Uncategorized

Menanamkan Sikap Sipakatau, Sipakalebbi, Sipakainge’ di Era Milenial



Oleh:
Ahmad Rusyaid Idris
Globalisasi yang kini
mengusung prinsip modernisasi ditandai dengan kemajuan teknologi yang serba
digital
, namun tak
bisa dimungkiri
, hal
itu
menjadi ancaman bagi nilai-nilai luhur suku
bangsa, karena kurangnya pengenalan serta penjiwaaan terhadap nilia-nilai
budaya tersebut. Secara demografis, pesatnya kemajuan teknologi saat ini
mengakibatkan lahirnya generasi milenial. Generasi milenial atau yang akrab disebut
generasi Y yaitu kelompok anak muda yang berusia belasan tahun hingga awal tiga
puluhan yang lahir pada awal 1980 hingga awal 2000 (Suryadi, 2015).

Di era milenial ini setiap
informasi dengan cepat dapat diakses oleh siapa saja di manapun dia berada. Dengan
teknologi yang mumpuni, generasi milenial dibentuk menjadi pribadi yang serba
canggih dan modern. Di luar dari itu semua, hal ini justru menjadi bumerang
bagi generasi milenial. Medsos (media sosial) contohnya. Dampaknya adalah,
semakin mendekatkan pada merosotnya moralitas masyarakat, apapun suku
bangsanya. Saling mencaci maki di medsos, kurangnya rasa hormat kepada sesama,
sikap tak ambil peduli, merupakan perilaku yang mudah kita temukan sehari-hari
di lingkungan sekitar kita.

Hasilnya, nilai-nilai kearifan
lokal yang diwariskan oleh nenek moyang, bergeser dan digantikan oleh perilaku
hidup yang korup, ujaran kebencian di mana-mana, materialistis,
diskriminatif  dan tidak menoleransi lagi
perbedaan. Menjadikan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi dan budaya
leluhur lebih sering dijadikan sebagai pajangan belaka.

Dalam budaya Bugis Makassar
dikenal sistem budaya yang dapat menjadi pegangan hidup baik untuk dirinya
maupun dalam bermasyarakat. Jadi setiap orang diandaikan mampu mengamalkan
nilai-nilai positif itu tadi, untuk menjadi arahan dalam tuntunan sosialnya.
Itulah sebabnya, salah satu sikap yang diterpakan oleh leluhur Bugis disegala
sektor kehidupan diserap dari nilai-nilai sipakatau, sipakalebbi,
sipakainge’.

Sipakatau merupakan
sifat yang memandang setiap manusia sebagai manusia. Tidak ada perbedaan
derajat, kekayaan, kecantikan, kepintaran dan seterusnya. Intinya harus saling
menghargai dan menghormati sesama manusia. Karena ia manusia maka harus dipakatau,
dimanusiakan. Sehingga kita memandang manusia seperti manusia seutuhnya
dalam kondisi apapun.

Akan halnya sipakalebbi, adalah
sifat yang memandang manusia sebagai makhluk yang senang dihargai, diperlakukan
dengan baik, dan menghargai kelebihan yang dia punya tanpa melihat sisi negatif
yang dia miliki. Karena itu, masyarakat Bugis tidak akan memperlakukan manusia
lain dengan seadanya saja, tetapi, dia cenderung memandang manusia lain dengan
segala kelebihannya. Sehingga siapapun yang berada dalam kondisi tersebut akan
senang karena merasa dihargai.

            Adapun sipakainge’ adalah
sifat saling mengingatkan. Berarti setiap manusia memiliki kelebihan dan
kekurangan. Adakalanya manusia lalai sehingga terpeleset, terjerumus dan
tergoda atas perbuatan-perbuatan yang melanggar norma, baik adat maupun agama.
Korupsi atau maksiat misalnya. Karena itu sifat ini perlu ditanamkan untuk
saling mengingatkan. Yang mengingatkan entah itu dilakukan orangtua kepada
anaknya, guru terhadap muridnya, atau sesama kawannya sendiri. Sehingga
siapapun akan selalu diingatkan untuk berjalan
di jalan
yang lurus. Tidak ada orang yang bebas dari aturan. Karena adat telah dibuat
dan disepakati.

Sejumlah hasil penelitan juga
telah membuktikan bahwa nilai sipakatau, sipakalebbi, sipakainge’, tidak
hanya sebatas nilai kultur yang diakui oleh masyarakatanya akan tetapi juga
teraplikasi pada tindakan
nya.
Sehingga menjadikan nilai-nilai ini menjadi perekat sosial dan juga antara
norma yang satu dengan norma yang lainnya saling melengkapi. Sayangnya
nilai-nilai sipakatau, sipakalebbi, sipakainge’ diabaikan oleh generasi
milenial sekarang ini, khususnya masyarakat Bugis-Makassar disebabkan karena
derasnya arus globalisasi. Perlahan namun pasti membuat generasi muda
Bugis-Makassar
merasa asing
dengan budayanya sendiri. Hal ini tentu menjadi
mimpi yang lebih buruk lagi jika para generasi milenial bangsa kita tidak
memiliki pengetahuan yang mumpuni tentang budayanya sendiri.

Melihat realita yang terjadi
di era milenial ini, terdapat satu skenario utama yang mesti dipaha
mi
oleh para pemuda generasi Y agar dapat menggunakan kemajuan teknologi secara
bijak dan maksimal. Yakni dengan menanamkan nilai-nilai sipakatau,
sipakalebbi, sipakinge’
ini, dalam bermedsos. Semisal saja pemilu yang
semakin dekat, masing-masing pendukung saling merendahkan pasangan satu sama
lain, sehingga saling mencaci-maki di medsos, karena tidak terima kalau
dukungannya direndahkan. Inilah salah satu dampak negatif yang lagi marak
terjadi di era milenial ini. Sebaikanya ujaran kebencian, saling merendahkan
dan saling menjatuhkan di sosial media, 
diganti dengan sipakatau (saling memanusiakan) sipakalebbi
(saling menghargai) dan sipakainge’ (saling mengingatkan). Karena
menjunjung tinggi nilai-nilai ini bukan berarti mengabaikan kemajuan dan
menjadi teringgal atau yang sering disebut ‘tidak update’. Menurut Zaim
Uchrowi dalam bukunya Kerakter Pancasila, Mengatakan berbagai kajian dan
fakta menunjukkan bangsa yang maju adalah bangsa yang memiliki kerakter kuat.

Sehingga setiap
berita ataupun informasi yang mampu menyulut perpecahan baik antar agama, suku,
ras, dan hal-hal lainnya tidak dapat dengan mudah mempengaruhi psikologi
publik. Hal ini dikarenakan masyarakat sendiri sudah memiliki pegangan yang
kuat berupa nilai-nilai dari sipaktau sipakalebbi sipakainge’.

Sipakatau sipakalebbi
sipakainge’
merupakan warisan berharga yang mampu
memproteksi generasi muda di era milenial dari sisi neg
atif
derasnya arus globalisasi. Sehingga penanaman makna akan nilai-nilai tersebut
semakin kuat, ketika kuat maka tentunya akan menjadi lebih bijak dalam
bersikap.

Kesimpulannya adalah
menanamkan sifat sipakatau, sipakalebbi, dan sipakainge’  menjadi modal dasar dalam tata hubungan
manusia Bugis dengan manusia lainnya. Siri’ (perasaan malu) yang
merupakan kehormatan diri setiap manusia Bugis akan selalu dijaga dan
dipertahankan dengan konsep sipakatau, sipakalebbi, dan sipakainge’  tersebut.
         

Artikel Terkait

Baca Semua Komentar