hanya dalam acara formal yang hanya berlangsung selama beberapa hari itu,
praktiknya justru berlangsung lama. Dengan adanya solidaritas antar sesama
serta kearifan lokal yang terus tumbuh dan berkembang dalam tubuh warga KKS
Mesir, membuat setiap anggotanya akan terus menjalani realitas Fokat non-formal
tanpa mereka sadari.

 

 

Jadi
sebenarnya, sistem yang coba dibangun dari penamaan Fokat dengan meletakkan
diksi “Kaderisasi” di dalamnya itu sebagaimana yang telah saya kemukakan di
atas. Mungkin itu sebabnya mengapa di KKS Mesir tidak menggunakan diksi
“Orientasi”, dikarenakan lebih mendalamnya makna filosofis dari penamaan Fokat
untuk dipahami oleh para Anggota KKS Mesir, khususnya yang masih baru.

 

 

Untuk itu,
mari kita—sebagai warga KKS Mesir—buang jauh-jauh paradigma yang mengatakan
bahwa Fokat itu sama saja dengan Ormaba, yaitu hanya sebatas tempat pemberian
materi yang mungkin bagi sebagian orang cukup membosankan. “Fokat itu sangat
penting, dan bahkan wajib diikuti oleh setiap Anggota Baru KKS Mesir
!” Itu
yang harusnya kita tanamkan dalam mindset kita. Allâhua’lam bi
Shawwâb
.

 

Oleh: Defri Cahyo Husain

Artikel Terkait