Opini

Hoaks Menjelang Tahun Politik

Oleh: Fikri Haiqal Arif
Indonesia pada tahun 2018 telah menjadi Negara terbesar
keempat pengguna media sosial. Hal ini sejalan dengan jumlah pengguna media
sosial di Indonesia yang mencapai 130 juta jiwa. Dilansir oleh Kompas.com,
mengutip dari laporan berjudul Essential Insights Into Internet, Social
Media, Mobile, and E-Commerce Use Around The World,
“dari total populasi
Indonesia sebanyak 265,4 juta jiwa, pengguna aktif media sosialnya mencapai 130
juta dengan penetrasi 49 persen”.
 Jejaring sosial tempat berkumpulnya pelbagai
sudut pandang
. Dari kalangan akar rumput sampai kalangan masyarakat borjuis. Semuanya
bebas berekspresi, sebagaimana kebebasan berpendapat telah dijamin oleh UU RI
nomor 9 tahun 19981 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
Salah
satu fungsi
media
sosial
adalah media kampanye menjelang pesta demokrasi 2019
mendatang. Meskipun belum ada izin dari Bawaslu, para pendukung tiap kubu sudah
menggencarkan  sikap keberpihakannya.
Mulai dari menyanjung pilihannya hingga
menyebarkan konten kebencian yang mengarah
kepada
pasangan lawan. Hingga tidak tanggung-tanggung, agar
elektabilitas musuh merosot juga yang diusung meroket, hoaks menjadi alat utama
guna mendongkrak elektabilitas paslon. Pada akhirnya, dari tiap simpatisan
paslon bersaing mem
bungkus hoaks
dengan rapi
,
ag
ar dapat diterima oleh khalayak.
Perlu
diketahui bahwa hoaks menurut KBBI adalah berita bohong, sedangkan menurut
Oxford English Dictionary sebagai
“Malicious
Deception” atau sebuah kebohongan yang dibuat dengan tujuan jahat, baik itu
demi keuntungan seseorang penyebar hoaks atau dapat juga untuk menyebarkan
kebencian.
Awal
sejarah timbulnya hoaks atau
berita palsu  dapat diterima, seperti rumor,
urban legend, dan peristiwa april mop yang dibuat untuk sebuah lelucon. Meski telah
ada sejak ribuah tahun, salah satu tipuan paling awal yang tercatat dalam
sejarah adalah Drummer Tedworth pada tahun
1661.
Drummer Tedworth adalah kasus dugaan poltergeist (istilah mistis dalam dunia paranormal) di
West Country of England oleh Joseph Glanvill.

Namun, saat ini hoaks mengandung propaganda orang-orang berkepentingan, baik di
dunia ekonomi maupun politik. Di dunia ekonomi misalnya, seorang penebar hoaks
membungkus berita bohong berupa isu SARA yang bertujuan mengundang banyak like
dan share agar mampu
meraup keuntungan.
Adapun di dunia perpolitikan, hoaks menjadi senjata ampuh dalam memperebutkan
kekuasaan.

Terlebih dengan mendekatnya tahun politik 2019,
penyebaran informasi pada sosial media disesaki berita tentang politik praktis.
Sedikitnya
ada dua faktor penyebab berkembangnya hoaks yang menggerogoti masyarakat
. Pertama,
opini dan perasaan yang di
lontarkan oleh si pembuat hoaks
sejalan dengan

kecenderungan pikiran
khalayak umum pada saat ini. Sebagaimana pernyataan direktur utama Eksekutif The Political Literacy
Institute
, Gun Gun Heryanto, “Faktor yang mempengaruhi munculnya hoaks
adalah semakin terbukanya demokrasi
.” Dan faktor
kedua adalah kurangnya pengetahuan tentang informasi yang beredar dan minat
untuk melakukan chek and re-chek.
Maka
dari itu sangat penting adanya mediasi yang dapat menangkal berbagai informasi
yang jauh dari sifat validitas, masyarakat diharap saling memberi pemahaman
atas isu dan berita yang  dapat
menggiring kepada kegaduhan publik. Jauh sebelum digaungkannya hoaks, Islam
telah memberikan langkah terbaik dalam menangkal penyebab kerusakan ini. ”
Wahai
orang- orang yang beriman, jika ada seorang faasiq datang kepada kalian
dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar
jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar
kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian.
”QS.al-Hujurât:6. Dalam Islam dengan lugas dijelaskan cara menyikapi berita hoaks ini,
teliti lebih dahulu terhadap informasi yang diterima.
Sebagai
pengguna media sosial yang paling aktif, se
yogiyanya generasi
produkti
f
lebih berhati-hati dalam menanggapi setiap
isu yang beredar di layar gawainya.
Pun setiap lapisan
masyarakat diminta agar mampu saling bersinergi dalam memerangi hoaks
. Agar berita hoaks
tidak mudah menyebar dan meresahkan masyarakat.
Dalam menyikapi perbedaan pilihan di tahun 2019 maka langkah tepat untuk
dijalani adalah dengan memoderatkan diri. Memberikan porsi  tepat di tiap perbedaan yang tersaji,
memandang kebaikan-kebaikan yang terdapat pada setiap kubu tanpa menimbulkan
sentiment yang
mengundang
perpecahan.

Artikel Terkait