Al-AzharMasisirpusiba

Perihal Nominal di PUSIBA, Khairil Ansyari Komentar Hanya Anak-anak Koruptor yang Bisa ke Mesir

 

Khairil Ansyari (kiri) dan Farhan Aziz Wildani (kanan). (Gambar: Dok. Wawasan)

Wawasan, Kairo—Khairil Ansyari, Aktivis Sosial Pelajar dan Warga Negara Indonesia (WNI) di Mesir, setelah mendengar jumlah nominal Pusat Studi Islam dan Bahasa Arab (PUSIBA) yang terbilang mahal itu berkomentar, hanya anak-anak seorang pengusaha, pejabat, atau koruptor yang bisa kuliah di Mesir.

Awalnya Ansyari mengaku kecewa dengan direktur PUSIBA, Muhammad Arifin, MA., karena tidak menyebutkan jumlah nominal ketika seorang pelajar masuk ke PUSIBA hingga dia lulus. Hingga akhirnya, yang menjelaskan nominalnya adalah moderator acara Students Dialogue Community (SDC), Muhammad Nur Taufiq al-Hakim.


Karena judulnya hari ini sudah mengatakan berapa, artinya nominal pak ya, tarif-angka gitu. Tapi saya gak dengar (dari dirut PUSIBA). Saya rasa masih takut ini, atau masih ragu,” ungkap Ansyari dalam acara bertemakan “Ke Mesir, Berani Bayar Berapa”, Rabu, (7/10), di Auditorium Wisma Nusantara.

“Atau nanti ada ralat lagi, seperti pengumuman-pengumuman sebelumnya, ada ralat pertama, kedua, ketiga, atau permainan di situ, Wallahu a’lam,” tambahnya.


Perihal nominal menurut Taufik, berdasarkan data yang sempat ia telusuri di situs resmi PUSIBA, untuk angkatan pertama PUSIBA membayar 4,9 juta rupiah per tingkat. Kemudian untuk angkatan kedua dan ketiga, karena pelaksanaan belajarnya via daring, maka mereka membayar sekitar 1,9 juta rupiah per tingkatnya.


Ansyari juga menambahkan, nominal yang diadakan itu biasanya terjadi ketika ada tantangan. Ia memberikan contoh asrama Indonesia yang ada di Hay Sadis, dulu ketika adanya isu penangkapan, akhirnya dibuatlah asrama tersebut dengan alasan supaya para Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) bisa aman tinggal di dalamnya. Namun lagi-lagi ada nominal di situ, dengan catatan fasilitas yang tidak sebanding dengan nominal tersebut, menurutnya.

Begitu juga dengan izin tinggal, ketika sulitnya pengurusan izin tinggal, maka lahirlah tim Izin Tinggal Kolektif (Intif), yang menurut Ansyari nominalnya mulai dari 25 L.E, 30 L.E, 125 L.E, hingga kini mencapai angka 530 L.E untuk kepengurusan izin tinggal tersebut.


Untuk itu, melihat ada beberapa Masisir yang datang ke Mesir itu dengan berhutang, ada yang jual tanah, kerbau, bahkan sampai jual harga dirinya, Ansyari memohon agar pihak berwenang tidak mempersulit mahasiswa Al-Azhar dengan tarif-tarif di luar akal sehat manusia. 

Tolong sebagai pembesar-pembesar di atas, baik itu KBRI(Kairo), OIAA (Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar), PUSIBA, dan lain sebagainya, tolonglah perhatikan. Jangan lagi-lagi mencari proyek di tengah kesulitan mahasiswa, mereka hanya ingin belajar saja, Pak,” pungkas Ansyari. (Defri)

Artikel Terkait