MasisirOpiniOrientasiPPMI

PPMI Mesir vs Camaba: Membayar Unta, Mendapat Semut?

Oleh: Defri Cahyo Husain, Dewan Pimpinan MPA PPMI Mesir periode 2022/2023

Desember 2024 kemarin, kita sudah mendengar kabar para Calon Mahasiswa Indonesia (Camaba) sudah mulai berdatangan ke Mesir. Saya belum mendapatkan data terkait berapa jumlah pastinya, yang jelas sekitar 1800 Camaba yang diberangkatkan tahun ini ke Mesir, tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Dalam tulisan ini, saya ingin mengajak Masisir terkhusus Camaba 2025, untuk sama-sama membuka mata terkait hal yang mungkin tidak disadari oleh mayoritas Masisir selama ini, tetapi terus berjalan hingga sekarang.

Coba bayangkan, tanpa sadar Anda sudah menjadi anggota sebuah organisasi sejak hari pertama menginjakkan kaki di Mesir. Bukan karena mendaftarkan diri, tapi karena uangmu sebesar $25 sudah masuk ke kas organisasi tersebut. Lantas, apakah hak yang akan Anda dapatkan sebanding dengan iuran sebanyak itu?  Atau justru Anda akan seperti membeli unta, tetapi yang Anda dapatkan hanyalah semut?

Antara Kewajiban yang Jelas dan Hak yang Samar

Pertama-tama, kita perlu selaraskan dulu pengetahuan kita tentang apa yang selama ini berjalan dalam administrasi PPMI Mesir, yaitu terkait adanya kewajiban membayar iuran anggota sebesar $25. Hal ini sudah tertera dalam ART PPMI Mesir Bab I, Pasal 1, ayat (1) poin (g), tentang Syarat Anggota membayar iuran pangkal sebesar minimal $25.

Tentu saja tidak ada yang salah dengan hal itu. Setiap organisasi berhak meminta iuran pangkal anggota demi keberlangsungan hidup organisasi tersebut, apalagi hal ini secara legal tertulis dalam AD/ART PPMI Mesir. Namun yang menjadikannya masalah adalah bagaimana proses penarikan serta penggunaan dana tersebut.

Faktanya, sejak tahun 2017 (sejauh yang saya dengar dari beberapa senior dan aktivis Masisir), saya belum pernah mendapatkan data terkait adanya Anggota PPMI Mesir—dalam hal ini Masisir—yang secara suka rela mendaftarkan diri dengan membayar uang sebesar itu.

Praktik yang selama ini terjadi justru para Camaba yang diberangkatkan setiap tahun ke Mesir dengan membayar sekian juta rupiah ke mediator masing-masing, sebagian besar—untuk tidak mengatakan semuanya—tidak mengetahui ternyata di dalam uang yang mereka bayarkan itu, ada sebesar $25 yang secara otomatis disetorkan kepada PPMI Mesir sebagai iuran pangkal anggota mereka. Semua Camaba yang sudah pernah saya tanyakan demikian juga mengaku kaget kalau ternyata ada uangnya yang masuk ke PPMI tanpa sepengetahuan mereka.

Dan dengan kepolosannya, sebagian besar Camaba sudah merasa cukup dengan mengikuti acara Ormaba yang hanya berlangsung selama tiga hari. Setelah acara itu selesai, sebagian besar dari mereka belum bahkan tidak akan merasakan manfaat dari PPMI Mesir itu sendiri hingga mereka lulus dan pulang ke tanah air. Padahal, sejak awal mereka sudah “dipaksa” melaksanakan kewajiban membayar iuran $25, tetapi hak yang mereka dapatkan justru berbanding terbalik dengan hal itu.

PPMI Mesir: Organisasi Pusat atau Kekeluargaan ke-17?

Mengapa saya berani mengatakan, kewajiban membayar iuran $25 itu tidak sebanding dengan hak yang kita dapatkan selama ini? Karena sejauh saya mengamati PPMI Mesir, baik ketika menjadi bagian dari badan eksekutif dan legislatif PPMI Mesir, maupun sebagai anggota biasa, saya tidak pernah mendapati program-program PPMI Mesir yang mampu menjangkau seluruh lapisan elemen Masisir. Anda bisa mengkaji semua Laporan Pertanggungjawaban PPMI Mesir dari tahun ke tahun.

Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, sebagian dari kita yang sudah terlanjur “membayar” $25, mungkin hanya bisa menikmati manfaat PPMI Mesir hanya sampai di acara Ormaba saja. Padahal ormaba itu bahkan bisa saya katakan hanya menggunakan $3 sampai $5 dari biaya yang kita setorkan. Sisanya? Digunakan untuk kebanyakan program yang bersifat seremonial dan jangkauan pesertanya terbatas.

Bukan tanpa alasan jika Anda mendengar istilah “PPMI Mesir adalah kekeluargaan ke-17”. Hal ini dikarenakan PPMI Mesir terlalu banyak mengadakan program acara-acara seremonial yang justru tumpang tindih dengan organisasi di bawahnya, seperti Senat Mahasiswa dan Kekeluargaan Nusantara (yang berjumlah 16 kekeluargaan).

Di sisi lain, jika kita mengacu pada hasil pemilihan umum Presiden dan Wapres PPMI Mesir 4 tahun terakhir, kita akan mendapati jumlah pemilih yang hanya berkisar pada angka 3.000-4000 dari sebanyak 9-14 ribu Masisir. Hal ini menunjukkan hanya sebesar 21-44% Masisir yang turut berpartisipasi dan merasakan eksistensi serta kebermanfaatan PPMI Mesir selama ini. Angka tersebut bahkan belum mencapai setengah dari jumlah Masisir.

