InternasionalNasionalOpini

Tuntutan Egaliter Melalui Tuntunan Badiuzzaman

Sudah tidak bisa dipungkiri bahwa Covid-19 telah menjadi momok bagi dunia dalam satu tahun belakangan ini, siapa yang menyangka kemunculannya di Wuhan pada tahun 2020 lalu bisa mengubah cara kerja dunia sedrastis ini? Wajah bumi berubah hanya dalam kurun waktu dua bulan, semuanya memburuk, benar-benar langkah mundur yang eksplisit, chaos adalah perumpamaan sempurna untuk menggambarkan kondisi dunia saat itu, semuanya mengalami bukan hanya kemunduran melainkan kejatuhan total, mulai dari politik, ekonomi, kesehatan, dan sosial, semuanya seakan terjun payung tanpa parasut, kemunduran konstan yang nyaris tak terbendung, seiring berjalannya waktu, perlahan-lahan manusia mulai bahu-membahu, memperbaiki tempat tinggal yang sudah mereka eksploitasi sejak Zaman Paleolitikum.

Perlahan namun pasti, semua bidang khususnya bidang ekonomi dan kesehatan yang merupakan komponen paling vital dan paling dibutuhkan pada proses ini mulai menunjukkan perkembangan dengan konsistensi dan persistensi yang signifikan.

Dan tibalah kita di tahun 2021, dimana istilah lockdown mulai ditinggalkan dan orang-orang mulai beralih pada era baru bernama new normal. Masyarakat mulai beraktivitas seperti biasa, meski masih harus mengikuti berbagai protokol kesehatan yang ditetapkan sebagai syarat. Berbagai bidang penyokong tentramnya dunia seperti ekonomi dan kesehatan mulai berdiri dengan kokoh, dunia sudah bisa dinikmati dengan cara yang sama meski tidak persis.

Namun euforia ini justru membuat banyak dari kita lalai dan lupa bahwa bumi belum sepenuhnya sembuh, beberapa komponen yang terabaikan menjadikan kita makhluk apatis tanpa kita sadari, salah satu yang paling mencolok belakangan ini adalah kasus
rasisme yang makin hari makin marak. Ironisnya, bukan hanya makin marak, kasus ini pun mulai dianggap lumrah oleh masyarakat.
Virus corona tidak hanya membunuh ribuan manusia akan tetapi juga menghidupkan sentimen rasis terhadap jutaan orang Cina dan orang Asia di seluruh dunia. Mirisnya, orang-orang Asia juga ikut menjadi korban karena dianggap memiliki hubungan dengan Cina.

Menurut Stop AAPI Hate, organisasi yang melacak insiden kebencian dan diksriminasi terhadap orang Asia-Amerika dan kepulauan Pasifik, setidaknya tercatat ada 500 insiden diskriminasi dalam dua bulan pertama tahun ini. Jika dilihat setahun terakhir, dari Maret 2020 hingga Februari 2021, angkanya mencapai 3.795 laporan. Mayoritas laporan mencatat 68% merupakan pelecehan verbal, sementara 11% melibatkan serangan fisik. Tidak hanya di Amerika, negara-negara seperti Prancis dan Jerman pun tidak ketinggalan dalam kasus rasisme yang makin menjamur. Di negara tempat menara Eiffel itu dilaporkan beberapa kasus diskrimnasi terhadap sejumlah komunitas Asia. Sejumlah laporan menunjukkan peningkatan signifikan dalam pelecehan dan serangan kekerasan terhadap orang-orang yang berasal dari wilayah tertentu di Asia.

Beberapa anak keturunan Asia seperti Cina, Korea, Vietnam, dan Jepang dikabarkan telah dikucilkan dan diejek oleh teman-temannya di sekolah menengah di Paris dikarenakan asal-usul etnis mereka, Sementara di Jerman sebuah majalah mingguan
bernama Der Spiegel pernah menerbitkan sampul kontroversial yang dianggap beberapa orang menyalahkan Cina atas wabah tersebut dan memicu kebencian, anti-Asia atau xenophobia.

Di Mesir sendiri, sentimen dan kebencian yang menghasilkan diskriminasi serta pelecehan secara verbal juga banyak ditemukan, umumnya dialami mahasiswa yang merantau dan menuntut ilmu di negeri Kinanah tersebut. “Saya pribadi sudah mengalami tiga kali perlakuan yang tidak mengenakan ini, beberapa hari yang lalu saya lewat di depan sekelompok orang Mesir dan mereka menyoraki saya corona sembari tertawa, saya pun menghampiri mereka dan menjelaskan bahwa saya berasal dari Indonesia dan saya juga cek kesehatan di rumah sakit Al-Azhar. Teman saya bercerita, ketika ia memasuki bus, ada tiga orang Mesir yang tertawa dan
menutup mulut mereka, seolah-olah takut akan terkena virus corona. Ada juga seorang mahasiwa Indonesia yang dihujat oleh penjual daging di distrik 10 Kota Kairo yang mengatakan bahwa ia adalah penyebab corona masuk ke Mesir,” ungkap salah satu Mahasiswa Indonesia di Mesir pada laman facebooknya.

“Satu-satunya hal yang patut dicintai adalah cinta itu sendiri dan satu-satunya hal yangpatut dibenci adalah kebencian itu sendiri,” demikian ungkap Badiuzzaman Said Nursi, seorang cendikiawan muslim yang dikenal sebagai tokoh pembaharu Islam
dari Turki. Konteks kutipan tersebut sangat sederhana, pun sengat mudah dipahami. Dimana pada kutipan tersebut dijelaskan bahwa satu-satunya hal yang harus kita cintai adalah rasa cinta itu sendiri, karena dengan mencintai cinta, kita secara tidak langsung akan membenci dan sangat anti pada satu hal bernama kebencian, dan ketika kita sudah membenci kebencian itu sendiri, tidak akan ada lagi alasan ataupun motivasi bagi kita untuk menebarkannya bukan?

Meningkatnya sentimentasi terhadap Ras Asia merupakan sebuah naluri alami manusia dimana kita tentu saja memiliki tingkat kewaspadaan tersendiri terhadap benua asal-muasal virus ini muncul, namun yang sering kita lupakan atau mungkin yang
memang kita tidak pernah tahu adalah mereka pun ikut berjuang dalam memperbaiki dunia yang sedang kacau ini, mereka pun ikut menderita dengan penderitaan yang mungkin melebihi kita, mengingat secara teritorial mereka adalah daerah pertama
yang terinfeksi, Namun pada akhirnya kita semua berada dalam satu kesatuan bernama kemanusiaan, bukan waktunya membeda-bedakan sesuatu yang pada hakikatnya sama, pembenaran apapun akan terdengar bodoh ketika berusaha meletakkan rasis diatas egaliter.

Maka dari itu marilah kita bersama-sama bukan hanya menyebarkan cinta, tapi juga menyebarkan kecintaan terhadap cinta, melalui jalur apapun, entah sosialisasi daring ataupun luring, entah sosial media ataupun karya-karya tulis berupa cerpen, opini, berita ataupun puisi, dengan tujuan membuat manusia paham bahwa kita semua adalah manusia.

Oleh:
Muhammad Ichsan Semma

 

Artikel Terkait