Hal ini menurut saya tidak sesuai dengan teori Distributive Justice (Keadilan Distributif) oleh John Rawls dalam bukunya A Theory of Justice, yang menyatakan bahwa keadilan harus memastikan setiap anggota mendapatkan manfaat yang layak dari sistem yang mereka ikuti. Jika suatu kebijakan atau sistem hanya menguntungkan sebagian kecil kelompok tetapi membebani semua anggota, maka sistem itu cacat dalam keadilan distributif.

Data-data di atas sering kali menjadi bahan diskusi saya bersama rekan-rekan lainnya ketika di PPMI Mesir, dan ironisnya ada beberapa argumen yang sering saya dengar untuk membantah data tersebut, seperti: Salah mereka yang tidak peduli atau tidak mau ikut dalam acara-acara PPMI Mesir.

Menurut saya, anggapan-anggapan seperti itulah yang membuat PPMI Mesir selama ini tidak peduli dengan fenomena yang terjadi. Bukannya mengevaluasi dan berbenah, justru menyalahkan orang lain dan menganggap apa yang selama ini mereka jalankan sudah sesuai.

Bukankah seharusnya kita yang terjun di dalam PPMI Mesir itu tidak menutup mata dari berbagai probabilitas? Bisa jadi hal ini terjadi karena ketidaktahuan akan iuran $25 yang sudah terbayarkan sebelumnya, ‘kan? Barang kali jika mereka tahu ada hak mereka di dalam iuran tersebut yang belum mereka rasakan, akan membuat mereka turut aktif bahkan menuntut hak mereka terpenuhi.

Bisa jadi juga karena program-program yang PPMI Mesir canangkan selama ini tidak efektif dan efisien, baik dari segi marketing, maupun dari segi pelaksana acara terkait, karena ada beberapa Masisir yang hanya ingin berkumpul dengan kawan-kawan sedaerah atau sealmamater misalnya, sehingga acara yang seharusnya bisa dilaksanakan di ranah organisasi kekeluargaan atau almamater saja, tidak perlu lagi diadakan oleh PPMI Mesir. Lebih dari itu, PPMI bisa menjadi distributor dana untuk acara tersebut, bukankah itu lebih efektif dan efisien dalam menjangkau lapisan terbawah Masisir?

Bukan Sekadar Kritik, Saatnya PPMI Mesir Berbenah

Tentu dalam tulisan ini saya tidak hanya memberikan kritik saja, barang kali ada beberapa saran yang perlu dijadikan bahan pertimbangan bersama. Setidaknya, beberapa hal berikut yang menurut saya perlu dilakukan oleh PPMI Mesir untuk berbenah:

Pertama, Transparansi Administrasi. Dalam hal ini, PPMI Mesir sebagai organisasi induk Masisir harusnya sejak awal menekankan kepada para mediator atau OIAA untuk selalu menyertakan Iuran Pangkal Anggota PPMI Mesir $25 dalam perincian uang yang Camaba harus setorkan. Tidak cukup sampai di situ, PPMI Mesir juga seharusnya menyiapkan kwitansi sebagai bukti dan penegasan adanya transaksi pembayaran antara PPMI dan pihak ketiga, dan tentu hal ini harus disosialisasikan kepada seluruh Camaba secara terbuka, termasuk ke mana saja uang mereka itu akan dialokasikan.

Kedua, Desentralisasi Dana. Alih-alih memperbanyak program yang jangkauannya terbatas dan hanya akan berkonsekuensi pada pembengkakan anggaran yang tidak perlu, alangkah baiknya jika PPMI Mesir menggunakan sebagian besar uang kas yang salah satunya berasal dari iuran pangkal itu, untuk disuntikkan kepada beberapa program organisasi-organisasi di bawahnya. Hal ini tentu membantu PPMI Mesir dalam menjangkau hingga ke lapisan terbawah Masisir sekalipun.

Ketiga, Reformasi Program. Sejalan dengan poin kedua, dimana alih-alih memperbanyak program yang tidak perlu, PPMI Mesir lebih bisa berfokus pada pelaksanaan fungsional saja, yang notabenenya hanya memakan anggaran yang sedikit, seperti fungsi diplomasi, layanan publik, penyerap dan penyalur aspirasi, dan lain sebagainya. Bukan berarti PPMI Mesir tidak mengadakan program sama sekali, tentu ada beberapa program juga yang hanya bisa diadakan jika menggunakan nama “PPMI Mesir” yang jangkauannya lebih luas.

Pada akhirnya, organisasi mahasiswa seharusnya turut hadir untuk seluruh anggotanya, bukan hanya segelintirnya saja. Jika PPMI Mesir ingin tetap relevan dan eksistensinya diakui semua orang, maka mereka harus memastikan bahwa setiap pundi-pundi dolar yang mereka kumpulkan benar-benar kembali kepada anggotanya. Dan sebagai mahasiswa, terkusus para Camaba tahun ini, kita juga punya kewajiban untuk mempertanyakan dan memperjuangkan hak kita, sehingga tidak akan ada lagi fenomena
“Membayar Unta, Mendapatkan Semut”. Wallahua’lam bi al-shawwab.

Artikel Terkait

Beri Komentar